Donghae

343 31 0
                                    

Apa sih yang ada dipikiran kalian ketika melihat seorang cowok berada di kamar cewek? Cowok itu mesum, atau cowok itu kurang ajar?

Ya ya, aku sendiri menganggap bahwa kamar cewek adalah daerah pribadi, jadi sudah sepantasnya kaum cowok nggak berada di kamar cewek tanpa izin. Hanya cowok-cowok brengsek yang masuk ke kamar cewek seenaknya.

Mungkin, hal itu juga yang tengah dipikirkan oleh cewek berseragam pelayan yang memukuliku dengan kemoceng saat ini. Sumpah, aku sudah berusaha menjelaskan keadaanku kepada cewek ini, tapi dia malah berteriak dan memukuliku, sementara aku memiliki prinsip untuk nggak pernah melawan cewek sekalipun cewek itu menghajarku.

Maksudku, that's what gentlemen do, right?

Apalagi, cewek ini hanya seorang pelayan rumah biasa. Mana tega aku melawannya?

"Seulgi, hentikan!" seru Yoona, yang tahu-tahu sudah berada di dekatku. Aku bisa melihat Yuri berdiri di sampingnya sambil berusaha mati-matian untuk menahan tawanya.

Aku tahu ini bukan pertama kalinya aku tertangkap basah dalam keadaan idiot seperti ini, tapi Yuri selalu menertawai semua ke-idiotanku. Sebagai kakak laki-laki yang baik, aku hanya bisa menahan malu dan membiarkan diriku sendiri menjadi bahan buliannya.

Aku tahu, aku memang kakak yang baik.

"Tapi nona, dia--" sahut Seulgi, yang langsung di potong oleh Yoona cepat-cepat.

"Cowok yang kau pukuli dan cewek disampingku ini teman-temanku, jadi aku minta kamu berhenti memukulinya sekarang juga."

Wajah Seulgi memerah, lalu dengan cepat dia menghentikan kegiatan memukuli badanku dengan kemoceng kemudian bergerak menjauh dariku.

"Maaf, maaf, maaf." kata Seulgi sambil membungkukkan badannya kearahku, Yuri dan Yoona.

"Nggak apa-apa, pukulanmu nggak keras banget, kok." kataku dengan gaya santai.

Bohong deh, rasanya badanku memar-memar. Pukulan cewek itu kuat juga.

"Kau yakin nggak apa-apa?" tanya Yoona kepadaku, dengan tampang cemas di wajahnya yang manis

Aduh, dia cantik banget.

Aku tersenyum kemudian mengacungkan jempolku. "Iya, badanku kan terbuat dari baja, jadi nggak apa-apa kok."

Yoona tersenyum meringis, entah karena kurang yakin dengan perkataanku barusan atau karena leluconku garing. Yah, mungkin diantara keduanya.

"Pfft--" Yuri menertawakanku tanpa suara, sementara aku hanya bisa menghela napasku melihatnya.

Aku ini memang sosok kakak yang kelewat penyabar.

"Nah, sekarang, beri tahu aku kenapa kamu datang ke kamarku." kata Yoona dengan nada memerintah, sementara Seulgi menjawabnya dengan kepala tertunduk dan suara yang lebih mirip seperti sebuah desisan.

"Itu, nona ditunggu di ruang utama oleh nyonya besar."

Oh, dia dipanggil ibunya.

"Astaga, nenek menungguku?" tanya Yoona, kali ini menunjukkan ekspresi wajah cemas.

Hah? Jadi nyonya besar itu neneknya?

"Dia pasti akan membahas masalah liontin itu." gumamnya. "Baiklah, kalian berdua ikut aku saja ya."

Tanpa banyak basa-basi, aku dan Yuri mengikuti Yoona menuju ruang utama yang terletak di lantai satu, bersama Seulgi yang mengintili kami dari belakang dengan langkah canggung seperti seorang stalker cupu.

"Badan dari baja, pfft." Yuri berbisik kemudian terkekeh kecil. "Coba kamu lihat wajahmu waktu dipukuli."

"Tetap ganteng, kan?" tanyaku.

"Makin idiot." bantah Yuri. "Rasanya aku harus mengambil gambar wajah-wajah idiotmu untuk dijadikan sebuah album foto."

Aku mendengus lalu Yuri tertawa kecil.

"Ngomong-ngomong, kamu ada petunjuk apa?" tanyaku, berniat untuk mengganti topik supaya aku nggam terus-terusan dijadikan bahan bulanan.

Dan untungnya, Yuri langsung menjawab pertanyaanku dengan antusias.

"Aku dapat kesimpulan pasti bahwa liontin itu dicuri." jawab Yuri pelan. "Masalahnya, aku nggak tahu bagaimana cara si pencuri mencuri liontin itu, mengingat kondisi kamar mandi yang tertutup dan nggak ada tempat untuk bersembunyi."

Oh, jadi ini pencurian di ruang tertutup. Menarik banget.

"Menurutmu gimana?"

Aku mengangkat bahuku kemudian menjawab, "Aku belum lihat kamar mandinya, jadi aku belum bisa narik kesimpulan."

Yuri mengerucutkan bibirnya. "Terserah, tapi, selesai bertemu neneknya Yoona kamu harus cepet cek kamar mandi itu. Biasanya, hasil hipotesa kamu selalu tepat."

"Wah, jadi sekarang kamu ngaku nih kalau aku lebih jago dari kamu?" tanyaku senang.

Yuri mendengus kemudian menjawab, "Ya, kadang-kadang."

Aku tersenyum lebar kemudian mencubit pipi adikku gemas.

"Asyik, makasih ya sayang."

"Ewh." Yuri mendelik sementara aku merasa begitu senang saat ini.

Hoho, wajar saja. Bukan maksudku menyombong ya, tapi selama ini, aku lebih mendominasi dalam pemecahan kasus dan hipotesaku--entah kebetulan atau bukan, selalu tepat. Yeah, Yuri memang banyak membantu menambahkan di beberapa bagian, tapi secara keseluruhan semuanya aku yang menyelesaikan.

Kami akhirnya tiba di ruang utama rumah ini yang luas tapi terasa ganjil.

Ya, ganjil, karena ruangan seluas ini hanya diisi dengan dua lemari kaca besar berisi guci-guci kuno yang mengingatkanku dengan guci si nenek dari Gangnam, dua buah sofa panjang berwarna emas dengan meja kecil di tengah-tengahnya. Lantainya dilapisi karpet beludru coklat yang aku yakin harganya mahal banget, ditambah dengan lampu gantung jumbo di langit-langit yang membuatku membayangkan bagaimana jadinya jika lampu itu jatuh dan menimpaku.

Ngeri.

Di salah satu sofa, duduk seorang wanita dengan rambut yang sudah penuh dengan uban, perawakannya kecil namun caranya duduk benar-benar terlihat anggun dan berkelas. Dia mengenakan rok panjang se-mata kaki berwarna hitam, dengan blus yang kelihatan jadul berwarna coklat. Kalung mutiara menggantung di lehernya yang terlihat rapuh, dilengkapi beberapa gelang emas di tangan kanannya. Meskipun wajahnya sudah dipenuhi keriput, tapi wanita tua itu terlihat seperti bangsawan angkuh yang membuat nyali ciut.

Jadi ini neneknya Yoona.

The Lost Diadem Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang