"Baca apa lo?"
Merasa pertanyaan itu ditujukkan hanya untuknya seorang karena tidak ada orang lain di tepi kolam renang malam itu selain dirinya, Arizona pun mengintip dari balik lembaran komik One Piece yang sedang dibacanya. Ia mendesis melihat sosok perempuan berkaus merah muda bertuliskan "1-800-HOTLINEBLING" tersebut telah duduk bersila di kursi santai di sebelahnya sambil menatapnya antusias.
"Ensiklopedia," jawab Arizona ketus. Pertanyaan yang nggak bermutu, lanjutnya dalam hati.
Nikki, gadis berambut ikal panjang itu, langsung mencibir, "Kalo ditanya itu jawabnya yang bener dong, Dar."
Arizona menolehkan kepalanya. "Dar?" ulangnya tak mengerti.
"Jonandar," perjelas Nikki.
Refleks, Arizona mendengus keras. "Nggak usah ganti nama orang seenaknya, deh. Nyawa dua ekor kambing dulu harus dikorbankan demi bisa mengakikahkan gue, ngerti?"
Nikki mengangguk mantap. "Oke!" serunya, meskipun tetap terlihat acuh.
Arizona hanya bisa geleng-geleng kepala. Namun sedetik kemudian, ia terlonjak kaget saat melihat gitar akustik miliknya sekarang sudah diinvasi oleh makhluk yang berasal dari galaksi Andromeda tersebut.
"Bagus, ya!" Arizona menutup komiknya dan menatap Nikki lurus-lurus. "Minjem gitar orang, tapi nggak bilang-bilang."
Serta-merta Nikki menutup telinga, mengisyaratkan pada Arizona untuk menghentikan racauannya. "Berisik! Gue mau main!"
Arizona berusaha untuk tidak memutar kedua bola matanya.
Kemudian, Nikki mengapit gitar berwarna hitam milik Arizona itu di bawah ketiaknya dan menarik napas dalam-dalam. Ia menempatkan jari-jarinya di atas deretan fret dan memasang mimik wajah yang sok serius, membuat Arizona tak kuasa menahan gelak tawanya.
Detik selanjutnya, seperti yang Arizona sudah prediksi, Nikki pun memetik senar gitarnya asal-asalan hingga menghasilkan suara yang memekakkan gendang telinga siapapun yang mendengarnya.
Arizona pun merebut gitarnya dari tangan Nikki dan berkomentar, "Kalo nggak bisa main gitar, mending nggak usah main sama sekali, deh. Bikin polusi suara, tau!"
"Ih, ini sih emang gitarnya aja yang nggak di-tuning dengan baik, makanya suaranya jelek!" sergah Nikki sambil mengerucutkan bibirnya.
"Emang udah lama nggak pernah dimainin, sih. Tapi, lo juga nggak bisa main gitar, jadi nggak usah ngeles," sambar Arizona.
Lantas, laki-laki bermata cokelat madu itu pun kini sibuk menyetem senar gitarnya sembari sesekali memetiknya satu per satu untuk memeriksa nadanya agar sesuai dengan keinginannya.
"Mainin satu lagu, dong!" pinta Nikki sambil memeluk kedua lutut dan menopang dagu di antara celahnya.
Arizona menimbang-nimbang sebentar, lalu menggulung lengan sweater hitamnya kala Nikki memekik, "By Chance! By Chance!" dan mulai memetik senar gitar dengan handal, memainkan lagu berjudul By Chance (You & I) milik J. R. Aquino.
"Hi, girl you just caught my eye
Thought I should give it try
And get your name & your number
Go grab some lunch & eat some cucumbers
Why did I say that?
I don't know why.
But you're smilin' & it's something' I like
On your face, yeah it suits you
Girl, we connect like we have Bluetooth..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine
Teen FictionRanaditya Arizona bukanlah orang asing dalam hidup Nikki. Namun jika Nikki diberi satu kesempatan lagi dalam hidup tanpa mengenal Arizona sama sekali, ia tak masalah.