Eight. Yugo

171 4 0
                                    


Tidak terasa, berbulan-bulan telah berlalu, bergulir mengikuti waktu yang terlalu egois dan tidak mau menerima permintaanku agar ia berhenti. Agar aku dan Pascal bisa terus menatap satu sama lain sambil tersenyum di atas bianglala.

Akan lebih baik jika waktu terhenti saat itu juga...

Tapi, kenyataan selalu saja berbanding terbalik dengan harapan.

Tapi tidak apa. Hal seperti itu sudah sering kualami....

Dan kini, waktu pula yang mengantarkanku ke depan pintu apartemen Pascal.

Seperti biasa, tanganku hampir melepuh memencet bel.

Hari ini hari minggu, jadi Pascal mungkin masih tidur. Jadi seperti biasa pula, aku menerobos masuk ke dalam berbekal password yang dia berikan.

Selamat datang di saran penyamun, Kesya.... gumamku. Kali ini berbumbu senyuman. Dan penyamunnya pasti masih bergelung di balik selimutnya....

Aku melangkah ke arah kamar Pascal dan menemukannya meringkuk di balik selimut biru langit tebal miliknya. Si cowok penyuka warna biru langit. Warna yang cukup langka untuk dijadikan warna favorit mahluk berjenis kelamin cowok. Cowok-cowok yang aku kenal rata-rata menyukai warna maskulin. Seperti hitam, putih, cokelat, abu-abu...

 Seperti hitam, putih, cokelat, abu-abu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tapi, ya, Pascal memang berbeda. Kalau tidak berbeda dan sama saja dengan yang lain, tentu dia tidak akan jadi istimewa, dan aku tidak mungkin menyukainya.

Lagi-lagi aku tersenyum. Dan sesaat kemudian aku mulai beraksi seperti biasanya. Membersihkan apartemen penyamun.

Untuk sentuhan terakhir, aku menyemprotkan pengharum ruangan aroma jeruk. Aroma yang disukai Pascal.

"Star??? "

Aku berbalik mencari sumber suara. Mau tidak mau senyumku harus terkulum melihat si pemilik suara serak yang makin serak itu berjalan sempoyongan ke arahku dengan rambut acak-acakan.

"Cuci muka, kak,, Hihiihhh,"

"Hmmmm.... "

Aku hanya mengangkat pundak sambil mengikutinya ke arah westafel.

"Kamu menerobos lagi," ucap Pascal diiringi senyum setelah ia selesai mencuci muka dan gosok gigi.

"Maklum, perampok," ucapku sambil membalas senyumnya.

Pascal terkekeh. "Kalau perampoknya secantik kamu, gak apa-apa deh, rampok saja semua.. "

Aku ikut terkekeh.

Love to SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang