#15 Cry

337 17 4
                                    


Ku banting pintu kuat-kuat, merosot di bawahnya. Ku tekuk lututku dan membenamkan kepalaku di antara kaki ku, kembali menangis. Aku tidak tau kenapa aku menangis. Air mataku seperti mata air yang terus mengalir tanpa henti. Aku lelah, mataku berat.

***

Sisa bulan ini ku putuskan menjauh dari semua orang. Menjauhi Hiroshi, menjauhi Naoki, bahkan aku mencoba menjauhi Kuhn teman baikku. Aku meminta Mr. Kwamori—supir yang selalu mengantar kami—untuk mengantar jemputku terpisah, tidak bersama Carnegie bersaudara.

Ku habiskan semua waktu yang ku punya sendirian. Biasanya sendirian akan membantuku, membuatku tenang, tapi kali ini tidak terlalu baik. Sesekali aku kembali menangis tanpa sebab. Aku tidak tau apakah tangisanku terdengar ke luar atau tidak, aku tidak peduli. Aku butuh seseorang untuk bicara, tapi tidak seorang pun cukup ku percaya untuk menjadi pendengar dari cerita ku.

Malam ini cukup dingin untuk malam di akhir musim gugur. Ku matikan pendingin ruangan yang samasekali tidak berguna untukku. Aku memutuskan tidur lebih cepat, meski pun kemungkinan aku akan terbangun di tengah malam dan menangis tersedu-sedu lagi, aku sudah tidak peduli. Aku tidak peduli dengan diri ku lagi.

Aku tidur dengan cepat. Dalam mimpiku, aku sedang berbaring di ranjang ku dan seseorang memelukku. Tubuhnya dingin, lebih dingin dari Hiroshi. Ketika ku buka mataku dan mencari orang itu, aku terkejut bukan main. Naoki berbaring di hadapanku di ranjanku.

Naoki menarikku mendekat. Aku tidak dapat berpikir, otakku berhenti berkerja. Seakan lupa kejadian beberapa minggu lalu, tubuhku merspon sentuhan Naoki.

Aku letakkan kepalaku sejajar dengan bahunya, tanganku di dadanya, mataku terpejam. Naoki mengecup puncak kepalaku dan memeluk tubuhku. Aku menggeliat dalam pelukkannya, menyesuaikan tubuhku dengannya.

Nyamann. Semua ini terasa nyaman bagiku. Tanpa sadar aku menggumamkan namanya. Aku tidak ingin bangun dari mimpi indah ini. Mimpi terindah dalam hidupku. Aku rela berada selamanya dalam mimpi hanya untuk bersama Naoki. Aku tidak ingin bangun bagaimana pun itu.

Sentuhan tubuhnya yang dingin bak es di tubuhku membuat setiap sel dalam diriku ikut membeku. Aku suka sensasinya, sengatan-sengatan kecil seperti listrik membuatku mati rasa, sensasi bergejolak ke sebuah tempat dimana hanya ada kita berdua.

"Naoki" ku sebut namanya lagi, tidak ada balasan, Naoki tidak mengatakan apa pun. Aku tidak berani membuka mataku, aku takut ketika membuka mataku semuanya hilang begitu saja. Kurasakan tubuhnya yang dingin masih memelukku. Napasnya segar di wajahku. Kuyakinan diriku bahwa Naoki masih bersamaku.

Ketika rasa takut menerjang diriku, aku teringat sosok mengerikan dalam mimpiku berbulan bulan lalu, mencekikku dan membakar tubuhku. Sosok itu muncul dalam mimpi indahku bersama Naoki.

Aku membuka mata dan melihat Naoki terpejam. Sesaat kemudian Naoki terbangun dan melihatku ketakutan. Naoki mengelus kepalaku lembut, ku tatap matanya, mencari perlindungan. Matanya sayu penuh dengan keputus asaan. Aku tidak dapat mencari jawaban di balik mata indahnya tu. Dia sama ketakutannya denganku.

Naoki mencium pipi kananku, "Jangan takut. Aku bersamamu. Selamanya, Angel."

Jantungku serasa di remas. Sakit. Ketika kenyataan bahwa semua ini hanya mimpi membuatku takut. Apa yang akan terjadi ketika aku bangun nanti?

Naoki menindih kepalaku dibahwa kepalanya, "Tidurlah, Angel."

Saat itu juga mimpi indah ini berakhir.

***

Aku terbangun. Kurasakan tubuhku dingin, seakan mimpi itu mempengaruhi tubuh asliku. Semua yang terjadi dalam mimpiku bergema di kepalaku.

Aku menangis. Lebih menyakitkan rasanya harus kembali ke kenyataan bahwa aku dan Naoki tidak bisa bersama dibandingkan menlihat Naoki dengan gadis lain. Keduanya membunuhku perlahan. Ingin sekali saat ini juga ku temui Naoki dan mengemis padanya untuk mau bersamaku. Tapi ku yakin itu mustahil. Membayangkan Naoki akan menemuiku saja tidak mungkin, apa lagi meyakinkannya untuk bersamaku. Mustahil.

Ku sentuh pipiku. Membayangkan Naoki menciumku lagi membuat tangiskku semakin menjadi. Ku sebut namanya dalam sela tangisanku. Berharap dia mendengarku menyebut namanya, menanggilnya.

Tapi itu sia-sia saja, Naoki akan berpikir aku cengeng. Gadis manja yang menginginkan sesuatu. Seperti anak kecil yang semua keinginannya harus di turuti. Naoki tidak suka gadis manja, dia menyukai gadis dewasa yang tidak akan menangis hanya karena seorang cowok. Naoki akan semakin membeciku.








TBC






11/30/17

Serenade of the Immortals [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang