Part 5 - Beyonce (1)

6.6K 294 3
                                    

Hujan deras mengguyur kota Palembang mulai dari jam 4 pagi tadi hingga sekarang pukul 8. Aiden diberikan waktu kelonggaran mengantar susu satu jam lebih lambat ketimbang biasanya karena hujan yang terus menerus ini.

Gadis bermata jernih itu sibuk memakai jas hujan sepedanya, lalu kemudian sibuk mengatur botol-botol susu di sisi kanan kiri motor tuanya. Senyuman manisnya tidak kunjung hilang meskipun hawa dingin dengan nakal menyelusup ke dalam kulitnya.

Ia ingat betul bagaimana reaksi Danu, adiknya, yang begitu kegirangan saat Aiden memberitahunya tentang pernikahan yang akan dilangsungkan oleh Gavin, yang sengaja dikatakan oleh Aiden sebagai anak orang kaya raya. Tadi pagi pula, ia sudah memberitahu ibunya jika ada seorang lelaki yang malamar dirinya. Ibunya itu cukup terkejut.

Hal yang wajar, pikir Aiden.

Ibunya tersenyum lembut sambil mengatakan kalau pria yang melamarnya itu harus datang ke rumah mereka dan melihat kondisinya apa adanya. Begitu pria itu tetap tersenyum, kata ibunya, dia adalah pria baik.

Tapi.. Setelah dipikir-pikir.. Bagaimana caranya membawa Gavin berkunjung ke rumahnya?

"AIDEN! KENAPA MELAMUN?"

Aiden terperanjat ketika Pak Burhan meneriakinya dari dalam peternakan. Aiden meminta maaf sambil membungkukkan badannya dari kejauhan. Pak Burhan tertawa cukup girang. Perut buncitnya bergerak-gerak akibat intensitas tawanya. Aiden kembali tenang dan tersenyum, kemudian mulai menaiki motornya dan meninggalkan peternakan.

******

Pagi itu, Paman Pur sudah berada di dalam toko ikannya, mengingat jam sudah mencapai pukul delapan lewat seperempat. Pamar Pur biasanya akan memindahkan box ikan dari mobil pick up ke dalam tokonya. Lalu memberikan beberapa ikan gabus atau ikan tongkol kepada Aiden ketika ia melewati Paman Pur yang sibuk memindahkan ikan-ikannya.

Aiden berhenti sebentar di persimpangan jalan. Jaraknya tidak sampai satu blok dari toko Paman Pur. Ia mengecek daftar alamat baru langganan susu yang diberikan Pak Burhan tadi pagi padanya. Sebenarnya, ingatan Aiden begitu tajam. Ia dapat mengingat dengan baik daftar alamat langganan susu Pak Burhan. Dan ketika ia mengecek daftar langganan susu baru itu.. Aiden menghela nafas lega.

Tidak ada tulisan beralamat rumah tempat tinggal Gavin.

Gavin itu bisa melakukan apa saja. Jika sampai laki-laki itu berlangganan susu Pak Burhan, itu artinya intensitas pertemuannya dengan Gavin akan semakin banyak.

Sementara..

Dirinya merasa gugup bertemu laki-laki tampan yang melamarnya beberapa hari yang lalu secara tidak resmi.

CRATT

Ah!! Aiden terlonjak saat sebuah mobil bergerak cepat di dekatnya, membuat genangan air di samping Aiden meloncat dan membasahi dirinya. Untung saja ia memakai jas hujan. Oh! Benar.. Ia ingat ia harus buru-buru mengantarkan susu itu sebelum menjadi dingin seperti air hujan.

******

Hujan masih mengguyur tubuh Aiden ketika ia telah berada di depan sebuah apartemen kelas menengah. Tinggal tiga botol susu lagi yang harus diantarkan oleh Aiden. Beruntungnya, itu dipesan dalam satu alamat apartemen ini dan terletak dalam satu arah tujuan pulangnya.

Aiden mengambil tas biru tua berbentuk persegi yang terikat di keranjang belakang motornya. Kemudian ia melepas jas hujannya dan diletakkannya jas hujan itu di sebuah gantungan mantel khusus tamu sebelum ia masuk ke dalam lobby apartemen.

Gadis itu berjalan cukup cepat ke dalam lift yang kebetulan terbuka karena langsung terisi beberapa orang oleh penghuni apartemen. Lalu ia mengambil secarik kertas dari balik kantung rompi merahnya, mengecek nomor lantai pelanggannya.

"Lantai 10."

Aiden tersenyum sembari menaruh catatan alamat itu kembali di kantungnya.

Lift terbuka.

"Kau mau pergi ke lantai 10?"

Tiba-tiba seorang wanita paruh baya bertanya pada Aiden dengan senyuman lembut di wajahnya. Aiden mengangguk antusias. Wanita itu menunjukkan raut cukup kaget dan segera mengarahkan telunjuknya di atas tepian pintu lift yang menunjukkan tulisan kapital 'LANTAI 10'.

"Eh-oh!"

Dengan sigap Aiden menyelusup ke tengah pintu lift yang hampir tertutup sehingga pintu lift itu terbuka kembali. Ia menengok pada si wanita paruh baya dan mengatakan terima kasih. Wanita itu tersenyum dan melambaikan tangannya ketika Aiden hampir menghilang dari pandangannya akibat pintu lift yang tertutup.

Aiden menegakkan tubuhnya kembali. Lalu berjalan menyusuri lorong apartemen yang bercat putih gading. Pandangannya tertuju pada kamar berpapan perak metalik nomor 1332.

Ia mengetuk dua kali pintu itu dengan yakin.

Tak lama, seorang pria muda membuka pintu itu dan menatap bingung. "Ya?"

Aiden mengangkat tas persegi biru tua nya, "Milk Delivery." Ucapnya dengan senyuman yang menampakkan gigi-gigi putihnya.

Raut bingung di wajah pria itu tak kunjung hilang. "Aku memang memesan Delivery. Tapi aku tidak merasa delivery susu. Aku memesan pizza delivery."

Aiden mengerjapkan matanya berkali-kali.

"MUNGKINKAH PELANGGAN YANG KAU TUJU ADALAH AKU?"

Seketika Aiden menengok ke arah kamar di belakangnya yang terbuka, ada seorang wanita cantik memakai piyama yang berdiri ceria disana. Aiden bengong. Ia mengecek kembali nomer kamar di catatan alamat langganan baru Pak Burhan.

Oh yeah.

Kamar 1323. Bukan 1332.

Ia merasa malu sekali. Ia menekan kedua buah bibirnya ke dalam dan meminta maaf kepada si pria muda di depannya. Pria itu tersenyum dan mengangguk. Setelah pria itu menutup pintunya, Aiden bergegas berjalan ke arah sebrang kamar si pria muda. Ke arah si gadis yang tersenyum penuh warna.

"Ma-maaf.. Saya tadi-"

"Tak apa. Sudah biasa kurir delivery tertukar kamar antara kamarku dan kak Mori. Oh karena aku akan langganan susu Bang Burhan.. Kenalkan. Aku Jean." Ucap gadis ceria itu memotong perkataan maaf Aiden. Aiden tersenyum kecut dan mengangguk pasrah.

Kemudian ia segera memberikan tiga buah botol susu itu kepada Jean. "Berapa harganya?" Tanya Jean.

Aiden mengambil secarik kertas bon di dalam tas pingangnya dan memberikannya kepada Jean, "30.000" katanya seraya tersenyum manis.

"Kurasa tidak telat minum susu hampir jam 9 pagi, bukan?" Tanya Jean dengan senyuman jahilnya.

Aiden terkekeh geli. Ia sedang disindir halus.

"Susunya sudah datang? Biar aku yang bayar."

Hah?

Aiden mengerutkan keningnya. Seorang laki-laki tampan bermata kehijauan muncul di balik punggung Jean. Aiden tahu dia. Tahu persis.

Orang itu yang melamarnya beberapa hari yang lalu.

"Gavin?"

**********

Tunggu kelanjutannya yaaa^^ thanks sudah menunggu hehe^^

Beautiful You [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang