#4。Feels

778 33 0
                                    


Keesokan harinya. Pagi-pagi sekali Hiroshi membangunkanku. Dia memberi tau ku jadwal kegiatan yang harus aku lakukan selama tinggal di masion ini.

Bagun jam 5:30

Selesai bersiap jam 6:00

Sarapan jam 6:10

Berangkat sekolah jam 6:35

Pulang (sepulangnya dari sekolah) jemputan tiba di sekolah jam 15:50

Makan malam jam 19:00

Selebihnya aku bisa melakukan apapun di luar jam tersebut. Begitu yang dikatakan Hiroshi.

Seperti yang Hiroshi katakan aku turun dari kamar tepat pukul enam. Di ruang makan Kaede, Yasuo, dan Akira sudah duduk rapi. Hiroshi muncul di belakangku. Dia mempersilahkan ku duduk di sampingnya.

Hening beberapa saat ketika aku datang. "Dimana Naoki?" Kaede memecahkan keheningan yang melanda dua menit lamanya.

"Aku di sini." Naoki datang dari lorong di samping ku. Dia tampak berbeda dari pertama kali aku melihatnya. Wajahnya pucat mata hitam keemasanya membuat matanya tampak bersinar. Kantong mata tipis menghiasi bawah matanya. Dia mengenakan seragam yang sama dengan yang dipakai semua pria di rumah ini. Hanya saja dasi yang ia kenakan agak sedikit aneh.

Aku terpesona oleh keindahannya. Badannya yang tegap. Sotot mata yang tajam. Dan gerakannya yang kaku membuatku tidap bisa berkedip untung saja mulutku masih tertutup. Tidak seperti ketika aku terkagum-kagum dengan kamarku kemarin.

"Bagaimana? Dia tampan kan?" Eh? Hiroshi berbisik di telingaku sambil mencondongkan tubuhnya.

"A-apa maksudmu?" gumamku aku tak yakin dia mendengarnya.

"Hahaha tidak tidak aku tidak bilang apa-apa kok" lagi-lagi tawa aneh itu membuatku pusing.

Pria paruh baya yang kemarin membawakan koper ku datang membawa dua piring di kedua tangannya. Di belakangnya terlihat wanita—sepertinya seumuran dengan pria itu—mengikuti membawa dua piring yang sama.

Pria itu meletakan satu piring yang dia bawa di depan Kaede dan yang satunya untuk Yasuo. Sedangkan wanita di belakangnya memberika piring berisi makanan—tentu saja untuk Akira dan Naoki. Pria paruh baya itu kembali dan meletakan piring yang sama untuk ku dan Hiroshi. Gelas kosong di hadapan kami diisi dengan cairan berwarna merah dari botol kaca yang wanita itu bawa kecuali gelasku— di isi cairan merah dari botol plastik besar. Botol itu sama seperti botol yang ku punya untuk menyimpan air dingin di kulkas.

"Itu jus delima. Katanya bagus untuk kesehatan," Hiroshi berbisik lagi padaku.

"Bukannya semua buah bagus untuk kesehatan?" tanyaku ragu-ragu.

"Kau benar. Tapi kami suka warnanya. Merah mengkipap seperti-"

"Hentikan Hiroshi," Kaede memotong pembicaraan kami kemudian kembali melanjutkan makannya.

Di depanku tersaji sepiring tenderloin  steak yang dimasak medium dengan mushroom sause, kentang goreng dan salad tanpa mayones. Aromanya enak sekali.

Aku tidak terlalu suka steak medium rasanya seperti memakan daging manusia walaupun kenyataannya aku belum pernah makan daging manusia—dan tidak akan pernah.

Yang lainnya juga tampak tidak menikmati sarapannya hanya meminum jus delima bergelas-gelas tanpa menyentuh sedikit pun piring mereka. Kecuali Kaede dan Hiroshi yang sudah menghabiskan setengah sarapannya.

Hiroshi berbisik lagi. Mungkin karena tidak ingin mengganggu. "Kenapa hanya makan kentang dan saladnya saja? Tidak suka?"

"Bukan begitu. Hanya saja steak medium? Aku tidak suka," jawabku sejujurnya.

Hiroshi memanggil wanita bernama Naho untuk mengganti makananku. Dia membawakan sepiring omelet dan mengisi gelas ku yang kosong.

"Ku dengar manusia suka steak medium," Akira bersuara.

"Aku suka ikan mentah tapi tidak steak medium," sahutku pelan.

"Sudah ku bilang tidak semua manusia suka steak medium," Hiroshi menimpali.

Percakapan ini sungguh aneh. Di kalimat yang mereka katakan ada kata 'manusia' apa mereka tidak bisa mengatakan kata lain selain manusia contohnya orang atau masyarakat atau bahkan penduduk.

"URUSAI," Yasuo menggebrak meja dan pergi.

"Hey Yasuo mau kemana kau?!?" Kaede berdiri dari kursinya namun kembali duduk. Mungkin itu sebabnya sedari tadi Hiroshi hanya berbisik.

Kami melanjutkan sarapan—maksud ku hanya aku, Kaede dan Hiroshi. Suasananya jadi mencekam setelah kepergian Yasuo tadi. Tanganku sampai gemetar memegang garpu. Beberapa kali potongan omelet yang mau ku makan jatuh lagi ke piring karena tanganku tak dapat berhenti bergetar.

Sesekali aku memandang Naoki yang sama sekali tidak makan. Hanya saja aku melihatnya sudah meminum lima gelas jus delima—mungkin. Dua tiga kali kami beradu pandang tapi aku memalingkan wajah ketika dia melihatku. Mungkin saat ini wajahku sudah merah padam. Malu.

Tiba-tiba saja jantungku berdetak lebih cepat. Itu mengganggu ku tanganku semakin bergetar. Memalukan.

"Hentikan debaran jantungmu itu. Berisik," Naoki berbicara padaku mungkin. Memecahkan ketegangan tapi membuatku semakin malu.

"G-gomen," kataku pelan sangat pelan. Suaraku tertutup dengan kencangnya detang jantungku.







TBC



5/25/17

Serenade of the Immortals [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang