Two. Sang Pemilik Luka

264 7 0
                                    


Tek. Tek. Tek. Tek.

Aku menikmati bunyi tek-tek yang dicetuskan oleh tangan jahilku.

Aku yakin, hari yang dijanjikan Allah itu akan tiba. Ketika setiap pasang mata meneteskan air mata kebahagiaannya, lalu hati akan berkata, inilah janji yang kami tunggu-tunggu selama ini. Janji yang membuat kami tetap utuh meski alunan-alunan cinta kami dalam bentuk dakwah selalu terhempas oleh mereka yang menolak untuk dipedulikan.

Ketika hari itu tiba dan aku masih menghirup udara dari bumi-Mu, ingatkan aku untuk bersungkur bersujud pada-Mu ya Allah. Agar aku bisa teriakkan dengan lantang: "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah. Maka bertasbilah dengan dengan memuji nama Tuhanmu dan mohon ampunlah kepada-Nya. Sungguh dia Maha penerima taubat.

Saat itulah misi besar akan dimulai. Membesarkan nama-Mu dan menyebarkan syariat-Mu ke seluruh penjuru dunia....

"Ukhti Kesya, tugas....."

Aku tersentak dan spontan menutup layar netbookku. Kaget mendengar lengkingan suara nyaring yang hampir 3 bulan mengisi rongga telingaku dan seketika membuyarkan fantasiku.

"Mau menanyakan tugas statistik, ukhti?" tebakku. Mila tersenyum.

"Iya. Nomor lima."

"Kalau nomor itu aku juga belum. Lagipula pak Abidin tidak masuk hari ini," ucapku dengan nada santai.

"What?!"

"Kamu main bbm terus sih, jadinya lupa nge-cek sms. Kan keti menyebar sms tadi malam. Makanya aku belum kerja nomor lima."

Mila tepuk jidat. Gadis itu memang paling semangat dalam perkuliahan. Sampai semester 5 lalu, IPKnya selalu 4,00.

"Oh iya. Kamu sudah tahu kalau hari ini ada kegiatan di aula?" tanya Mila membuatku menatapnya. Setahuku memang ada, tapi yang mengadakan adalah teman-teman ikhwan.

"Sebenarnya kegiatan ikhwan, Kes. Tapi karena banyak mahasiswi yang mau ikut. Jadi ikhwannya minta tolong kepada akhwat untuk membantu mereka."

"Kenapa bisa? Setahu aku kegiatan ini tidak terlalu gencar dipromosikan."

"Ya gitu. Karena pematerinya kak Pasha. Kamu tahu kan, senior kita di pasca sarjana itu? Yang kata penduduk kampus paling cakep sedunia ?"

"Oh," ucapku pendek, dilanjutkan dengan kekehan. Senang, sekaligus miris sebebarnya. Sayang sekali ketika peserta kegiatan islami membludak hanya karena melihat dari penampilan fisik pematerinya, bukan dari materi yang disampaikan.

/^_^\

Aula kampus telah sesak dengan keberadaan manusia-manusia yang duduk berjejer rapi pada kursi yang telah disediakan oleh panitia. Memperhatikan dengan seksama materi yang disampaikan oleh pemateri yang katanya bernama Pasha. Aku tahu dia. Kordinator umum lembaga dakwah kampus kami. Laki-laki yang terkenal dengan ketegasannya, orasi-orasi pembakar semangatnya, tatapan lembutnya yang menurut berbagai sumber berbanding 180° dari suara seraknya yang selalu terdengar sangar. Tapi yang paling famous bagi penghuni kampus saat menyebut nama Pasha adalah wajahnya yang 'katanya' melambung tinggi dari rata-rata.

Meskipun begitu, aku belum pernah bertemu secara langsung dengannya. Hanya mendengar cerita dari orang-orang.

Dan disinilah kami, dalam gedung yang penuh populasi manusia. Aku dan Mila berdiri di dekat pintu karena kami kehabisan kursi seperti beberapa orang yang juga berdiri. Lagi pula, kegiatan ini akan selesai dalam beberapa menit.

Love to SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang