Kadang Cupid Tuh Tolol! Chapter 10 (2)'s All About Magic

1.7K 98 1
                                    

Maaf ya baru update lagi hehe, soalnya sedang sibuk banget kuliah d smester akhir ini menuju wisudanya
Doakan aku ya supaya bisa wisuda bulan depan, dan update an ini bakal ku kelarin hehehe

Jangan lupa vomentnya ya, daaan next chapter bakal aku private kayaknya deh, jadi yang mau baca next chapt' bisa di follow dulu saya nya kakaaak ☺️😳

Happy reading guys...

Pertama, dia kelihatan berumur di bawah 30 tahun. Manusia berumur 30 tahun mana yang sudah kenal Granny sejak dulu dan menjelaskannya seolah sudah ketemu Granny sejak usia Granny 20.

Kedua, apa maksudnya waktunya sudah dekat?

Dan ketiga, ketika aku kembali ke dapur untuk mematikan kompor, aku melihat Bello sedang galau di depan workshop. Aku menghampirinya dan dia langsung melayang pergi melihat kedatanganku. Tapi sebelum dia menyadari kehadiranku, aku sempat mendengar kata-kata terakhirnya.

"Waktunya sudah dekat... Waktunya sudah dekat..." Diulang-ulang seterusnya sampai dia benar-benar lenyap.

Jelas, "waktunya sudah dekat" pria itu ada hubungannya dengan "waktunya sudah dekat" Bello. Ini sebuah misteri, bukan?

-XxX-

Nggak perlu waktu lama bagiku untuk bertemu misteri berikutnya. Saat itu aku sedang menghabiskan mie rebusku—mie mengembang karena kelamaan direbus—ketika pintu depan kembali diketuk.

Kali ini aku mengintip dari jendela, waspada kalau-kalau pria menyeramkan tadi datang lagi. Namun, ternyata ada seorang wanita cantik di depan teras. Wanita itu mengenakan gaun putih polos yang dililit-lilitkan di sekujur tubuhnya, mirip gaun wanita Yunani. Bahkan wajahnya pun agak-agak mediterania, dengan rambut bergelombang, bulu mata lentik, dan tatapan mata wanita latin.

"Ya? Ada yang bisa dibantu?" sapaku saat membuka pintu.

Wanita itu mendongak dengan anggun dan langsung meneliti wajahku. Kedua bola matanya bergerak menatap satu persatu lekuk di wajahku. "Oh, Dennis?"

Dennis lagi.

"Bukan, saya bukan Dennis."
Wanita itu mendesah lega. Seolah jika benar aku Dennis, maka dunia sudah kiamat.
"Saya kirain kamu Dennis. Penampilan kamu... beda."
"Emangnya mbak tahu di mana Dennis?"

"Tahu." Dia mengangguk-angguk mantap. "Begini, saya nggak punya waktu banyak. Saya lagi nyari Allya sebetulnya, tapi saya tahu Allya lagi nggak ada di rumah ini. Boleh saya titip pesan?"

Jujur saja aku agak nggak mendengarkan ucapan wanita itu barusan. Otakku langsung berhenti saat dia bilang "tahu", karena jantungku langsung berdebar dan hatiku dipenuhi berbagai macam harapan.

"Mbak tahu di mana Dennis? Di mana?" tanyaku bersemangat.

Sudah dua minggu aku mencari-cari Dennis. Sejak residual energy terakhir itu, aku mati-matian melacak keberadaan Dennis. Which is quite a bullshit, karena petunjuk segede tahi lalat pun nggak kutemukan.

Berhari-hari aku berharap aku bisa melihat residual energy baru yang menunjukkan ke mana Dennis terakhir menghilang. Tapi kejadian di workshop itu adalah residual energy terakhir yang kulihat. Aku sempat pergi ke Cisarua Lembang, mengintip kediaman ibunya Bang Dicky dan berharap ada sesosok remaja yang dinamakan Dennis sedang berkeliaran di situ. Tapi tidak. Bahkan batang hidung Bang Dicky pun nggak nampak selama aku mengintip tersebut.

Aku juga akhir-akhir ini terobsesi mencari pemuda-pemuda yang wajahnya mirip Dennis. I mean, aku kan tahu rupa Dennis saat dia masih anak kecil. Wajahnya saat dewasa pasti nggak jauh beda. Aku hanya tinggal membayangkan badannya lebih besar... mungkin alisnya lebih tebal, seperti Bang Dicky... dan mata sendunya yang nggak bisa dilupakan itu... dan kadang aku berharap dia mengenaliku di tengah jalan, lalu menghambur ke arahku, memelukku dan berteriak, "Agas! Its been a long time..." atau apapun itu dalam bahasa Indonesia yang lebih enak didengar.

KADANG CUPID TUH TOLOL (KCTT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang