Bel pulang melengking panjang. Aku yang sedari tadi duduk gelisah di bangkuku segera membereskan buku dan peralatan lainnya lalu memasukkannya ke dalam tas.
Aku berlari meninggalkan kelas, tanpa mempedulikan teguran teman-temanku. Yang ada dalam otakku hanya satu, "menghindar dari pangeran iblis, young lucifer."
Aku berlari menyusuri tangga, melewati koridor utama, tempat parkir. Dan laju lariku melambat saat aku berhasil keluar pagar.
Aku sempat berbalik dan melihat cowok itu di tempat parkir. Berdiri di dekat motor ninjanya sambil mengenakan jaket abu-abu.
"Warning," umpatku. Aku harus menyeberang sebelum Pascal menemukanku.
Karena tergesa-gesa, aku sama sekali tidak menyadari bahwa ada mobil yang melaju kencang ke arahku.
Beberapa siswi berteriak memperingatkanku, namun urat sarafku terlanjur tidak berfungsi. Aku hanya bisa pasrah mendengar suara klakson yang melengking, lalu merasakan tubuhku terhempas ke aspal. Kepalaku berdenyut dan persendianku terasa sakit. Sementara telingaku menangkap suara langkah-langkah sepatu yang makin dekat ke arahku. Beberapa dari pemilik sepatu itu mengumpat sopir mobil yang kabur.
"Kesya?" Itu suara Dion. Aku membuka mata dan disambut oleh tatapan khawatir Dion. Lalu bad boy yang mau tidak mau harus ku akui sebagai sahabatku itu membantuku duduk.
Aku mengedarkan pandanganku. Beberapa siswa menatapku dengan raut wajah tegang.
Aku menggigit bibir saat menemukan benda cair berwarna pekat berceceran di sekitarku. Tidak banyak memang, tapi tetap saja aku merasa ngeri.
"Kamu ceroboh banget sih?" Omel cowok berjaket abu-abu yang duduk tidak jauh dari tempatku duduk. Mataku membulat menatap bola mata cokelat cowok itu yang menyimpan isyarat panik, cemas, lega,..
"Kak?" gumamku lirih dengan pandangan melekat ke arah Pascal. Pelipisnya berdarah.
"Tapi syukurlah kamu tidak apa-apa," lanjut Pascal sambil mengelap darah di pelipisnya dengan lengan jaket. Jujur, aku masih shock dengan semua yang terjadi. Rasanya begitu cepat. Jadi, Pascal, cowok itu... Menyelamatkanku?
"Ayo pulang," ucap Pascal, yang menggantikan peran Dion di sebelahku. Ia membantuku berdiri.
"Gak apa-apa kan, star?"
Aku menggeleng. Lalu Pascal menarik tanganku menuju motornya. Aku hanya sempat melambaikan tangan pada Dion.
"Rumah kamu dimana?" teriak Pascal bergulat dengan deru angin.
"Ki.. kita.. ke rumah sakit saja, kak."
Pascal menepikan motornya, dan berhenti mendadak. Ia menoleh ke arahku.
"Kamu kenapa? Ada yang sakit? Mau naik taxi saja?" tanya Pascal dengan raut wajah cemas.
"Maksud aku, luka kamu," ucapku. Pascal terkekeh seakan aku baru saja melawak.
"Luka aku gak apa-apa. Namanya juga cowok, terluka sudah biasa," ucap Pascal enteng. "Lagian kalau ke rumah sakit urusannya bakalan ribet, star. Aku antar kamu pulang saja, ya?"
"Kalau ke rumah kamu, gimana?"
Aku bisa melihat seringaian lebar dari wajah Pascal lewat spion motor.
"Are you sure, star?"
"Ya."
°°°°°°°°°°
Actually, aku sedikit menyesali permintaanku tadi. Pascal tidak mengajakku ke rumahnya, melainkan ke apartemennya yang mirip.... Saran penyamun? Atau, tempat pembuangan akhir? Entahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love to Sky
AcakKesya Jovita Anggara. Seorang mantan playgirls yang berusaha lari dari masa lalunya yang kelam. Namun apa jadinya ketika proses hijrah yang dijalaninya justru mempertemukannya kembali dengan "dia" yang namanya tak pernah hilang dan ingin Kesya kubu...