Chapter 14

725 34 0
                                    

*Normal POV*

Mentari mulai menampakkan sinarnya ke bumi. Menandakan segala kegiatan dan aktivitas telah dimulai kembali. Saat ini jam dinding menunjukkan pukul 06.13. Artinya, 17 menit lagi gerbang sekolah akan ditutup.

"Ayahh. Ayo berangkat!!" ucap seorang gadis sambil mengambil selembar roti dari meja makan.

"Tunggu adik kamu dulu dong, Azeela." jawab sang ayah.

"Dekk!! Lama banget kayak cewe! Kakak aja ga segitunya! Udah telat nih!" ucap Azeela tidak sabar.

"Iya bawel." jawab adiknya yang saat ini sedang menuruni tangga.

"Kalau rapiin buku harusnya dari semalem dong." ucap sang ibu mengingatkan.

"Kita berangkat dulu bu." ucap Azeela dan Irwindic. Membuat ibunya menggelengkan kepala.

Sesaat kemudian mereka memasuki mobil yang dikemudikan ayahnya. Perjalanan dari rumah ke sekolah Azeela membutuhkan waktu 15 menit. Mungkin masih cukup sebelum gerbang ditutup. Tapi sayangnya ia harus menuju sekolah adiknya dahulu. Hal itu memperbesar kemungkinannya untuk telat sampai di sekolah. Dan mungkin juga memperburuk reputasinya sebagai murid yang belum pernah terlambat.

Setelah mengantar sang adik-Irwindic, Azeela segera menuju sekolahnya.

*END Normal POV*

*Azeela POV*

Setelah mengantar adik gue, mobil ayah langsung melesat menuju sekolah gue. Tentunya setelah mendapat sedikit rengekkan dari gue agar ayah mempercepat kelajuan mobilnya.

"Ti–dua menit lagi gerbang ditutup!" keluh gue setelah melihat jam yang terdapat dipergelangan tangan gue.

Oh ayolah. Siapa yang tak panik jika sudah pasti akan telat sekolah? Sebenarnya bukan masalah telatnya, tapi hukuman yang diberikan itu.

Jika sudah begini, hanya ada satu kunci. Yaitu 'pasrah'.

Setelah pasrah pada keadaan, akhirnya mobil ayah yang gue tumpangi sampai di sekolah. Dan hal buruknya adalah gerbang sudah ditutup!

Gue segera berlari ke depan gerbang. Disana sudah ada penjaga sekolah–Pak Bam.

Sambil melirik jam tangan, gue memohon kepada Pak Bam.

"Pak, bukain gerbangnya dong. Baru telat semenit kok. Bapak kan baik. Ya?" ucap gue sambil memegang gerbang layaknya seorang tahanan di dalam penjara.

"Lebih tepatnya 2 menit." jawabnya.

"Yaampun Pak, cuma 2 menit doang kok."

"Tapi itu sama aja telat."

"Masa saya harus balik ke rumah sih pak? Ntar saya dimarahin ibu saya pak. Ibu saya galak tau pak. Bapak gakasihan sama saya?" ucap gue sambil menunjukkan muka melas.

"Emangnya siapa yang nyuruh kamu pulang?" jawabnya datar.

Asdfghjkl!!!!!!
Sabar Azee, sabar.

"Terus?" ucap gue tak kalah datar.

"Kamu tulis nama kamu disini! Dan hukumannya setelah pulang sekolah kamu harus menyapu dan mengepel gudang di dekat lapangan basket! Tidak boleh dibantu teman!" ucap Pak Bam sambil menyerahkan buku kecil ke arah gue.

"Pak, masa saya bersihin gudang sendiri gitu? Saya kan perempu—"

"Maaf Pak, saya telat." ucap seseorang memotong perkataan gue.

"Kak David?" gumam gue.

"Tuh ada yang telat lagi, jadi kalian ngerjain hukumannya berdua. Kamu yang perempuan, kasih tau hukumannya ke dia. Bapak males jelasin lagi." ucapnya sambil membuka gerbang.

Stuck In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang