Bab 1

11.9K 702 10
                                    

'We don't meet people by accident, they are meant to cross our path for a reason'

- Unknown -


Theo Lee tertegun, memandang selembar foto dengan tulisan yang hampir pudar dan laki-laki berpostur tinggi yang berdiri di hadapannya bergantian. 113 Sims Avenue. Ini tempat yang benar, tetapi tidak dengan penghuninya. Ia melihat ke kiri dan kanan, pada nomor-nomor dan papan plat nama di pintu kamar yang lain. Tidak ada nama penghuni lain yang bernama belakang Cheung selain laki-laki di hadapannya.

Ragu-ragu ia bertanya, "Alex... Cheung?"

"Itu aku," si laki-laki yang sejak tadi berdiri di ambang pintu dan menatapnya bosan itu mengangguk sekilas.

Theo menelan ludah, mendapat kepastian bahwa laki-laki itu memang orang yang dicarinya. Lalu ia tersadar, foto itu dikirim empat tahun yang lalu. Tentu saja waktu sudah mengubah banyak hal. Lenyap sudah bayangan tentang laki-laki baik yang Theo ingat. Ia tidak percaya melihat begitu banyak perubahan drastis yang terjadi pada diri Alex Cheung bila dibandingkan dengan foto yang mendiang ibunya berikan.

Alex Cheung memang tampan. Tampan tetapi menyeramkan. Ramput pirangnya berubah jadi keputihan, nyaris sepucat salju di bawah bias sinar matahari. Surainya jatuh menutupi separuh dari mata tajam yang menatap Theo lekat. Sorot pandang itu dingin dan tak bersahabat. Bibirnya agak merengut dan kaku, seperti ada lem yang membuatnya selalu terkatup rapat. Lalu, ada beberapa tindikan di telinganya, menambah kesan menakutkan, melebihi pakaian serba hitam yang dikenakan laki-laki itu.

"Kau butuh sesuatu denganku?"

Suara tak sabaran itu menyadarkan Theo dari lamunannya. Ia mendongak, mendapati mata Alex terkunci pada foto yang berada di tangannya. Tanpa sadar, jari-jarinya mengerat, memegang foto itu lebih kuat dari sebelumnya.

"Ah, foto itu," ujar Alex, seakan ia baru saja mengingat sebuah hal penting. "Ibumu masih menyimpannya, huh?"

Theo mengangkat satu alis tinggi-tinggi. "Jadi kau memang mengenal baik ibuku?"

"Tentu saja." Alex setengah mendengus, menyibakkan surai-surainya ke samping wajah. Keningnya agak mengernyit saat seberkas sinar matahari menyilet tepat ke matanya. Ia memayungi matanya dengan tangan dan mundur selangkah. "Itu foto yang aku kirim ke Bibi Lee sebelum aku mengecat rambutku."

"Aku bisa melihatnya," gumam Theo, sekali lagi memperhatikan setiap helai dari rambut yang berwarna pirang pucat itu, agak terkesima. Bila ibunya masih hidup, mungkin wanita itu akan terkejut dan kecewa, melihat perubahan drastis Alex Cheung dari seorang laki-laki baik menjadi laki-laki berpenampilan seperti berandal, pikir Theo.

Ia melirik Alex dari sudut matanya. "Kau mungkin belum tahu, ibuku sudah meninggal setengah tahun yang lalu. Minggu depan adalah peringatan satu tahun kematiannya."

Alex bergerak sedikit. Ekspresi terkejutnya terlihat oleh Theo dalam sepersekian detik. Tetapi secepat rasa kaget itu muncul, secepat itu pula wajahnya menjadi datar lagi. "Kau harus tahu," ucapnya memulai, setelah tertegun beberapa detik, sambil mengeluarkan rokok dari kantung celana, dan menyalakannya dengan pemantik. "Aku berhutang banyak pada Bibi Lee." Kata-kata itu terdengar tulus. Ia meneliti Theo dari ujung kaki hingga ke ujung kepala, lalu menghisap ujung rokoknya. "Tapi bukan berarti aku bisa jadi pengurus kutu buku sepertimu."

When Love Comes Along [G| Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang