"Ini mas buburnya" ujar si bibi yang membawa nampan dengan sebuah mangkuk warna putih dan segelas air putih. Gue jadi bingung, kenapa bibi kasih buburnya ke Graha?
"Makasih ya bi" ujar Graha yang langsung mengambil alih nampan yang bibi bawa, lalu bibi ijin keluar.
"Lo nyuruh bibi masak bubur?"
Graha menggeleng cepat sambil mengaduk bubur ayam yang aromanya udah kecium sampe kediaman gue "tadi gue beli diperempatan. Buat sarapan"
"Siapa?"
"Buat sarapan gue..ya elu lah.." ujarnya sambil duduk disisi tempat tidur, mengambil sesendok bubur ayam dan meniupnya karena gue liat asapnya masih mengepul bebas tandanya buburnya masih panas
"Thanks" ujar gue yang sejujurnya udah nahan senyum. Kalo Graha liat gue blushing mampus gue. Gue selalu suka sama kelakuan Graha yang menurut gue beda banget sama Rey. Stop!Jangan bahas Rey.
Gue jadi ngerasa awkward banget pas Graha nyuapin gue. Gue jadi deg-degan gini, padahal gue udah biasa disuapin sama Rey, dan itu rasanya beda banget sama Graha.
Bubur yang Graha bawa udah tandas beberapa menit lalu, air putih digelas juga udah tinggal separuh. Gue diem, Graha juga diem. Jadi hening gini suasana.
Jam di nakas menunjukan pukul 11.00. Setelah gue bersih bersih, gue nggak liat Graha yang tadinya duduk dipinggir ranjang. Gue nengok ke balkon kamar yang pintunya terbuka sedikit. Dan disana, ada siluet sosok pria yang sedang duduk.
"Gue kira lo pulang" ujarku gue sambil ngeringin rambut.
Graha tersenyum sambil menghembuskan asap rokoknya "Gue ngerokok nggak papa kan?" Tanya Graha
"Ngrokok aja. Untungnya ngrokok buat lo itu apa?" tanya gue sambil duduk di sampingnya. Sedetik saja bau rokok udah masuk ke panca indra gue.
"Gue pengen berhenti"
"Berenti untuk?"
"Ngrokok, gue pengen jadi cowok yang kaya biasanya, nggak nakal. Pengen berubah" ucap Graha sambil menatap lurus kedepan
Gue tersenyum, dan gue sama sekali nggak tau arti senyuman gue sendiri. Kata-kata tadi ibarat petir yang menyambar di siang bolong. Kata-kata yang dulu.. dulu sekali pernah Arsya ungkapkan, pernah berniat untuk berhenti menjadi nakal, dan sekarang justru Arsya bukan seperti Arsya yang gue kenal. Dan gue nggak mau Graha jadi kaya Arsya, berubah, dan bukan seperti Graha yang gue kenal.
Tiba-tiba air mata gue menetes. Gue terisak secara perlahan supaya Graha nggak denger, walaupun gue tahu, Graha bakalan tetep denger kan?
"Eh kok nangis?" tanyanya sambil membuang batang rokoknya yang masih sedikit panjang, ia mengusap kepala gue
"Janji sama gue jangan pernah berubah" ucap gue dengan suara parau, dan gue nggak yakin Graha bisa mencernanya dengan baik
"Kenapa?" tanya Graha masih saja mengusap kepala gue
"Janji sama gue jangan pernah berubah!" ucap gue lagi sambil mengangkat wajah gue, menatap manik mata hitamnya. Graha hanya membalas tatapan itu dengan senyuman lembut. Senyuman yang baru gue dapat dari seorang brandal sekolah yang sering kena skorsing, senyuman paling sempurna setelah senyuman dari ibu gue sendiri
"Gue berubah buat lebih baik Ness, nggak nakal, nggak ng___"
"Graha denger gue!Janji sama gue jangan pernah berubah!!!Apapun itu!!" ucap gue sambil memegang kedua pundak Graha, mata gue masih aja berkaca-kaca "tetep jadi Graha yang kaya gini"
"Oo..ooke" ucap Graha yang sudah memeluk gue, menarik tubuh gue kedalam pelukan tubuhnya, membiarkan suhu tubuhnya seakan-akan menenangkan keadaan "gue sayang sama lo" ucapnya pelan, pelaaaaaaannn sekali ditelinga gue "gue sayang sama Nessa" ucapnya untuk yang kedua kalinya, lalu mengecup kening gue. Gue tersentak, lalu Graha kembali menarik tubuh gue kedalam pelukannya
Gue nggak tau mau ngapain, gue gugup dan secara reflek gue melepas pelukan Graha dan mungkin sudah ada rona merah dikedua pipi gue. Gue juga baru pertama kali denger kata sayang dari seorang bocah nakal yang begitu tulus. Gue seneng, entah kenapa gue seneng.
"Udah ah!Jelek banget kalo nangis" ujar Graha sambil memberantakan poni gue
Gue hanya cemberut dengan perlakuannya, tapi gue tetep seneng.
"Bosen banget nih"
"Gue udah suruh Sindy sama Nino buat ke sini"
"Nino siapa?"
"Nino yang duduk sama gue, bentar lagi juga dateng"
"Oke"
Gue tersenyum, dan kami berdua saling diam. Saling memikirkan apa yang sudah dari tadi berputar dikepala. Gue sendiri sibuk menyingkirkan kata sayang dari Graha barusan.
"Kenapa lo nggak mau gue berubah?Kan buat kebaikan" tanya Graha sambil memandang lurus kearah depan, melihat dedaunan yang nun jauh, diluar pagar rumah, pohon jambu biji dengan buah yang mulai besar-besar
"Kenapa sih harus berubah?"
"Ya nanya aja...biasanya cewek bakalan seneng kalo cowoknya nggak ngerokok, nggak nakal lagi..gitu"
"Sayangnya gue bukan cewek kaya gitu"
"Eh Ness...gu___"
"Non ada temennya dibawah" teriak si bibi membuat kata-kata Graha terhenti, gue penasaran dengan apa yang mau Graha ucapkan, tapi penasaran gue terpaksa harus ditahan.
"Hai.." ucap seorang cewek dibawah ambang pintu kamar, melambai-lambai sambil membawa sebuah plastik putih
***
Jangan lupa buat vote and comment :) Sorry, ini edisi males ngedit jadinya dikit :D

KAMU SEDANG MEMBACA
Killer of Love
Teen FictionCOMPLETED [✔] "Hidup itu kaya permen,ada manis,asam,pedas bahkan pahit. Dan lo nggak bisa hanya punya satu rasa permen dihidup lo,lo butuh semua rasa Ness,semuanya secara bersamaan. Hari ini asem,besok manis,besoknya pedes,gitu.." Ardani Nessa Sapu...