Normal POV
Hari masih pagi.
Harusnya ada kokok ayam jantan ataupun kicauan burung yang menyambut pagi ini. Tapi ini bukan lagi pedesaan dengan pepohonan yang hijau. Tapi ini adalah kota Jakarta, jantung Republik Indonesia. Kota yang kini disesaki oleh gedung-gedung pencakar langit.
Tidak ada lagi pepohonan yang melindungi dari sinar matahari, hingga sinar itu bebas masuk ke celah-celah jendela dalam salah satu ruang di rumah sakit.
Sepertinya, hari akan ceria lagi.
Sama cerianya dengan wajah seorang laki-laki berkemeja putih garis-garis ketika melihat bulu mata putra sulungnya bergetar, diiringi dengan gerakan refleks dari jemari-jemarinya yang tampak rapuh.
"Pasha.... " pak Alex, namanya. Kini ia mengelus tangan puteranya yang dipenuhi baret-baret bekas infus dengan lembut, seakan berusaha menyalurkan kekuatannya untuk Pasha.
"Selamat pagi..." ucap pak Alex lirih, diiringi senyuman tulus seorang ayah, saat kelopak mata yang hampir dua hari tertutup itu perlahan terbuka dan menatap sendu ke arahnya.
"Syukurlah, Pasha.... Alhamdulillah," ucap pak Alex.
Pasha memandang tidak enak ke arah papanya, seakan tatapan sendu itu adalah sebuah isyarat, bahwa ia menyesal telah merepotkan papanya, apalagi mamanya yang masih meringkuk di sofa. Padahal perempuan itu bukan ibu kandungnya...
"Pa..." ucap Pasha dengan suara yang hampir tidak terdengar.
"Gak usah ngomong dulu kalau gak kuat. Syukurlah kamu sudah bangun. Apa papa bilang, jangan kecapean... Kamu sih ngeyel terus."
"Pasha baru bangun malah diceramahin. Papa gimana sih?" ucap seorang perempuan yang tidak lain adalah ibu tiri Pasha, Bu Veronica.
"Habisnya, dia ini ngeyel banget, ma. Mentang-mentang sering papa puji sebagai jagoan, dia malah bertindak sok jago. Berkeliaran sepanjang hari dalam kondisi sakit tipes," ucap pak Alex diiringi tandukan halus ke jidat Pasha yang masih terkompres.
Pasha tersenyum kecil.
"Oiya, bentar lagi oma datang lho. Siap-siap aja kamu diceramahi gara-gara gak nyempatin jenguk dia minggu kemarin. Plus rongrongan disuruh cepat-cepat nikah," ucap pak Alex.
Ok, dalam keadaan normal, Pasha mungkin akan bergidik sebagai respon awal. Tapi kali ini, ia ingin pingsan saja sampai oma pulang.
/^_^\
Kesya POV
Tangan jahilku masih sibuk memencet layar smartphone. Berharap ada kabar terbaru dari media sosial tentang keadaan kak Pasha.
Sejak membaca status kak Drian kemarin, entah kenapa aku jadi khawatir.
Kubuka akun Pasha Abigail.
Status terakhir masih status kemarin, yang ditandai oleh M Rafka Adrian.
"Mohon doanya buat kanda Pasha yang kondisinya nge-drop lagi dini hari tadi. Hingga sekarang beliau masih di ICU dan masih kritis."
Ada beratus-ratus komentar.
Ananda Putri: Syafakallah..
Levi Wicaksono: Sakit apa, bang?
M Rafka Adrian: Tipesnya kambuh, dek.
Tidak ada komentar apapun lagi, bahkan tidak ada status lain yang mengabarkan kondisi 'terkini' kak Pasha.
Khawatir? Iya.
Aku bohong bila mengatakan tidak. Rasa khawatir adalah fitrah dalam diri manusia yang tidak bisa dihilangkan. Rasa khawatir merupakan ekspektasi dari gharizah alias naluri, atau kecenderungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love to Sky
RandomKesya Jovita Anggara. Seorang mantan playgirls yang berusaha lari dari masa lalunya yang kelam. Namun apa jadinya ketika proses hijrah yang dijalaninya justru mempertemukannya kembali dengan "dia" yang namanya tak pernah hilang dan ingin Kesya kubu...