Hari mulai gelap ketika lampu-lampu memberanikan diri menyapa penduduk kota. Aku berdiri di balkon rumah, menghitung mundur kedatangan senja.
Dan kini, biru langit mulai tergantikan oleh jingga yang merangkak memeluk bumi dengan sayap gelapnya.
Sayup-sayup terdengar lantunan adzan maghrib.
Alhamdulillah...
Masih bisa merasakan nikmat hidup hari ini.Masih diberi kesempatan mengais pundi-pundi amal sebagai bekal dalam perjalanan menuju kehidupan kekal.
Setelah menjawab adzan, aku meninggalkan balkon, mengambil air wudhu, dan menunaikan kewajibanku sebagai seorang hamba, shalat maghrib.
Selesai shalat, aku masih duduk di atas sajadah, menengadahkan tangan, mengemis pada sang Maha Kasih, Allah SWT yang akan mengabulkan setiap doa hamba-Nya. Karena malam adalah halaman panjang untuk menuliskan doa-doa yang akan kita kirim ke langit.
.Sepi. Sunyi. Hingga aku bisa berkhalwat dengan Allah.
Kata-kata ustadzah Qanita masih terngiang di telingaku.
"Istikharah..."
Aku mendesah pendek, lalu meraih al-qur'an yang ada di atas meja belajarku, menyesapi setiap makna dari surat cinta yang dititipkan Allah kepada Rasulullah untuk kami, hamba-Nya.
Demi malam apabila menutupi cahaya siangnya
Demi siang apabila terang benderang
Demi pencipta laki-laki dan perempuan
Sungguh usahamu memang beraneka ragam
Maka barangsiapa memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa
Dan membenarkan adanya pahala terbaik (surga)
Maka akan kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan)
.........
(TQS. Al-Lail: 1-7)Selesai tilawah, aku membuka laci meja belajarku. Amplop biru langit itu masih disana, utuh.
Isinya adalah sebuah surat yang entah sudah berapa kali aku baca. Aku selalu berniat membuangnya, tapi niat itu tidak pernah mampu aku realisasikan.
Untuk Venus, lentera paling terang
Aku tidak menyangka kalau akhirnya surat ini ada dalam genggaman kamu. Tapi, sepertinya keadaan sudah jauh berubah ketika kamu membaca surat ini.
Kamu tahu, star. Dalam setiap diri kita, ada sosok masa kecil kita, yang berlari, berjuang di tengah arus kehidupan dengan sejuta mimpi.
Tapi, ketika waktu bergulir dan menyeret kaki kita, perlahan... impian-impian itu terlepas dari genggaman.
Saat ini, saat kata-kata berkonsep surat ini aku buat, sepertinya waktu sedang berusaha merebut impianku dengan sengit. Jadi aku melepaskan semuanya dari genggamanku. Semuanya. Termasuk impian membangun kota untuk kita berdua.
Aku hanya ingin mengingatkan kamu, siapa tahu kamu lupa tentang impian-impian yang pernah kamu pamerkan padaku. Ingat, star... Banyak orang yang memiliki mimpi tapi tidak diberi kesempatan untuk meraihnya. Jadi, selama kamu masih bisa menyamakan langkah dengan waktu, jangan berhenti mengejar impian kamu.
Dari seseorang yang bernama Pasha Abigail Cassello.
Aku menyimpan kembali surat Pascal yang aku 'culik' dari buku hariannya.
Tidak apa, kan? Toh surat itu memang buat aku.
Jadi, sebenarnya "dia" sudah memutuskanku jauh sebelum aku memutuskannya hari itu.
Aku membuka mukena dan menggantungnya di belakang pintu.
Sepertinya, sekarang kita memiliki impian yang sama, kak. Menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love to Sky
RandomKesya Jovita Anggara. Seorang mantan playgirls yang berusaha lari dari masa lalunya yang kelam. Namun apa jadinya ketika proses hijrah yang dijalaninya justru mempertemukannya kembali dengan "dia" yang namanya tak pernah hilang dan ingin Kesya kubu...