Sebuah mobil—Mercedes model terbaru berhenti di depan bandara. Seorang pria tua keluar dari mobil dan menghampiriku.
"Apakah anda Diangel Gileason?"
"Iya," jawabku heran.
"Saya yang di tugaskan menjemput anda." Dia memper silahkan ku masuk. Tiga jam yang lalu aku menaiki pesawat ke tempat ini. Entah apa nama kota yang aku jejaki sekarang.
Aku masukan koper kecil ku ke bagasi dan duduk di bangku penumpang sendirian. Kepergianku ini tampa alasan. Tiba-tiba saja bibiku menyuruh ku tinggal di rumah temannya. Dia bilang dia tidak ingin aku sendirian di rumah ketika ia bekerja.
Kebosanan mulai mengambil alih diriku. Ingin rasanya aku melalukan sesuatu atau hanya sekedar mengobrol dengan seseorang.
"Nona Diangel baik-baik saja?"
Aku terkesiap mengingat-ingat apa yang baru saja dia katakan."Well aku hanya bosan" jawabku sekenanya. Aku tidak tau siapa bapak-bapak yang sedang menyupir di depanku ini.
Sekitar delapan jam aku duduk di mobil tampa melakukan apapun. Tiba-tiba mobil berhenti di depan sebuah mansion dengan desain kuno.
"Sudah sampai" aku syok. Aku akan tinggal di sini?
Bangunannya sangat besar. Berdesain seperti castle-castle di eropa dengan dominan warna abu-abu ungu.
Ada air mancur tepat di tengah antara gerbang dengan pintu utama. Di atapnya ada patung-patung binatang entah itu naga atau binatang magis lainnya itu membuatku takut.
Aku melihat ke langit. Uacannya sedikit biruk. Sejak tadi langit sudah gelap. Perlahan tetesan hujan turun mengenai wajahku. Aku bergegas memasuki mansion. Di depan pintu masuk aku mencari-cari tombol untuk membunyikan bel namun nihil.
"Sumimasen~ "
"Sumimasen~ " ulang ku. Tak ada jawaban apapun dari dalam. Aku mulai ketakutan, hujan mulai deras dan udara semakin dingin.
Tampa ku sadari, sedari tadi pintu tidak tertutup rapat. Aku mengintip sedikit ke dalam. Tak ada yang bisa ku lihat. Semuanya gelap—sama sekali tidak ada lampu yang dinyalakan.
Entah dapat dorongan dari mana aku memasuki mansion ini berharap ada seseorang di dalam.
"Sumimasen" kata ku seraya berjalan masuk.
Terdengar petir menyambar dari luar. Cahayanya sedikit menerangi penglihatanku. Aku melihat seperti ada seseorang yang sedang duduk. Tampa ku sadari aku melangkah mendekatinya.
"Maaf aku masuk tampa izin. Apakah ada orang di sini?" entah apa yang menyandung kakiku, aku terjatuh tepat di depan orang yang kulihat samar-samar tadi.
"Ada yang bisa ku bantu?" suara seseorang yang kurasa berasal dari depan—orang yang ku lihat—suara pria mungkin lebih tepatnya.
Tangannya menarik lengan kanan ku otomatis aku berjalan semakin dekat dengannya. Aku terduduk di pahanya—terpaksa. Lengan kirinya menahanku—aku sama sekali tidak bisa bergerak.
Wajahnya semakin dekat. Aku sulit bernapas. Bisa ku banyangkan wajah konyolku saat ini. Memalukan.
Dia berhenti di leherku. Hembusan napasnya tenang. Teratur. Tapi membuatku geli.
"Sungguh aku tidak tahan" ucapnya pelan—bergumam lebih tepatnya.
"A-apa yang kau maksud?"
"Aku ingin memcicipi mu" jawabnya. Suaranya parau namun terdengar tegas.
Bulu kuduk ku berdiri. Merinding? Tentu saja. Setelah mendengar kata 'mencicipi' apa kau tidak akan merinding? Kalimatnya sungguh ambigu.
Napasnya tidak beraturan terasa sangat jelas dari leherku. Ku pejamkan mataku—takut. Sesuatu yang tajam terasa di permukaan kulitku.
"Hentikan Naoki" suaranya tegas dan kasar. Melarang pria bernama 'Naoki' atau mungkin pria di depanku ini untuk tidak melanjutkan aktivitasnya.
TBC
5/25/17
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenade of the Immortals [COMPLETE]
Teen FictionDiangel Gileason tak pernah menyangka hidupnya berubah begitu drastis. Undangan misterius membawanya ke sebuah mansion besar dengan desain kuno dan atmosfer menyeramkan. Di sana, ia bertemu dengan keluarga Carnegie, kumpulan pria tampan yang menyemb...