Donghae

257 29 6
                                    

Dari dulu, aku suka berkemah.

Aku memang bukan tipe anak yang pintar semasa sekolah dulu, tapi setiap ada kegiatan berkemah, aku pasti selalu ikutan. Aku nggak pernah ketinggalan satupun kegiatan kemah yang diadakan sekolahku. Gini-gini juga aku anak yang aktif.

Jadi, seharusnya hari ini aku senang bisa 'berkemah' di rumahnya Yoona. Di ruang utamanya, tepatnya. Yuri mungkin lupa memberitahu kalian kalau kami juga kebagian tidur di ruang utama yang menyeramkan ini, ya?

Well, secara teknis nggak berkemah dengan tenda juga sih. Kami tidur di kantung tidur dengan bekal selimut, dan menggunakan jaket tebal sebagai bantalnya tapi yah, mirip-mirip dengan berkemah kan?

Tapi, aku nggak merasa senang sama sekali. Aku justru takut. Ya ya, aku ini payah. Seharusnya aku nggak boleh jadi penakut begini. Maksudku, hei, aku ini Lee Donghae, cowok terkeren yang pernah ada. Jadi penakut seharusnya nggak ada dalam kamusku.

Entah kenapa, membayangkan akan tidur di ruangan seluas ini sekalipun dengan orang banyak membuatku takut. Ada sesuatu yang nggak beres. 

Tapi yah, aku bisa singkirkan masalah itu dan membahasnya nanti, ada sesuatu yang lebih penting untuk saat ini.

Aku dan Yuri akhirnya menjelajahi seluruh pelosok rumah--dan sebagai catatan, ini kedua kalinya bagiku melakukan hal ini. Yah, se-nggaknya aku sudah lumayan hapal letak tiap ruangan yang ada di rumah ini. Ruang utama, ruang tamu, perpustakaan, kamar asisten rumah tangga dan dapur kecil semuanya terletak di lantai satu. Sedangkan kamar tidur utama, kamar tidur Yoona, kamar tidur si nenek, satu kamar tamu, dapur utama, ruang makan utama, ruang televisi dan ruang cuci pakaian terletak di lantai dua. 

Yah, nggak terlalu susah buat di ingat, kok.

"Ini menarik banget." kata Yuri, saat kami baru saja selesai menjelajah. "Hipotesis sementaramu barusan masuk akal."

"Aku tahu." kataku, tanpa perlu repot-repot menyembunyikan senyum congkakku. "Kamu sendiri yang bilang tebakanku selalu tepat, kan?"

"Ugh, iya sih." katanya. "Tapi serius, aku pikir yang barusan kamu katakan itu bisa jadi benar semua."

"Aku belum punya bukti." kataku, kemudian menyeruput capuccino latte hangat yang dibuatkan Namjoon untukku. Kami semua tengah berkumpul di konter dapur belakang sekarang, menikmati makan malam yang dimasak khusus oleh koki rumah ini. Dan harus aku akui, masakan Namjoon enak juga.

"Sebelum ada bukti, hipotesisku barusan itu cuman tebak-tebakan."

"Ya, tapi tetap saja masuk akal, sih." gumam Yuri. "Gini deh, malam ini kita nggak usah tidur aja, gimana?"

"Hah?"

"Duh." Yuri mendecakkan lidahnya kemudian menatapku tajam. "Kita cari barang buktinya. Ada satu bagian di rumah ini yang belum kita geledah, kan?"

Aku membulatkan mataku. Ya ampun, benar juga. Bego juga ya aku ini.

"Oke." sahutku. "Kalau gitu aku harus minum dua gelas capuccino latte ini supaya kuat begadang. Namjoon-ah, aku minta segelas lagi ya!" 

Namjoon, yang tengah sibuk memasak sesuatu diatas kompor dibantu Jinki di sampingnya, mengangguk sambil mengacungkan jempol tangan kanannya.

"Siap, bos!"

Aku tersenyum kemudian menenggak sisa kopi yang ada di gelasku.

"Anu, Donghae-ssi?"

Suara imut itu menarik perhatianku, lalu tahu-tahu Bora sudah duduk di depanku. 

"Ya?" tanyaku, berusaha untuk nggak tersenyum lebar seperti orang idiot dihadapannya. Ugh, sial, dia seksi banget.

"Aku hanya ingin tahu kira-kira sampai kapan kau akan ada disini." tanyanya, terlihat malu-malu kucing.

The Lost Diadem Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang