Saat ku sadari ada orang lain di ruangan ini, seluruh lampu ruangan di mansion ini menyala. Di depan ku berdiri pria berambut hitam kebiruan dengan kaca mata yang memperjelas matanya. Badannya tegap—jangkung. Wajahnya tampak kaku.
"Lakukan itu di ruanganmu!" dia memberi jeda. Tak ada respon dari pria di samping ku.
"Kau—kalian berdua. Ikut aku!" suaranya pelan namun tegas. Tampa tujuan yang jelas aku mengikutinya dalam diam.
Dia membawaku ke salah satu ruangan di mansion ini. Ukurannya sekitar 5 x 5 meter dengan langit-langit yang tinggi. Temboknya dilapisi wallpaper berwarna putih dengan motif bunga mawar berwarna ungu yang memenuhi seluruh dingding ruangan ini.
Ada dua single sofa dan satu sofa panjang berwarna abu-abu dengan motif bunga-bunga kecil berwarna putih hingga motifnya hampir tidak terlihat. Ada juga coffe table kaca polos tampa hiasan atau barang apapun di atasnya tepat berada di tengah-tangan single sofa dan long sofa.
Terlihat tiga pria di sana. Satu pria berambut pirang ikal dengan mata biru menyala duduk dengan posisi paling santai dari pada yang lainnya.
Pria lain berambut pirang dengan mata coklat terang bertubuh langsing duduk di sisi lain sofa yang sama dengan pria bermata biru.
Pria terakhir berambut hitam dengan mata hitam gelap berdiri dengan tangan dilipat keduanya bersandar di dinding tepat di belakang pria bermata biru. Tampak cuek dari pada semua pria di sini.
Pria pertama yang ku temui duduk di single sofa sebelah kanan dan yang satunya di sebelah kiri. Aku masih mematung di tempat tidak tau situasi macam apa yang sedang ku hadapi sekarang.
"Kau duduk di sana" ucap pria berkaca mata menunjuk tempat kosong di antara pria bermata biru dan yang satunya.
Dari pintu di sebelah kanan tempat ku berdiri muncul seorang pria berpakaian jas hitam—agak tua. Dia menghampiri ku dan mengambil koper yang ku bawa.
"Biar saya yang bawa koper nona ke kamar" katanya sopan lalu berlalu menjauhi ku.
"Ku bilang duduk di sana! Apa perkataanku kurang jelas bagi mu?" ulang pria berkaca mata tadi. Dengan berat ku langkahkan kakiku menghampiri tempat yang dimaksudnya.
"Diangel, jangan sampai membuat mereka marah" bisik pria ramping di sebelah kiriku.
"K-kau tau namaku?" bisikku hampir tak bersuara.
"Kami semua mengetahuinya"
"Perkenalkan diri kalian" potong pria berkaca mata.
"Watashi wa Kaede Carnegie desu" lanjut pria berkaca mata—sopan.
"Akira desu" kata pria bermata biru—santai—sangat santai bahkan.
"Ore wa Yasuo," lanjut pria di belakangku sempat aku menengok untuk melihatnya jujur aku lupa dia berdiri di belakangku.
"Boku wa Hiroshi Carnegie de-su" lanjut pria berambut pirang dengan penekanan di kata 'desu' seperti sedang menggoda. Suaranya ringan—bersahabat dari semua orang di sini.
Yang terakhir "Naoki desu" ucapnya acuh tak acuh.
"Diangel Gileason desu" akhirku.
"Mulai sekarang kau tinggal di sini. Kalau butuh sesuatu katakan pada Hiroshi." Pria bernama Kaede pun pergi di susul dengan yang lain.
Hiroshi bangkit dari duduknya berdiri di hadapanku. "Let's go Dian-chan"
Hiroshi membawaku berkeliling. Mansion ini dominan berwarna ungu, abu-abu. Ada aksen warna merah dan hitam di beberapa tempat.
Aku tak dapat memikirkan apapun kecuali mengagumi desain bangunan dan apa yang ada di dalamnya.
Hiroshi berhenti di depan pintu berwarna hitam sama seperti delapan pintu sebelumnya yang ku lewati.
"Ini kamarnya Naoki"
"Huh? Memangnya kenapa?"
"Hanya jika kau kau tau" gumamnya sambil memasang senyum lebar dan tatapan aneh.
"Hahaha just kiding jangan anggap serius perkataanku. Aku hanya ingin melihat ekspresi mu setelah duduk di pangkuanya tadi" tawanya mulai pecah sedangkan aku sama sekali tidak mengerti.
"K-kau melihatnya? B-bagaimana bisa?" tidak itu memalukan.
"Hahahaha lupakan perkataan ku barusan Dian-chan" tawanya bahkan sama sekali tidak berhenti tapi menyuruhku melupakannya. Yang benar saja.
"Sedang apa kalian di depan kamar ku?"
Naoki berdiri di belakang kami. Tawa Hiroshi perlahan berhenti.
"Aku hanya sedang memberi taunya bahwa ini kamarmu. Dan sedikit menggodanya"
"Jangan lakukan itu di depanku" gertaknya sambil berlalu masuk ke kamarnya. Hiroshi mengajakku ke tempat lain menceritakan warna lantai yang sama. Desain pintu yang sama dan bentuk-bentuk lain yang ditemukan di jalan yang kami lewati.
"Kenapa Naoki-san dan Kaede-san merasa terganggu padaku?" butuh keberanian besar untuk mengatakannya di samping apa yang telah terjadi setengah jam yang lalu.
"Jangan dimasukin ke hati. Kaede memang orang seperti itu. Dia yang paling tua diantara kami jadi dia ingin semuanya sempurna. Kalau Naoki.... dia..... dia sedang bad mood maklumi saja itu sering terjadi" tuturnya pajang lebar masih dengan senyum lebarnya itu.
"Ah satu lagi. Jangan dekat-dekat dengan Yasuo selagi matanya hitam ok Dian-chan"
"Mmmm baiklah"
TBC
5/25/17
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenade of the Immortals [COMPLETE]
Roman pour AdolescentsDiangel Gileason tak pernah menyangka hidupnya berubah begitu drastis. Undangan misterius membawanya ke sebuah mansion besar dengan desain kuno dan atmosfer menyeramkan. Di sana, ia bertemu dengan keluarga Carnegie, kumpulan pria tampan yang menyemb...