Part 9: Discovered

92 5 3
                                    

Anna memang bergerak cepat, siang itu juga ia membawaku ke kantor kepolisian untuk menemui kepala unit tugas yang khusus menangani kasus kriminal. Kami sudah akan memasuki gedung megah itu saat seseorang berpapasan dengan kami. Anna segera berbalik menarik tanganku dan mencoba mengejar orang itu.

"Tuan Hamming..., selamat siang, maaf saya mengganggu...," sapa Anna yang kini sudah berdiri menjegat pria tengah baya itu. Jefry Hamming, Rambut coklatnya mulai beruban tapi tubuhnya tetap tegap atletis dengan tinggi yang menjulang.

"oh..., bukannya kau Annabelle polwan yang baru bertugas hari ini?, apa ada yang bisa ku bantu?," tanya pria itu cukup ramah.

"kami ingin menanyai anda masalah penculikan dan kasus yang anda tangani saat ini," ucapku tanpa basa-basi sambil merangkul Jefry dari belakang. Anna mendelik padaku namun aku tak peduli membuat Anna menghela nafas kesal. Aku hanya tersenyum lebar melihat tingkah lucunya.

"siapa kau dan apa maksudnya ini Anna?, tak ada kasus yang bisa kau ketahui dariku," ucap Jefry dengan suara berat menggambarkan bagaimana ia merasa terganggu, dengan kasar menepis lengan ku dari bahunya. Karena kontak singkat itu aku bisa menggali info cukup untuk mengetahui sejauh mana ia melakukan penyelidikan, dan itu bisa menjadi senjataku membujuknya.

"kau tak pernah mendapatkan petunjuk lebih selain kamera cctv yang menunjukkan para korban berjalan dan menghilang di tempat yang acak. Tak bisa menemukan gambaran pelaku dan tempat yang mungkin bisa menjadi sarang pelaku. Tuan Hamming..., aku pernah sangat bersyukur karena kau tak mengabaikan surat kaleng yang nyasar ke kantor kepolisian 3 tahun lalu, dan kuharap kau juga tak akan mengabaikanku kali ini," ucapku panjang lebar sambil tersenyum puas melihat raut Jefry yang terkejut dan kemudian menatap ku dengan tatapan serius. Sukses...

"ikut aku," ucap pria itu membuat Anna menatap ku dengan senyum lebar, sedikit berjingkrak senang membuat ku terkekeh kecil. Segera saja kami bergegas mengekori Hamming dan masuk ke dalam mobil yang parkir tepat di depan kantor kepolisian itu.

.

.

.

Angin dingin menerpa wajahnya saat dengan gegabahnya ia mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi. Berusaha melombai lampu lalu lintas yang perlahan berubah warna menjadi merah. Merasa masih ada kesempatan untuk maju, iapun menerobos. Bunyi klakson dari arah kanan membuat ia tersentak. Sama sekali tak menyadari keberadaan truk itu karena persimpangan itu berada di lorong dari gedung-gedung tinggi yang menghalangi pandangan. Dalam sekejab, sepeda motornya tertabrak, menyeretnya hingga beberapa meter, naas baginya saat ia terperosok di antara ban-ban raksasa truk. Diantara keterkejutan, horor, dan kesakitannya, ia bisa merasakan benda dari karet keras itu mencoba melewatinya, memperdengarkan derak retak tengkoraknya, dan sakit yang mengerikan di dalam kepalanya hingga...

Braash!!!

"Nusa!!," itulah yang terdengar di telinganya yang sesaat berdengis. Nusa terkesiap kemudian berusaha menarik nafasnya dengan tergesa, tubuhnya membeku dengan keringat dingin yang membuatnya menggigil. Nusa menyadari ia baru saja kena serangan dan saat ini Daniel menatapnya dengan tatapan khawatir.

"hei kau baik-baik saja?," tanya Daniel yang akhirnya bisa lega saat Nusa telah tersadar. Tapi Nusa masih saja menggigil. Daniel panik saat menyadari Nusa yang mulai mengerang di sebelahnya. Bagaimanapun ia berusaha menyadarkan Nusa, sama sekali tak ada hasilnya. Sebenarnya mereka sedang di mobil untuk menemui ayahnya, ia memperbaiki posisi borgol Nusa hingga kini kedua tangan Nusa terpasung lebih nyaman dari depan. Tak lama Nusa langsung tertidur dengan lelap, sama sekali tak sanggup lagi menahan kantuknya. Tapi sial Daniel berhenti tepat di persimpangan yang baru saja menelan korban tabrakan pagi hari itu. Nusa yang dalam kondisi tanpa pertahanan tentu saja mudah terserang.

BIAS INGATANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang