[Dibuat pada 28 Mei 2015]
Kamu bilang, warna yang tepat untuk mendeskripsikanku adalah warna-warna pastel―cerah, lembut, menenangkan. Padahal kamu salah. Kamu sepenuhnya salah―karena toh kamu tidak tahu apa yang bergumul di balik jati diriku, sesuatu di balik pembawaanku yang selalu menenangkan untukmu.
Warna kesukaanmulah yang paling tepat untuk mendeskripsikan seperti apa diriku ini. Warna yang tersembunyi di balik hitam. Warna yang bisa dilihat dalam keadaan gelap total. Warna sebelum kematian. Eigengrau ...
* * *
Dia adikku, sejak sembilan tahun lalu. Orangtuaku membawanya ke rumah saat umurnya menginjak tujuh tahun, terpaut lima tahun dengan usiaku. Dia ditelantarkan oleh panti asuhan, karena mereka tidak bisa membiayai pengobatannya. Dia, gadis kecil itu, mengidap thalasemia―kelainan pada pembentukan eritrosit yang menyebabkan eritrosit berbentuk lonjong dan mudah rusak, sehingga eritrosit tidak berumur panjang. Kemungkinan besar penyakit itu diturunkan oleh kedua orangtua kandung gadis kecil itu.
Wajah gadis itu khas sekali. Wajah penderita thalasemia memang mudah dikenali, dengan bentuk tulang pipi yang berbeda dari orang kebanyakan. Dan sejak dia datang ke kehidupanku, wajah itulah yang selalu menyambutku setiap aku pulang sekolah.
Namanya Aayu Raharjeng, pemberian kedua orangtuaku Sejak saat itu, semua memanggilnya Ajeng. Demikian juga aku.
Dia Ajeng, adikku yang menggemaskan. Dia Ajeng, adikku yang senang merunut asal muasal sebuah nama-menurut logikanya sendiri yang kadang tidak masuk akal. Dia Ajeng, adikku yang cerewet dan sering memberondongku dengan pertanyaan semacam, "Kenapa awan bisa ditembus pesawat namun nyata wujudnya? Padahal biasanya, sesuatu yang dapat ditembus itu bersifat transparan, tak kasat mata." Atau, "Kenapa gunung terlihat biru dari kejauhan? Padahal sebenarnya warnanya tidak seperti itu." Kadang juga seperti, "Katanya, laut itu muara semua air yang ada-sungai, selokan, bahkan saluran pembuangan. Tapi, kenapa rasanya bisa asin? Bukankah muasal airnya tidak selalu asin?"
Bisa dibayangkan? Kepalaku nyaris meledak mendengar semua pertanyaan aneh-yang sebenarnya bisa dijelaskan secara logis-dari mulut bocah seperti dia. Aku tahu jawabannya, aku tahu alasan ilmiah yang ada di baliknya, tapi menjelaskan pada gadis kecil seumuran dialah yang lebih sulit dari menemukan jawaban itu sendiri.
Kesimpulan yang dapat ditarik cuma satu: Ajeng anak cerdas. Meskipun penyakit itu mengungkung kebebasannya, tapi dia tetap bisa berpikir logis, berorientasi jauh ke masa depan, dan menelisik apa sebab yang ada di balik suatu kejadian. Mencari alasan atas jawaban yang kukemukakan bukan hal aneh lagi baginya. Hal itu malah membuat otaknya semakin berkembang.
Jika bukan karena penyakit thalasemia yang hinggap pada tubuhnya, Ajeng gadis yang nyaris sempurna. Sayangnya, kita tidak bisa menyalahkan keputusan-Nya atas apa yang telah ada dan terjadi.
"Anggap Ajeng seperti adik kandungmu, ya? Kamu harus selalu sayang padanya. Dia itu gadis yang istimewa," pesan Ibu, setiap beliau melihatku bermain bersama Ajeng.
Ibu menyayangi adikku sama seperti beliau menyayangiku. Tidak ada batas pembeda yang mengurangi kasih sayangnya untuk Ajeng. Tidak ada dinding penghalang yang menghambat penyampaian rasa cintanya pada Ajeng. Ibu memang sosok yang sangat ibu; penuh cinta dan kelembutan untuk anak-anaknya.
Lain lagi dengan pesan Ayah, beliau selalu berpesan padaku, "Jaga dia baik-baik. Kamu harus jadi lelaki perkasa yang bisa melindungi adik perempuanmu satu-satunya!"
Ayah, di mataku adalah sosok lelaki paling tangguh, paling perkasa, dan paling bijaksana yang pernah ada. Beliau berpendirian teguh, keras, tapi juga punya sisi kelembutan seperti Ibu jika itu menyangkut aku dan Ajeng. Beliau sosok Ayah yang benar-benar ayah buatku; tegar seperti batu karang di luar, namun lembut dan penuh kasih di dalamnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mosaik Kehidupan
Short StoryKetika semua kepingan disatukan dalam satu momen, membentuk sebuah mosaik bernama kehidupan, apakah itu kabar bagus? Atau justru buruk? * * * * * [Berisi kumpulan cerpen, baik yang baru-baru ini dibuat atau yang sudah lama mendekam di laptop. Silaka...