Yuri

263 28 3
                                    

Banyak yang bilang aku ini cewek terjudes sepanjang masa.

Yah, aku memang bukan tipe orang yang murah senyum seperti kakakku, tapi aku tidak se-judes itu kok. Aku masih bisa untuk setidaknya tersenyum simpul dan semacamnya. Kalau di-ibaratkan sih, sikapku itu mirip Elsa.

Kalian tentu tahu Elsa, kan?

Oke, kita bahas sikapku yang mirip Elsa itu lain kali ya. Intinya, kalau belakangan ini aku selalu memasang wajah judes bukan berarti sifat asliku seperti itu, oke?

Namjoon, Jinki, Kyungsoo, Amber dan Bora mengelilingi kamar Seulgi dan Jongin seperti siswa TK yang sedang melakukan karya wisata. Beberapa dari mereka--khususnya Bora, berjengit ngeri ketika melihat tulisan dengan darah ayam di kamar Seulgi kemudian mulai bertanya-tanya siapa yang melakukan ini. Lalu, saat aku--dengan sangat terpaksa, menggiring mereka menuju kamar Jongin, mereka semua terkesiap kaget.

Wajar sih, maksudku, siapa yang tidak akan kaget melihat tanah yang menutupi hampir seluruh lantai kamar?

Sekarang, kami berkumpul di ruang utama rumah ini, bersama kedua orangtua Yoona dan si nenek sihir itu. Dan dengan kami maksudku semua orang yang biasanya menghuni rumah ini, termasuk para asisten rumah tangga dan tuan rumah. Aku berusaha mati-matian untuk tidak menunjukkan rasa jengkelku kepada si nenek, tapi dia malah memasang wajah angkuh andalannya dan rasanya aku bisa mendamprat nenek itu kapan saja.

Penampilan kedua orangtua Yoona telihat jauh lebih 'biasa' daripada si nenek sihir. Ayahnya, adalah seorang pria berperawakan kurus dengan rambut yang tertata rapi--dan kelihatan sedikit berminyak, kurasa dia memakai gel rambut atau semacamnya--lengkap dengan jas keren yang aku yakin harganya selangit dan sepatu kulit yang tersemir sempurna. Sekilas, dia terlihat seperti seorang manager biasa tapi sebenarnya dia ini CEO dari perusahaan besar.

Untuk seorang perancang busana, gaya berpakaian ibunya Yoona tergolong sederhana. Dia tidak memakai perhiasan semacam gelang atau kalung mutiara seperti yang dipakai si nenek, baju yang dikenakannya juga terlihat simple tapi modis. Kalau istilah kerennya sih, simple but classy. Gitu.

"Jadi, siapa namamu barusan, nona?" tanya ayahnya Yoona dengan ramah.

"Yuri, Lee Yuri." jawabku. Astaga, pria ini baik sekali. Sepertinya aku harus mulai memasang wajah baikku.

"Yoona bilang kau datang bersama kakakmu? Kemana dia?" kali ini ibunya Yoona yang bertanya.

Sial, benar juga. Kemana perginya si tengik itu? Seharusnya memeriksa lubang di langit-langit kamar mandi tidak akan memakan waktu lama, kan? Apa jangan-jangan dia terseret ke dunia Narnia?

"Saya disini, nyonya." 

Suara Donghae terdengar dari belakang, lalu aku bisa melihat sosoknya datang menghampiri kami semua, dengan rambutnya yang acak-acakan dan bajunya yang tampak kotor oleh debu--dan sedikit noda tanah. Dibalik tampangnya yang hancur itu, dia memasang senyum penuh wibawanya kembali.

Aku yakin seratus persen ibunya Yoona terkesiap saat melihat Donghae datang.

"Perkenalkan, nama saya Lee Donghae." kata Donghae, memperkenalkan dirinya dengan cara bak seorang bangsawan.

"Oh, ya ampun, silahkan duduk, Donghae-ssi." kata ibunya Yoona, terlihat benar-benar terpukau. Aku tidak tahu kenapa dia bersikap seperti itu, tapi kayaknya ibunya Yoona naksir sama kakakku deh.

Maksudku, naksir dalam artian yang lain ya. Astaga, dia kan sudah punya suami. Mungkin saja dia ingin menjadikan si tengik itu sebagai menantunya, gitu.

Donghae tersenyum lalu mengangguk, kemudian, masih dengan gaya yang sangat berkelas, dia menghempaskan pantatnya di sampingku. 

"Butuh waktu selama itu buat memeriksa lubang doang?" bisikku kepadanya.

The Lost Diadem Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang