Yuri

287 31 5
                                    

Jadi begini ya situasi di rumah sakit.

Jujur saja, aku sudah lama banget tidak menginjakkan kakiku di tempat seperti ini, di tempat yang bau obat dan penuh dengan orang-orang sakit. Sebenarnya aku tidak ada masalah sih, dengan rumah sakit dan sebagainya, tapi.... Gitu deh.

Setidaknya, aku masih mau dibawa ke tempat ini, tidak seperti Donghae yang langsung menolak mentah-mentah ketika diajak ikut.

Dasar payah.

Beralih dari masalah rumah sakit, aku, Yoona dan Seulgi menunggu Jongin yang tengah ditangani oleh para dokter di ruang UGD. Aku memang tidak mengerti dunia kedokteran dan semacamnya sih, tapi aku tahu kalau seseorang dimasukkan kedalam ruang UGD berarti kondisinya benar-benar gawat.

Yoona bersandar pada dinding, berkali-kali mengecek ponselnya dan sesekali membalas pesan dari seseorang yang aku duga adalah ibunya, sementara Seulgi duduk di salah satu bangku panjang di ruang tunggu, berdoa. Aku curiga cewek ini menyukai Jongin.

Aku berdiri disamping Yoona, dan tidak banyak yang bisa kulakukan selain memainkan ponselku dan melirik jam, menghitung berapa banyak waktu yang telah berlalu.

Rasanya waktu berjalan lambat sekali.

Pintu ruang UGD terbuka, lalu seorang pria dengan pakaian yang mirip celemek, memakai masker dan sarung tangan karet penuh dengan noda darah keluar dari ruangan itu. Dia pasti dokter.

"Keluarganya Kim Jongin?" tanya pria itu.

Seulgi langsung bangkit dari tempat duduknya, sementara Yoona dan aku berdiri menghadap dokter itu.

"Ya?" tanya Yoona.

Pria itu menghela napasnya.

"Beruntunglah Jongin, luka yang dideritanya tidak terlalu parah, tapi dia kehilangan lumayan banyak darah. Kami mempunyai persediaan darah yang sama dengan golongan darahnya, jadi tidak ada masalah. Sekarang dia akan di pindahkan ke ruang IGD dan mendapat pengawasan khusus selama 24 jam kedepan."

Aku menghela napas lega. Syukurlah, aku tidak bisa membayangkan apa jadinya jika ada seseorang yang meninggal karena kasus ini.

"Terima kasih banyak, dokter." kata Yoona sopan, sementara Seulgi mulai menangis di sampingnya. Tuh kan, aku yakin banget Seulgi suka sama Jongin.

Berhubung Jongin sudah dinyatakan baik-baik saja, sekarang aku penasaran siapa orang bejat yang tega melakukan hal ini kepadanya.

Aku merogoh ponselku lalu menelepon Donghae. Seperti biasa, kakakku itu selalu mengangkat telepon dengan cepat, kadang seperti orang yang kesetanan.

Nah, kalian pasti sudah tahu isi percakapanku dan Donghae yang menyebalkan itu, kan?

Akhirnya, setelah aku selesai menelepon kakakku, aku dan Yoona kembali ke rumah menggunakan taksi sementara Seulgi menjaga Jongin yang masih dalam keadaan tidur--atau dokter bilang, efek obat bius.

Perjalanan dari rumah sakit tidak memakan waktu yang lama. Entah karena jalanan di kota ini benar-benar sepi atau memang si supir taksi ngebut. Pokoknya, kurang dari sepuluh menit kami sudah tiba di rumah.

Kami masuk lewat pintu depan--dan harap dicatat, ini pertama kalinya bagiku memasuki rumah ini secara wajar mengingat sebelumnya aku masuk lewat pintu dapur seperti maling.

Kami berjalan melewati ruang tamu yang luasnya luar biasa, dengan foto keluarga besar-besar di salah satu dindingnya. Aku bisa melihat foto Yoona yang diapit oleh kedua orangtuanya, nenek Im, dan seorang laki-laki tua yang kuduga sebagai kakek Im.

The Lost Diadem Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang