“Being deeply love by someone gives you strength,while loving someone deeply gives you courage.”
- Lao Tzu -
.“Waktu itu… kenapa kau mau menerima tawaranku?”
Theo berjalan di sebelah Alex pagi itu, menoleh dengan pandangan bingung karena ucapannya yang tiba-tiba keluar dari topik perbincangan mereka. “Waktu itu?”
“Waktu kita bertemu lagi,” Alex mengambil langkah pelan, menuruni tangga menuju stasiun MRT. “Lebih tepatnya,” dia melirik Theo sekilas, “kenapa kau percaya padaku?”
Theo mengingat bagaimana pertemuannya dengan Alex. Ingatan itu masih terasa sangat segar, bagaimana dia menahan beban keraguan yang sangat besar sebelum datang ke Singapura, atau bagaimana dia berusaha menguatkan dirinya untuk datang ke flat Alex dan mengetuk pintu kamar laki-laki itu.
Waktu itu, dalam pikiran Theo hanya ada satu hal, yaitu dia tidak mau melakukannya. Dia tidak mau bertemu Alex. Namun, dia harus mengikuti kemauan ibunya dan Theo tidak memiliki pilihan lain.
Jadi… kenapa dia mempercayai Alex?
Theo menelengkan kepala. “Karena aku percaya pada ibuku,” jawabnya. Lalu, “Kalau aku bilang bahwa aku tidak ragu-ragu saat melihatmu ketika itu, aku jelas berbohong.”
Alex tersenyum tipis.
“Aku tahu kalau kau bukan orang jahat. Penampilanmu menakutkan dan sikapmu terkadang menyebalkan, tapi ada kebaikan dalam dirimu. Aku hanya merasa kau berusaha menyembunyikan semuanya dengan bersikap dingin.”
“Kau tidak takut padaku?”
“Awalnya sedikit.” Theo berkata jujur dan sewaktu Alex tertawa kecil, dia melakukan hal yang sama. “Rasanya sangat aneh,” ujarnya.
Alex menatap Theo, menunggu laki-laki itu membuka mulut lagi.
“Kau terlihat seperti orang asing, tapi di saat yang bersamaan, aku merasa sangat mengenalmu.”
“Itu karena aku terlalu memanjakanmu dulu,” sahut Alex. “Aku bahkan tidak pernah memanjakan kekasihku.” Dia berjalan lebih dahulu, menyentuhkan kartu transportasi ke mesin, melewati portal dan menunggu Theo di seberang.
Mereka berdiri berdampingan di belakang garis kuning, menunggu kedatangan kereta di peron.
Stasiun mulai dipadati orang-orang dan pekerja. Alex berdiri di depan Theo sewaktu kereta tiba dan penumpang dari dalam turun. Mereka mengambil tempat duduk di gerbong paling belakang yang lebih lengang, bersama seorang penumpang usia lanjut.
Ketika kereta mulai melaju, Theo memandang Alex, mengingat ucapan terakhir dari laki-laki itu yang mengusik pikiran dan mengundang keingintahuan yang begitu besar dari dalam dirinya.
“Kau bilang sebelumnya, kau tidak pernah memanjakan kekasihmu,” Theo berkata pelan, tiba-tiba dalam hati merasa takut mendengar respon Alex. “Kau punya… seorang kekasih?”
Alex tidak langsung mengatakan apa-apa. Alih-alih, matanya merayap ke samping, menemui mata Theo, dan menyusuri setiap lekuk wajah pemiliknya. “Dulunya,” dia menjawab pelan, hampir menyerupai bisikan. “Kupikir aku menyukainya, tapi ternyata tidak. Aku terlanjur menyimpan satu nama yang tidak bisa digantikan oleh siapa pun.”
Mendengarnya, Theo tersenyum kecut. Ada satu cubitan kecil di hatinya. “Kau pasti sangat menyukainya.”
“Cinta,” Alex mengoreksi.
Theo mencengkeram tas kerjanya. Satu cubitan lagi. “Jadi,” dia menarik napas dalam-dalam, “apa yang terjadi dengan kalian?”
Alex mengalihkan muka ke depan. Di balik ekspresi rata pada raut wajah Theo, ada suara yang bergetar dan terbata. Dia melihat refleksi Theo yang terbayang di jendela kaca kereta di hadapannya dan tahu, laki-laki itu bersikeras untuk mendapatkan kebenaran yang ingin diketahuinya. Kebenaran dari rahasia yang ingin Alex simpan seorang diri karena dia sudah merasa puas hanya dengan berada di dekat Theo.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Love Comes Along [G| Completed]
General FictionTheo Lee tidak memiliki banyak ingatan di masa kecil. Ketika ibunya, satu-satunya keluarga yang ia miliki, meninggal, Theo harus pergi ke Singapura untuk menemui seorang laki-laki bernama Alex Cheung sebagai permintaan terakhir dari ibunya. Alex Che...