Donghae

519 41 12
                                    

Aku selalu membayangkan diriku sendiri sebagai seorang pemain sepakbola. Atau penyanyi, karena suaraku nggak jelek-jelek banget. Atau penari, karena aku bisa menari. Atau aktor, karena aku punya tampang yang kelewat ganteng.

Oke, sebut saja diriku narsis, tapi itu memang kenyataannya.

Aku sama sekali nggak pernah kepikiran, sepanjang hidupku, untuk menjadi seorang detektif swasta. Aku tahu, aneh banget, kan? Seseorang dengan tampang sepertiku malah memilih menjadi detektif swasta dengan bayaran yang kadang kurang dari cukup dan penuh keringat. Percaya padaku, aku sendiri nggak pernah memilih untuk menjadi seperti ini.

Itu dulu, sebelum aku sudah cukup besar untuk tahu bahwa ibuku dibunuh, ayahku kabur, dan aku harus hidup berdua dengan adik perempuanku yang manis. 

Sebagai seorang cowok sejati, tentunya aku harus mencari uang sendiri, demi menghidupi aku dan adikku. Oke, aku tahu Paman Lee masih ada dan dengan sukarela menampung kami di rumahnya--berhubung rumahnya cukup besar dan punya banyak kamar. Paman Lee memang hidup sendirian, dan kehadiran kami di rumahnya tentu membuat suasana menjadi lebih ramai. Tapi, aku sudah memiliki prinsip untuk hidup dengan tidak bergantung pada orang lain. Aku hanya nggak mau menambah beban Paman Lee yang sudah tua itu saja.

Dan lagi, sebagai anak laki-laki tertua di keluarga, aku merasa wajib untuk mencari ayahku yang brengsek dan meminta pertanggung jawabannya terhadap aku dan adikku. Maksudku, astaga, kami bahkan ditinggalkan begitu saja saat dia ditetapkan sebagai tersangka utama dalam kasus pembunuhan ibuku, meninggalkan aku dan adikku yang saat itu baru berumur lima tahun.

Aku memang benar-benar nggak tahu dimana si tua bangka itu sekarang, tapi aku yakin, dia pasti nggak akan sampai kabur ke luar negeri. Terlalu riskan, mengingat statusnya sebagai buronan di kepolisian se-Korea Selatan ini. 

Jadi begitulah, alasan kenapa aku mau-maunya membuka jasa detektif swasta bersama adik kecilku--namanya Yuri, yang sekarang nggak pernah mau kupanggil adik kecil lagi. Kami berdua menerima permintaan kasus dari banyak tempat, dan sejauh ini sudah banyak kasus yang berhasil kami pecahkan. 

Well, kasus yang kami tangani juga nggak berat-berat amat sih. Rata-rata hanya kasus kehilangan barang, kasus pencurian uang, pokoknya yang kayak gitu. Tapi, jangan remehkan kemampuan kami ya. Kami bisa menyelesaikan kasus kurang dari satu minggu, dan sejauh ini, kami sama sekali nggak mengalami kesulitan. Karena kemampuan kami dalam memecahkan masalah dengan cepat, nama kami berdua sebagai detektif swasta semakin dikenal.

Seperti saat ini.

Kami baru saja menyelesaikan kasus kehilangan barang dari seorang nenek di daerah Gangnam, dan kami hanya butuh waktu tiga hari untuk menyelesaikannya. Nenek itu meminta bantuan kami untuk menemukan guci mahalnya yang hilang--atau dalam kasus ini, dia lupa menaruhnya dimana, jadi kami membantu untuk mencarikannya. Kami menggeledah rumah si nenek yang besarnya seperti istana itu, bertanya kepada tetangga dan saudara-saudaranya, sampai akhirnya Yuri menemukan guci itu di lemari pakaian si nenek.

Yah, namanya juga sudah tua. Wajar kalau dia lupa menaruh barang-barangnya, kan? Sekalipun Yuri terlihat sebal karena merasa sudah dikerjai oleh si nenek, toh, aku nggak bisa protes, soalnya si nenek memberi kami bayaran yang cukup lumayan. 

Kalau di lihat-lihat, pekerjaan kami ini lebih mirip tukang-cari-barang-hilang daripada detektif swasta. Miris.

Selesai dengan kasus si nenek, Yuri menerima e-mail permohonan penyelesaian kasus dari seseorang bernama Im Yoona yang bercerita bahwa liontinnya baru saja hilang. Dilihat dari cara penyampaian Yoona dalam e-mailnya, sepertinya liontin itu adalah benda yang benar-benar penting dan mahal. Jadi, tanpa pikir panjang aku langsung tancap gas menuju lokasi yang diberitahu Yoona, karena aku yakin seratus persen kami bisa menyelesaikan kasus ini secepat kasus-kasus sebelumnya.

Lagipula, aku juga penasaran ingin bertemu dengan seseorang bernama Yoona ini. Sepertinya aku pernah mendengar namanya sebelumnya. 

Hanya perlu waktu tiga puluh menit lalu kami sudah sampai di Green Season Cafe. Awalnya, Yoona menyuruh kami untuk datang ke rumahnya saja, tapi kemudian dia meminta kami untuk bertemu dengannya di cafe ini dengan alasan sedang banyak tamu di rumahnya. Entahlah, mendengar alasannya itu menimbulkan sedikit rasa curiga di hatiku, membuatku semakin tertarik untuk mencari barang yang hilang ini.

Siapa tahu ada sesuatu yang lebih besar dari sekedar liontin yang hilang, kan?

Eh, tapi ini baru perkiraanku saja, sih. 

Cafe ini nggak terlalu ramai seperti perkiraanku, mungkin karena hari ini bukan hari libur jadi nggak terlalu banyak pengunjung yang datang. Aku melihat seorang gadis, usianya kurang lebih 20 tahunan, dengan rambut panjang terurai rapi, riasan natural tapi tetap menonjolkan wajahnya yang cantik, dan pakaian kasual yang terlihat mahal. Gadis itu duduk di salah satu kursi yang berada dekat dengan jendela, berkali-kali melirik kearah jam tangannya yang berwarna silver berkilauan. Aku yakin seratus persen kalau gadis itu adalah Yoona.

Yuri dengan pedenya berjalan mendekati gadis itu, sementara aku mengikuti dibelakangnya.

"Im Yoona?" tanya Yuri, kemudian gadis itu mendongakkan kepalanya, menatap kami berdua dengan mata bulatnya.

"Ah, kalian berdua pasti Donghae dan Yuri, ya?" Yoona balik bertanya, sebuah senyum kecil tersungging di bibirnya yang tipis.

Wow, dia cantik.

"Akhirnya kalian datang juga, silahkan duduk. Mau pesan minuman apa?"tanyanya, sementara kami duduk di kursi di hadapannya.

"Ah, tidak perlu repot-repot, Yoona-ssi." jawab Yuri sopan. Ya ampun, dasar polos.

Setelah berbasa-basi sedikit, Yoona baru menceritakan masalahnya kepada Yuri, sementara aku, seperti biasa, menjadi pendengar dan penasihat yang baik.

"Liontinku hilang di kamar mandiku kemarin. Saat itu, aku hendak berganti pakaian dan liontin itu mengganggu gerakku, jadi aku menyimpannya di depan cermin kamar mandi. Begitu aku kembali, liontin itu sudah hilang. Aku sudah mencarinya ke seluruh pelosok rumah tapi tetap tidak bisa menemukan liontin itu dimanapun. Aku pikir liotin itu pasti terjatuh ke lubang air atau semacamnya, tapi menurut nenekku, liontin itu dicuri."

Aku membelalakkan mataku, sementara Yuri terlihat tertarik dengan kisah Yoona.

"Boleh aku tahu kenapa liontin itu bisa sampai dicuri?"

Yoona mengangguk. "Liontin itu peninggalan turun temurun dari nenek buyutku, terbuat dari permata asli dan harganya 800 milyar won."

"800 MILYAR WON?"tanyaku, tanpa menyembunyikan rasa terkejutku yang pasti terlihat norak banget.

Yuri menginjak kakiku pelan, tapi aku tahu pasti dia juga sama terkejutnya denganku.

"Iya, soalnya liontin itu barang langka sih. Makanya, aku takut kalau sampai liontin itu jatuh ke tangan orang yang salah. Kalian tolong bantu aku, ya..." ucap Yoona.


Hmm, sepertinya kasus ini semakin menarik.

The Lost Diadem Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang