Yuri

241 28 6
                                    

Asal kalian tahu saja, aku benci kegelapan.

Jadi, saat lampunya tiba-tiba mati dan semuanya berubah menjadi gelap total, aku nyaris menjerit heboh. Aku menahan jeritanku--tentunya, karena hanya beberapa detik setelah lampunya mati aku dikejutkan dengan sebuah suara benda pecah, kemudian disusul dengan sebuah suara erangan dan jeritan.

Saat itulah, aku tahu sesuatu yang buruk telah terjadi.

Donghae dengan sigap menyalakan senter dari ponselnya, kemudian berlari menuju ruang utama dengan aku yang mengikutinya dari belakang. Setibanya kami di sana, dari keremangan cahaya senter, aku bisa melihat dengan jelas Namjoon, Jinki, Bora, Seulgi dan Amber berdiri berdempetan di salah satu sisi ruangan dengan wajah pucat dan ketakutan yang sama, sementara Kyungsoo terbaring menelungkup di kantung tidurnya--masih mengerang kesakitan sambil menutupi wajahnya.

Darah mengalir pelan dari sela-sela jarinya.

Bukan hanya itu yang membuatku kaget. Beberapa senti tidak jauh dari tempat Kyungsoo terbaring, lampu gantung jumbo yang semula ada di langit-langit kini teronggok dengan kondisi rusak--atau yang lebih tepatnya, pecah menjadi berkeping-keping dan hanya menyisakan kerangkanya saja.

"Apa yang kaliang tunggu? Bantu aku!" bentak Donghae, menyerahkan ponselnya kepadaku kemudian buru-buru menghampiri Kyungsoo, disusul oleh Namjoon dan Jinki.

Aku menyorotkan cahaya senter tepat kearah mereka, lalu Donghae membalikkan tubuh Kyungsoo dengan gerakan yang sangat pelan dan penuh hati-hati, sementara Kyungsoo kembali mengerang--hanya saja kali ini lebih keras, membuat Bora, Seulgi dan bahkan Amber mengkeret di tempat mereka berdiri.

Keadaan Kyungsoo benar-benar parah. Wajahnya yang sedari tadi dia tutupi dengan tangannya tertusuk oleh belasan--mungkin puluhan pecahan kaca dari lampu gantung jumbo yang jatuh itu. Darah mengalir dari setiap luka yang ada di wajahnya dan menodai tangannya. Aku yakin, dengan luka sebanyak itu, wajah cantik Kyungsoo akan rusak total.

"Telepon ambulans!" seru Donghae, yang langsung kuturuti dengan cepat. Aku menyerahkan ponsel Donghae kepada Amber--yang diambilnya dengan tangan gemetar, sebelum aku mengeluarkan ponselku sendiri untuk menelepon ambulans.

Tepat setelah aku selesai menelepon ambulans, Yoona datang dengan tergesa-gesa bersama kedua orangtuanya. Ayahnya Yoona dengan cepat bergabung bersama Donghae, Namjoon dan Jinki untuk membantu menstabilkan posisi Kyungsoo yang terlihat sudah mulai kehilangan kesadarannya, sementara Yoona dan ibunya menghampiriku dengan ekspresi terkejut yang kompak.

"Ada yang sudah menelepon ambulans?" tanya ayahnya Yoona, kemudian aku buru-buru menjawabnya.

"Ya, mereka dalam perjalanan kesini."

"Sepertinya kita bawa Kyungsoo ke rumah sakit sendiri saja, menunggu ambulans tengan malam begini akan memakan waktu yang cukup lama. Kalian bertiga, bantu aku menggotong Kyungsoo ke mobilku." perintah ayahnya Yoona bak komandan militer.

Dengan gerakan yang serempak, mereka berhasil menggotong Kyungsoo ke mobil ayahnya Yoona--dan ngomong-ngomong, mobilnya Alphard--yang terparkir di halaman rumah. Ayahnya Yoona membawa Namjoon dan Jinki untuk ikut membawa Kyungsoo ke rumah sakit, sementara dia menugaskan Donghae untuk berjaga di rumah. Sekalipun samar-samar, aku bisa melihat dengan jelas raut lega di wajah kakakku itu karena tidak jadi dibawa ke rumah sakit.

Jadi begitulah, setelah mereka pergi, kami semua berkumpul di dapur belakang, satu-satunya tempat yang terasa tidak terlalu dingin dibanding ruangan lain yang ada di rumah ini. Berhubung lampu masih mati, kami hanya mengandalkan cahaya dari lilin yang sudah dinyalakan ibunya Yoona sebelumnya. Untungnya, kursi konter yang tersedia cukup untuk menampung kami semua, jadi tidak perlu ada orang yang berdiri--apalagi dalam kondisi terguncang seperti ini.

The Lost Diadem Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang