Part 14: Protect

51 5 2
                                    

Kali ini ceritanya lebih ke masa lalu Bangsa dan Nusa, perlahan mulai coba aq ungkap biar nyambung, berhubung kedepan bakal lebih complicated..., Bangsanya juga jadi cengeng amat di chap ini..., hohoho..., aq iri dengan orang yang bisa nangis ngeluapin emosinya tanpa perlu di tahan, expecially for our lovely one... enjoy...



Brak!!

"Daddy!?," sambut Bangsa terkejut sekaligus senang, pria berambut coklat dengan mata biru bening itu menatap putranya dengan nafas masih terengah, saat melihat istrinya yang mengintip dari dapur, Pria itu segera menaiki tangga menuju lantai atas.

"bawa anak-anak!, kita harus pergi sekarang!," perintahnya cepat membuat Nia sang istri tak membuang waktu, segera menghampiri anak bungsunya yang memang sedang bermain bersama Bangsa. Seperti mengerti dengan kegelisahan orang tuanya, Nusa mulai menangis takut.

"cup...cup..., my sweet baby boy..., tak apa..., semua baik-baik saja...," ucap Nia seraya menepuk-nepuk kepala anaknya dengan lembut. Melihat suaminya sudah kembali turun dari lantai atas seraya membawa sebuah tas cukup besar, Nia menarik tangan Bangsa dan mengekori suaminya keluar dari rumah. Membelah halaman rumput mencoba mencapai mobil yang terparkir tepat di samping jalan. Hanya saja langkah kaki pria itu terhenti saat melihat beberapa motor dan mobil berhenti di sekitar rumah mereka. Dengan segera ia berbalik mengendong Bangsa dan berlari membawa istri dan anak-anaknya memutar rumah, ia tahu mereka juga akan menghadang di halaman belakang, maka dengan segera ia menerobos semak-semak di samping rumah, mencoba menerobos hingga memasuki pekarangan rumah tetangga mereka, ia tak berhenti hingga merasa mereka sudah cukup jauh berlari.

"maaf Nia my lovely wife..., aku membuatmu dan anak-anak kita dalam bahaya. Aku akan memberimu illusion kinesis..., hati-hati karena ini akan berbahaya, jaga anak-anak kita..., jangan berbalik dan segera hubungi Dr. A," ucap pria itu serius, dengan tangan gemetar menghapus air mata istrinya dan mengecup dalam bibirnya, saling mengadu dahi dan menghela nafas diantara sesak dadanya.

"Daddy akan kemana?," tanya Bangsa seraya menarik celana ayahnya dengan penasaran. Pria itu menatap anak sulungnya yang masih berusia 8 tahun dengan bangga, dengan segera memeluk erat Bangsa kemudian Nusa yang saat itu sedang di gandeng kakaknya.

"my big boy..., daddy sangat menyayangi dan bangga padamu, kau anak yang pintar dan berani, tolong daddy menjaga adikmu ya..., you have to be a real good man in the future Bangsa, promise me...," ucapnya meremas kedua bahu Bangsa dengan semangat.

"i promise u daddy!," ucap Bangsa dengan yakin, mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking ayahnya.

"hei... Nusa my baby boy..., i am so sorry..., uh... really so sorry..., Daddy love u so much...," ucap pria itu seraya memeluk erat bungsunya yang masih empat tahun itu, ia sudah tak sanggup lagi menahan air matanya. Nusa hanya menepuk-nepuk kepala ayahnya dengan riang, seakan lupa sesaat sebelumnya ia menangis histeris. Setelah mengucapkan kata-kata perpisahannya, pria itu berlari menjauhi keluarganya, berniat mencegat para pengejarnya yang mulai mendekati tempat mereka.

"Evan! We... really love u too...," ucap istrinya seraya memberi kecupan jauh yang di balas pria bernama Evan itu dengan senyuman, keluarganya perlahan menghilang saat Nia mulai menggunakan kekuatan ilusinya sehingga keberadaan mereka tak terlihat lagi. Evan kembali fokus pada orang-orang yang mencoba mendekatinya, mengarahkan tangannya membuat satu persatu tumbang dengan darah bercucuran dari setiap pori-pori mereka. Nusa mulai kembali menangis membuat Bangsa mencoba menutup mulutnya dengan tangan gemetar, Nia segera memeluk kedua anaknya tak menghiraukan darah yang mulai mengalir dari hidungnya.

"Argh!! its hurt..., really hurt!, kakak... sakit!, tolong..., tolong kak!!," suara itu hal terakhir yang ia dengar hingga Bangsa terperanjat bangun dari tidurnya.

"hah..., hah..., huff...," Bangsa mengedarkan pandangannya dan mendapati ia ada di dalam salah satu ruang di markas D'Pearl. Dengan tangan gemetar mengusap wajahnya. Keringat membasahi tubuhnya dan jantungnya masih berdetak kacau.

"kau baik-baik saja sayang?," tanya Anna dengan suara serak masih dengan mata mengantuk. Bangsa segera memeluk istrinya dan mengecup dahinya.

"aku baik-baik saja..., tidurlah kembali, aku hanya perlu minum...," ucap Bangsa membelai rambut istrinya, kemudian Bangsa segera turun dari ranjang dan keluar ruangan, berjalan di sepanjang hallway gedung lantai itu. menemukan dapur cukup besar dan meneguk minumannya sekaligus dengan obat sedativ yang mulai ia konsumsi beberapa bulan terakhir. Ia harus tetap waras. Harus..., karena Nusa masih membutuhkannya..., Nusa kesakitan..., Nusa masih belum bisa ia temukan..., hingga sekarang!!

"Argh!!!," Prank! Dengan marah Bangsa melempar gelas kosongnya hingga pecah berkeping-keping. Menutup wajahnya dengan gemetar, dadanya semakin sesak setiap detik, menit, jam, hari, minggu..., bulan..., dan ia tak ingin ini menjadi tahun!

"GODDAMMIT!!, huff... huff..., i need... i need to calm..., please..., bertahanlah...bertahanlah Nusa hingga aku menemukanmu, aku pasti menjemputmu..., sebentar lagi..., uh..., u~, ugh~," Bangsa kembali menangis dengan tangan yang meremas rambut dengan kuat, meluapkan emosinya tanpa bisa ia tahan. Sepasang tangan yang kemudian memeluknya membuat ia semakin histeris, terisak hebat menyembunyikan wajahnya di atas bahu istrinya. 

"dia sendirian..., uh..., dia kesakitan, aku... aku tak bersamanya Anna..., huwa~," Anna menggigit bibir menahan tangisnya sendiri, ia harus kuat, selalu berusaha tegar saat Bangsa hancur di setiap malam penuh mimpi buruk. Keduanya terus begitu hingga sesak di hati Bangsa mulai berkurang dan ia bisa mengendalikan dirinya lagi.

...

"kau harus tidur lebih banyak Sa..., penampilanmu menyedihkan...," ucap Juan seraya menyerahkan setumpuk berkas di hadapan Bangsa. Seakan tak mendengar ucapan sahabatnya itu, Bangsa mulai memeriksa setiap formulir berisi data itu dengan teliti. Juan menghela nafas berat. Sudah hampir delapan bulan..., ya... delapan bulan Nusa menghilang dan mereka sama sekali tak menemukan jejak apa-apa. Hingga di bulan kedua, Bangsa akhirnya menyadari mereka tak bisa terus seperti itu. dengan segera mereka mulai menyusun rencana. Bangsa tahu ini akan menuju pada hal yang lebih besar, ia tahu akan kembali bertemu Nusa dalam situasi yang lain dan ia tahu semua akan berbeda.

"Dr.C sudah kembali kemarin, kita bisa memulai semua besok, hanya butuh menjemput beberapa orang user lagi..., " ucap Juan sambil menyesap kopinya. Ya..., mereka mengumpulkan para user, anggota D'Pearl dan rekrutan baru. Juan memang sudah membentuk timnya sendiri, tapi mereka butuh dari sekedar sebuah tim mengingat Nusa sudah di tangan musuh. Juan menatap Bangsa yang saat itu menghela nafas berat. Matanya menghitam dan ia semakin pucat. Juan meringgis menatapi sahabatnya itu. ia benar-benar butuh istirahat.

"kau tidurlah dulu dan jangan membantah, biar aku yang mengurus hal kecil ini, kami butuh kau yang lebih segar dan kuat besok, kau harus melatih mereka secara langsung, kau bisa menemukan kelemahan dan keraguan mereka dan mengubahnya menjadi kekuatan. Aku butuh kau yang kuat dan berani Bangsa...,"

"aku bisa Jo..., tinggalkan saja aku, kau temui dr.C dan berkencanlah...," ucap Bangsa seraya menarik berkas lain dan membacanya. Dengan kasar Juan merampasnya.

"Wake Fucking UP Bangsa!!, jangan terus mengeluh, merajuk..., cengeng!, kau tak akan kemana-mana dengan seperti ini!, memaksa dirimu dan melupakan kesehatanmu!, Nusa sedang berjuang sekarang dan kakaknya disini terus mengurung diri dalam kesengsaraan dan kesedihan di sudut ruang kecilnya!, STOP BEING A KID!!," maki Juan seraya menerjang meja hingga kopinya tumpah. Juan mengepalkan tangannya kemudian menghela nafas kasar dan menatap Bangsa yang kini menunduk.

"cukup sudah waktu untuk menyesal dan bersedih, sekarang istirahat dan bangkit dengan semangat baru. Aku tunggu besok di fasilitas training...," ucap Juan dengan nada datar seraya mengambil kembali berkas-berkasnya dan berjalan keluar dari kantor. Bangsa merebahkan tubuhnya di atas sofa, menutup wajahnya dengan lengan.

"just wait..., wait for me Nusa...," bisik Bangsa yang perlahan mulai tertidur.

###

BIAS INGATANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang