Bab 3

5.7K 536 9
                                    

Ia selalu merasa dirinya bukan tipe orang yang melankolis, tetapi duduk di balkon, memejamkan mata dan menikmati angin bagi Theo adalah hal yang menyenangkan. Ia menyukai bagaimana suara embusan angin terdengar begitu menenangkan di telinganya, juga bagaimana embusan itu menyapu wajah dan memainkan anak-anak rambutnya.

Ia akan duduk bersandar di dinding selama beberapa menit, membayangkan kampung halamannya, dan merenung. Di antara gedung-gedung bertingkat, hingar bingar jalan yang ramai, dan suara radio dari tetangga di lantai atas yang selalu memutar musik kuno, balkon kamar yang sempit dan dipenuhi jemuran adalah satu-satunya tempat untuk melepas penat.

Tetapi hari Minggu itu hujan turun dengan deras. Yang bertiup kencang adalah angin dingin, disertai butir-butir halus dari air yang menampar wajahnya. Langitnya berwarna kelabu, merata di seluruh tempat. Hujan akan turun dalam waktu yang cukup lama, pikir Theo. Ia sedang memandang jauh ke depan, ke orang-orang yang berteduh toko-toko pinggir jalan dan payung berwarna-warni di setiap ruas jalan ketika pintu di sebelah kamarnya terayun, terbuka.

Seorang laki-laki dengan wajah familiar keluar, mengunci pintu kamarnya dan melongok ke keranjang di dekat tangga. Ekspresinya berubah kecewa saat tak mendapati satu pun payung yang tersisa di sana. Pemilik flat sengaja menyediakan payung-payung untuk para penghuni, sayangnya jumlah itu terbatas.

Laki-laki itu. Theo mengenalinya. Laki-laki yang bersama Alex dan mampu membuat si kaku itu tersenyum dengan cara yang tidak biasa. Tingkat kesabarannya pasti sangat tinggi dan melihat garis wajah yang lembut itu, sedikit banyak Theo bisa mengerti kenapa laki-laki itu bisa tahan dengan Alex. Wajah itu menunjukkan jika si pemiliknya memiliki sifat hangat dan terbuka pada setiap orang yang dijumpainya.

Theo hanya agak terkejut dengan dirinya sendiri ketika tiba-tiba ia membuka pintu kamar, mengambil payung di samping rak sepatu, kemudian menyodorkannya pada si laki-laki yang sedang memakai jaket dan berusaha menutupi seluruh kepalanya dengan hoodie.

"Sungguh?" laki-laki itu bertanya dengan mata agak melebar. "Kau tidak membutuhkannya?"

"Aku punya payung lebih," kata Theo. "Dengan hujan selebat ini, kau akan basah kuyup sebelum mencapai halte bus."

Laki-laki itu menerima payung yang ditawarkan Theo dan tersenyum dengan bibir kaku, tampak jelas kedinginan. "Terima kasih," ucapnya, sembari menaikkan risleting jaket. "Kau sangat baik. Aku bahkan belum tahu namamu. Kau baru saja pindah, bukan?"

Theo mengangguk. "Satu minggu yang lalu."

"Benar. Kita belum sempat bertemu karena aku selalu sibuk belakangan ini. Namaku Lennard," katanya, mengulurkan tangan dengan sopan.

Theo menyambut uluran tangan itu dan menyebutkan namanya.

"Nama yang bagus. Sesuai dengan wajahmu yang manis." Lalu, seakan-akan sadar bahwa ucapannya terdengar ambigu, Lennard buru-buru menambahkan, "Oh, aku tidak bermaksud begitu. Maksudku, kau punya wajah yang selalu terlihat awet muda," ucapnya seraya tertawa.

Theo mengerjap, lalu ikut tertawa rendah. Bila ia seorang perempuan, pujian itu akan membuatnya tersanjung. Tetapi ia seorang laki-laki dan anehnya, alih-alih merasa tersinggung, Theo tidak merasakan apa-apa. Seolah laki-laki dengan wajah manis adalah hal yang umum. Kenapa? Apa karena ia sudah terbiasa mendengar orang-orang memuji wajah manisnya sejak kecil? Theo tidak yakin. Dan jika sebelum dilahirkan seseorang boleh memilih bentuk wajah, ia lebih menginginkan tipe wajah yang lebih dewasa.

Seperti Lennard, mungkin. Ia memiliki satu lesung pipit di bagian pipi kirinya. Matanya seperti mata laki-laki Asia pada umumnya dan garis senyumnya sangat lebar, tapi kedua hal tersebut adalah perpaduan yang sempurna. Siapa pun akan setuju dan menganggap Lennard adalah laki-laki yang atraktif. Termasuk Alex. Dan Theo baru ingat, sudah beberapa hari belakangan ini ia tidak melihat batang hidung laki-laki itu. Bukan berarti ia ingin bertemu Alex juga, Theo mengendikkan bahu, mengenyahkan pikiran tersebut jauh-jauh.

When Love Comes Along [G| Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang