-chapter 9- ( 1 ) by MarioBastian

1.8K 104 1
                                    

Okay. Jangan panik. Seburuk-buruknya bullying di sekolah, nggak akan sampe mengancam nyawaku. Lagipula aku sudah siap mental, kan, selama ini? Aku sudah digunjingkan gay di sana sini, aku sudah dikurung di WC dan dilempari ular, aku bahkan sudah diskors dari sekolah, what could be worse than that?

"Stay away, man..." dengus Derry sambil mengangkat tangannya. "Lo bisa ketularan homonya dia, kayak si Cazz-chong kemaren." Sebagian kawannya langsung terkikik mengejek dan sebagian lagi mendengus tidak suka.

Setengah mati aku memutar ingatan di otak, mengingat film tentang remaja gay yang dibully di sekolahnya. Barangkali aku bisa mencontek si tokoh gay dalam menyelamatkan diri? Apakah mereka melawan balik? Menghilang seperti genie? Oh, kenapa yang ada di otakku hanya Kurt Hummel dan slushie-nya!

"Kita perkosa aja, Bos?" sahut Akbar sambil mengepalkan tangannya.
"Ya nggak, lah! Entar dia yang seneng, Bahlul!" sentak Derry. "Lu homo ya pake mikir perkosa segala?"
"Ah, si Abay mah emang homo!" seru cowok yang mengenakan kalung rantai sambil tertawa. Candaan itupun disambut cekikikan geli anggota Mahobia lainnya.

Aku menelan ludah dan masih pura-pura berani seperti tadi. Kutunjukkan wajah tegar, setengah mati menyembunyikan perasaan takut yang berkecamuk dalam hati. Demi Tuhan, aku deg-degan. Aku nggak pernah dibully oleh orang sebanyak ini. Bahkan di New Jersey pun, aku hanya dibully oleh empat atau lima orang idiot, bukan dua lusin cowok homophobic yang memasukkan tangan ke saku celananya hanya karena mereka pikir itu cool.

Derry menatapku lagi dengan pandangan menghina. Salah satu alisnya diangkat dan salah satu sudut bibirnya naik. Aku menghela napas. Menyesal karena pergi ke kantin lewat jalur ini. Mestinya aku ingat kalau ini tempat nongkrongnya Mahobia. Mestinya aku memutar ke perpustakaan, mencari jalan aman yang banyak orang. Sekarang aku terjebak dengan segerombolan pembenci gay yang sedang haus darah.

"Orang kayak lo tuh kenapa mesti ada sih? Bikin kotor dunia, tau?" sahut Derry padaku.

Aku menegarkan diri dengan ikutan memasukkan tangan ke saku celana. Mencoba santai. "Bukan kepengen aku kayak begini," jawabku klise.

"Terus kenapa kayak gitu? Tolol, lo!" Derry dan dua lusin gerombolannya tertawa mengejekku. "Kalo lo nggak pengen, ya jangan jadi kayak gitu! Maho tuh selain najis ternyata stupid juga, ya?"

Dan lagi-lagi mereka tertawa.
Terbahak-bahak seolah aku ini orang idiot yang mencoba kelihatan pintar. Dalam hatiku terasa sengatan perih yang merobek dan mengiris perasaanku. KENAPA PARA HOMOPHOBIC INI SELALU SOK TAU DAN MERASA DIRINYA BENAR?!

Aku gemetaran, antara takut dan marah. Aku menunduk menatap lantai, mencoba menahan diri untuk nggak bertindak ceroboh, bahkan kalau bisa, aku terima ejekan-ejekan itu dengan lapang dada. Karena mau gimana lagi? Mereka lusinan. Aku satu orang. Di lihat dari sudut manapun, aku kalah telak.

"Lo tuh najis! Haram!" sentak Derry kemudian. "Alergi gua ngeliat orang macem lo! Hiii... lo tuh mestinya dibantai abis! Lo tuh ngerusak keseimbangan alam!"
"Bantai aja, Der!" timpal yang lain. Beberapa malah menyahut, "Mutilasi! Mutilasi!"

Aku menghela napas, dan sekali lagi—mungkin untuk kesejuta kalinya—menenangkan diriku yang panik. Selintas aku berpikiran untuk kabur, tapi melihat Mahobia cungkring di belakangku, dan arah kabur satu-satunya yang menuju toilet, which means: jalan-buntu-dan-sama-aja-boong, membuatku urung untuk kabur dari bullying menyebalkan ini.

Aku harus bertahan, tegarku dalam hati. Aku harus bertahan.

"Ini nih, yang bikin Aceh kena tsunami!" lanjut Derry sambil meludah ke kakiku. "Gua nggak abis pikir, bisa-bisanya ada cowok yang napsu ama cowok lagi! Otak lu tuh konslet atau apa, hah? Lu kesurupan?!"

KADANG CUPID TUH TOLOL (KCTT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang