5

112 21 2
                                    

POV Nessa

Sore ini, setelah gue latihan Drum entah kenapa gue tersenyum melihat sosok didepan ruang musik yang terduduk dengan kaki yang diangkat seperti sedang di Warteg dan jemarinya mengapit sebatang rokok yang sepetinya sudah dihisapnya dari tadi. Gue gelagapan sendiri pas dia mergokin gue ngeliatin dia diam-diam. Graha. Yang selalu sukses buat gue penasaran.

"Lo belum pulang?"

"Buktinya gue masih disini.." ucapnya sambil membuang batang rokoknya

"Lo ngrokok?"

"Kalo lo suka cowok yang ngga ngrokok, gue bisa berenti ngrokok kok"

"Ih, tijel banget sih lo!"

"Lo dari kemaren bilangnya tijel tijel mulu. Kenapa nggak Graha ganteng kek, Graha keren kek, atau apalah itu" ucap Graha sambil menunjukkan seringainya

"Ih ganteng dari mana?"

"Lo balik sama siapa?Mau gue anter?"

Kenapa setiap gue denger suara Graha gue jadi merinding sendiri. Dan gue suka perlakuan dia ke gue seolah gue adalah orang yang penting di hidupnya. Walaupun gue baru kenal deket sama dia.

"Bolot ya?Gimana, mau ngga lo?"

"A anu____" belum sempet gue menjawab pertanyaan Graha, tiba-tiba gue rasa ponsel gue berdering, dan nama yang ada di layar adalah orang yang paling gue sayang. Walau sepertinya ada sebagian ruang kosong di hati gue untuk orang lain. Dan orang itu masih abu-abu banget dimata gue.

"Iya?"

"....."

"Iya aku udah selese kok. Aku ke gerbang sekarang ya. Tunggu bentaran."

Dengan segera gue tutup sambungan telfon dan memasukkan ponsel gue ke saku seragam gue. Gue melirik Graha yang nampaknya menunggu jawaban dari gue. Sebenernya sih gue ngga rela nolak ajakannya. Loh, kok gue jadi kepengin deket sama Graha mulu?

Sadar Nessa!

"Gue duluan ya. Udah dijemput,bye..."

"Yaelah, kapan lo mau balik bareng gue Ness?"

"Besok kalo Naruto udah jadi hokage!"

Gue segera berlari menuju gerbang sekolah. Walau udah memutuskan untuk meninggalkan Graha yang duduk di depan Ruang Musik. Gue masih aja pengen berbalik dan liat wajahnya. Duh kok pikiran ini melayang entah kemana.

"Udah lama?" ucap gue saat melihat sosoknya diatas motor gede warna hitam yang akhir-akhir ini udah jarang dia pake

"Baru aja kok. Tadi ada kuis bentar, jadi agak lama jemput kamu" ucapnya sambil membuka helm full facenya dan menampakkan lesung pipit yang membuat gue tersenyum

"Yuk..udah sore nih" tambah gue sambil meraih helm yang diberikannya.

Dia tersenyum seraya mengangguk. Entah kenapa selama 1 setengah tahun ini gue ngga penah bosen liat senyumnya. Dia yang dulu penah membuat gue down, sekarang seolah memulai kembali apa yang dulu penah kita lakuin berdua.

Gue segera naik keatas motor gedenya, mengangkat tas punggunya dan tersenyum. Seolah akhir-akhir ini dia udah ngelupain kehidupan masa lalunya. Senakal-nakalnya dia, gue paling suka sama perlakuannya dan gue suka liat ada anting hitam di telinga kirinya kesannya maco.

"Kita kemana?" tanyanya

"Ke rumah sakit ya" jawab gue tersenyum, dia segera menyalakan mesin motornya. Dan melajukan motornya ke tempat yang udah kita setujui. Samar gue melihat Graha yang tersenyum di lobi sekolah, melambaikan tangannya setelah itu tersenyum kecut sewaktu tangan gue dengan reflek memeluk pinggang sosok didepan gue. Entah itu maksudnya apa.

Sesampainya dirumah sakit, pemandangan yang sama seolah selalu hadir. Selalu tidak berganti dari kesuraman ke kebahagiaan. Apa kebahagiaan udah enggan datang ke gue?Apa bahagia gue di dunia udah kadaluarsa?Kenapa sih, orang yang gue sayang nggak pernah selalu ada dihidup gue?

Tiba-tiba dan mungkin udah terlalu sering gue nangis, udah terlalu jamak buat gue buat tumpahin air mata gue didepan ruangan yang diselimuti kaca ini, yang didalamnya ada orang yang paling gue sayang. Orang yang paling gue cintai didunia ini. Gue bosen. Gue bosen kaya gini terus. Bosen buat tiap hari datang kesini. Ibaratnya gue udah muak.

"Kamu nggak papakan?Kamu percaya sama kuasa Tuhan?Tuhan pasti kasih kesembuhan sayang" ucap cowok disamping gue sambil meraih kedua bahu gue dari samping. Dia tersenyum, senyum yang sama saat satu tahun setengah. Tapi gue nggak bisa percaya untuk hati gue masih terpatri nama dia. Iya, kalo menurut lo gue jahat, tapi gue punya alasan sendiri.

"Aku nggak bisa nunggu lama lagi Rey..aku bosen, aku udah nggak kuat, aku..aku nggak bisa hidup sendiri Rey..Rey....aku_____"

"Aku selalu ada buat kamu Ness.Inget itu" ucapnya sambil memeluk gue, menyandarkan kepala gue ke dada bidangnya. Gue emang lagi butuh tempat untuk bersandar. Dan Rey selalu ada buat gue.

Gue mendongak, melihat manik matanya. Tapi kenapa rasanya hambar?Seperti kuah sayuran tanpa adanya garam. Seperti teh yang biasa gue sedu, dan rasanya tanpa gula, seperti roti tawar yang tidak menggunakan selai coklat didalamnya. Rey..?

"Eh..bentar" ucapnya sambil melepas pelukannya, meraih ponselnya yang ia letakan di saku celana. Lalu mengangkat telfonnya sambil memberi kode ia ingin ke tempat yang sunyi seorang diri. Gue cuma mengangguk menyetujuinya. Dan kembali memeluk tubuh gue sendiri sambil melihat sosok yang masih tertidur di dalam.

"Kapan mau sembuh?Dunia ini indah banget, sayang kalau tidak di saksikan" ucap gue layaknya seperti orang bodoh, lalu tersenyum dengan miris. Seakan meratapi nasib, dan semua pertanyaan yang hadir cuma ada kenapa,kenapa dan kenapa?

"Maaf Ness..aku mau ketemu sama temenku. Aku harus ke rumahnya, kamu nggak papa disini?"

"Iya, aku nggak papa disini. Kamu ke temenmu aja dulu, aku nggak papa kok disini" ucap gue yang sebenarnya bohong seratus persen

Gue tersenyum sambil melihat Rey yang berjalan menyusuri lobi untuk ke parkiran, sebelum dia pergi dia sempet kecup kening gue. Dan artinya dia ingin gue tenang dan enggak emosi. Gue kembali mengedarkan mata gue ke sosok didalam ruangan, sosok yang tidak pernah bergerak sesentipun selama lebih dari satu bulan. Sosok yang paling gue benci dulu, dan sekarang gue merasa kehilangan.

"Papa mau bicara sama kamu sayang"

Gue menolehkan tatapan gue, melihat pria paruh baya dengan tampilan menyedihkan menampakan diri didepan gue. Sosok yang kurang tidur, ubanya udah ada di mana-mana, padahal dulu tak ada secuilpun rambut putih menyembul di kepala beliau.

"Papa udah menyerah sayang. Kita harus ikhlas" ucap beliau sambil memeluk gue, dan asal kalian tau, gue cuma bisa bengong. Mencoba untuk memahami apa yang dikatakan beliau barusan.

Yuhuu para readers yang baik hati :) muncul lagi nih authornya ^.^ . Yang bilang ceritanya ini terlalu pendek, sorry yah sebelumnya, dugaan author-author ini salah. Kita itu udah nulis nih cerita sampe ending, and tinggal posting aja dan patokan kita itu dua halaman HVS perpost, dan ternyata hasilnya dikit :')

Okey, jangan lupa vote,comment and share yah :)

Xoxo ^.^

Killer of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang