#13 You part 2

375 19 0
                                    

Kali ini Hiroshi serius. Tatapan matanya tajam menusukku, aku bisa lihat keseriusan dan keputus asaan di matanya. Dia menarik ku lebih dekat, perutku sudah terpentok meja bahkan Hiroshi sedikit mencondongkan tubuhnya padaku untuk memisahkan jarak di antara kami.

Tidak ada orang yang kami kenal di sini. Jadi tidak ada yang diam-diam menyaksikan kami lalu mengadukan ini pada Naoki, walau pun aku tau Naoki mungkin tidak peduli dengan urusan kami. Tapi aku bersykur tidak ada yang memperhatikan kami kecuali wanita tadi yang sekarang berdiri di samping kasir.

Kami hanyut dalam pikiran masing-masing. Waktu terasa lambat sekali berlalu, pesanan kami belum datang juga seakan semua ini telah di setting sampai pembicaraan ini berakhir dan pesanan tiba kemudian kami makan dengan canggung sampai-sampai rasa es cream yang lembut menjadi keras seperti kerikil.

Hiroshi meletakan tangan kananku di pipinya. Tanganku terasa membeku. Dingin sekali tapi aku suka. Matanya sedikit terpenjam—tidak bernapas kemudian menghela napas panjang dan membuka matanya.

"Diangel, aku... aku menyayangimu. Jujur aku ingin sekali merebutmu darinya. Aku tidak tahan melihat sikapnya yang terus menjauhimu. Aku tidak tahan. Dia itu sangat bodoh. Pria terbodoh yang ku kenal. Kalau aku jadi dia aku akan sangat bersyukur bisa mendapatkanmu. Kau malaikat kecil yang tetap tersenyum apa pun masalah yang kau hadapi.

Dian, sayang, aku tau aku bodoh karena menginginkan mu, tapi aku serius aku menginginkanmu, sayang. Aku tau ini terlambat, tapi apakah kau mau menikah denganku? Atau... atau setidaknya menjalin hubungan yang lebih dari sekedar teman atau teman baik?"

Aku membeku. Aku mulai terlena oleh kata-katanya. Setiap kata yang terucap dari mulutnya menghipnotisku. Aku ingin sekali bilang "ya" tapi kata itu tersangkut di tengggorokanku—tidak mau keluar.

Mencintai atau di cintai?

Itu yang ku pikirkan. Naoki tidak melarangku untuk berhubungan dengan pria lain. Dia bahkan mengizinkan ku selingkuh darinya atau menikah dengan pria lain. Aku tidak berpikir pria itu Hiroshi tapi aku menginginkannya sekarang.

Aku tersenyum dan sedikit mengangguk. Tanpa ku sadari bibir dingin Hiroshi menyentuh punggung tanganku, dia mengecupnya beberapa kali lalu menatap lagi. Ku miringkan kepalaku sedikit; raut wajahnya masih sama. Menunggu jawaban.

"Aku juga menginginkanmu," dia terkejut, aku hanya tersenyum.

"Aku mencintaimu. Aku akui cintaku padamu dan Naoki berbeda, tapi faktanya aku juga mencintaimu. Aku ingin setidaknya salah satu cintaku terbalaskan," raut wajahnya berubah. Ada sebua kekhawatiran di sana.

"Diangel, aku mencintaimu dengan sangat. Tapi aku tau betapa Naoki seratus kali lebih mencintaimu daripada aku. Aku sadar betul. Kau akan langsung memujanya kalau sampai sekali saja dia memperlakukanmu dengan baik," dia marah. Karena apa?

Aku ingin bicara ketika wanita yang mendengarkan pembicaraan kami dari jauh itu mengantarkan pesanan kami. Dia meletakan bubble panda di kanan dan macha latte di kiri ku. Es cream pandanya lucu sekali. Berwarna putih dari es cream vanilla, telinga dari biscuit, dan mata dan telinga dari permen.

Aku sedikit mengaduk bawahnya dan tumpukan bola-bola kecil trasparan menjadi pondasi kepala panda dan rasanya enak, ada sensasi meledak ketika memasukan mereka ke dalam mulut. Aku sampai lupa kalau tadi Hiroshi sempat marah dan menikmati es cream ku sendirian.

Ketika aku hanyut dalam dunia gelembung-gelembung panda ini, aku tidak sadar waktu begitu cepat bahkan wanita itu baru meletakan waffle pesanan Hiroshi ketika gelas besar berisi cairan merah yang ku tebak adalah darah sudah habis. Dia mengambil gelas yang lain dan meneguknya secepat kilat.

"Aku ingin tiga gelas lagi. Katakana pada owner mu... CEPAT," dia agak sedikit membentak seperti orang mabuk. Wanita itu cepat-cepat mengangguk dan memberikan tatapan mengerikan padaku. Dia tau perubahan sikap Hiroshi karena aku. Jelas.

Dengan sangat cepat bahkan aku belum sempat berkedip melihat Hiroshi, wanita itu sudah kembali membawa tiga gelas cairan merah kental. Hiroshi meminumnya dengan cepat dan terlihat sedikit keleyengan. Mabuk? Yang benar saja mabuk setelah minum darah?

" Kita lanjut pembicaraan ini di rumah," dia bangkit ke kasir lalu membayar dengan dua lembar uang seribu dolar dan pergi begitu saja.

Aku melihat ke luar jendela. Tepat di luar kedai, Mercedes mewah yang sama seperti Mercedes yang menjemputku di bandara berhenti. Aku sadar kami sudah di jemput. Dengan cepat aku menyusul Hiroshi yang sudah masuk mobil dan membanting pintunya.

Pak supir membukakan pintu penumbang, aku duduk sendirian karena Hiroshi duduk di samping Pak supir dan dia terlihat sedang berpikir keras.

***

Di garasi, motor Naoki tidak terlihat. Apa dia belum pulang atau pergi ke tempat lain? Aku tidak tau tapi yang jelas Hiroshi kembali seperti sebelumnya. Dia menggandeng tanganku memasuki masion dengan penuh senyuman.

"Dimana Naoki?" Hiroshi bertanya pada Akira yang berada di ruang tengah.

"Dia bilang dia pergi ke rumah Syakiera dan tidak akan pulang malam ini."

Syakiera? Siapa itu?

"Kapan dia kembali?"

"Mungkin besok dia langsung ke sekolah. Kalau dia pergi."

Tanpa membalas ucapan Akira, Hiroshi pergi begitu saja denganku. Kami sampai di kamar. Aku duduk di samping ranjang, Hiroshi mengikuti. Dia tersenyum indah sekali, aku ingin melihat senyum itu di wajah Naoki—kalau saja aku bisa.

"Baiklah, sayang. Aku terima konsekwensi-nya karena telah mempunyai perasaa ini padamu. Aku akan menyerah jika suatu saat nanti kau kembali ke sisi Naoki dan aku janji setelah itu hubungan kita masih akan baik-baik saja dan aku akan menganggapmu kakak iparku. Aku janji," satu tangannya merengkuh pinggangku; aku merapatkan dudukku dengannnya.

"Biarkan aku memilikimu walau hanya sebentar," tangannya yang lain menarik tanganku dan menaruhnya di wajahnya.

Aku mengangguk. Tidak yakin harus berkata apa yang jelas aku senang bersama Hiroshi. Setidaknya aku merasa ada orang—meski dia bukan manusia—yang sayang padaku. Itu sudah cukup untuk saat ini.

Hiroshi mengecup tanganku beberapa kali, menaruhnya lagi di wajahnya, menciumnya lagi. Dia terlihat menikmatinya. Aku senang, perlakuan manisnya membuat jantungku berdetak lebih cepat. Aku hanyut olehnya, pertahananku roboh. Aku menginginkannya.

"Kamu boleh menciumku," aku mendesah, dia menatapku.

"Dari tadi kamu hanya mencium tanganku, aku serius, kamu boleh menciumku." Hiroshi menangkup wajahku, dia semakin dekat. Aku agak sulit bernapas. Napasnya yang di wajahku segar, aku menutup mata.

Bibirnya yang sangat dingin menyentuh bibirku. Hiroshi menghisapnya pelan.






TBC


9/16/17

Serenade of the Immortals [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang