Part 23

2.2K 137 14
                                    

Gavin membanting pintu mobilnya dengan keras. Tubuhnya bersandar ke kursi, matanya terpejam memikirkan kata-kata neneknya.

"Aku akan memikirkannya. Jangan gegabah sebelum keputusanku keluar."

Ia menarik nafas berat dan mengambil ponsel disakunya. Menekan kontak Serra, lalu mengangkat ponselnya setara dengan telinganya.

"Ha-halo?"

Suara lembut itu menyapa indera pendengaran Gavin. Ia tersenyum, rasanya hangat. "Sayang, bisakah aku bertemu denganmu?"

Ada keheningan yang cukup panjang hingga suara lembut itu kembali terdengar.

"Maaf, Gavin. Ku rasa aku tidak bisa menemuimu sekarang."

Gavin mengerutkan keningnya tidak suka, "kenapa?"

"Jade demam tinggi. Aku sedang menemaninya mengantri di rumah sakit."

"Biar aku kesana."

"Tidak apa. Bekerjalah dengan baik. Aku akan menjaga Jade."

"Tapi dia anakku juga, Serra!"

"Aku tahu. Lagi pula ini hanya sebentar, ketika kau sampai mungkin kami sudah pulang."

"Kau yakin?"

"Um!"

Gavin mendesah berat, frustasi.

"Baiklah. Jaga diri kalian."

*
*
**
*
*

Serra mengulum bibirnya gelisah. Tangan lentiknya menggenggam erat ponsel yang menunjukkan nomor kontak yang bertuliskan Johnny, terdengar suara nada sambung yang mengusik pendengaran Serra. Membuatnya semakin tidak tenang. Ini sudah panggilannya yang ke- 7 sejak kepergiannya dari apartemen John, dan laki-laki itu tidak kunjung menjawabnya atau membalas pesan teks nya.

Nada sambung di ponselnya kembali teralihkan ke suara wanita operator. Serra mendesah lesu. Jujur, ia masih mencintai Johnny yang sudah memiliki kekasih, namun hatinya juga tak bisa menampik akan kerinduannya pada ayah biologis dari anaknya. Tapi keputusannya untuk tidak menemui Gavin sejak lamaran mendadak itu demi melunturkan sedikit demi sedikit perasaannya mungkin adalah keputusan yang tepat.

Ia memang tidak menyetujui lamaran itu atau pun menolaknya. Takut-takut jika ia memilih melakukan salah satu tindakan itu malah membuat masalah baru. Serra merasa akan gila.

"Akh!"

Serra menengadah, mendapati Jade yang tersandung batu di taman di hadapannya. Mata anak itu tersenyum cerah tidak peduli dengan lututnya yang memerah.

"Jangan berlarian, sayang. Nanti kamu tambah sakit. Sebentar lagi giliranmu untuk diperiksa."

Bocah kecil yang dipanggil itu melirik sekilas ke arah ibunya yang tengah menatapnya khawatir, lalu kembali berlari mengejar anak kucing meskipun kulitnya sudah terlihat sangat pucat.

"Dengan ibu Serra?"

Serra menengadah, mendapati seorang suster berpakaian putih yang memegang papan nama di tangannya. "Ah- ya. Itu saya."

Beautiful You [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang