Sebelumnya maaf karena udah ngilang 4 bulan lebih. Sebenarnya tadinya author nggak mau lanjutin cerita ini, tapi karena banyak-coret- lumayan-coret- sedikit pembaca yang antusias minta cerita ini dilanjutkan, jadi aku lebih bersemangat buat update cerita ini. Oke, selamat membaca.
---
Sudah dua hari Azeela tidak masuk sekolah sejak kejadian di ruang kesenian yang dianggapnya sangat memalukan.
Bagaimana tidak? Azeela secara spontan berkata jujur kalau ia menyukai David. Hal itu merupakan kejadian kedua yang paling memalukan, ya, selain kejadian ia terjatuh ke kolam renang saat acara party temannya tahun lalu di Australia.
Dan lebih parahnya, Azeela tidak memikirkan perasaan Alfian yang tulus padanya.
Azeela menggelengkan kepala pelan lalu melihat ke arah langit-langit kamarnya. Memikirkan kejadian dua hari yang lalu benar-benar membuatnya pusing.
Irwindic, memasuki kamar Azeela dengan tenang. Ia melihat keadaan Azeela yang telah memakai seragam sekolah. Walaupun begitu, penampilannya saat ini bisa dibilang sangat-tidak-siap-bersekolah.
Irwindic menepuk bahu Azeela dengan pelan, seakan tahu kalau saat ini kakaknya sedang rapuh. "Kak," panggilnya.
Azeela tidak merespon. Tatapannya kosong. Irwindic merasa kasihan dengan keadaan Azeela saat ini. Tapi ia tidak bisa membantunya. Bagaimanapun, ia tidak tahu apa masalah Azeela. Bahkan kedua orang tuanya juga tidak mengetahui masalah Azeela saat ini.
Irwindic mengguncang bahu Azeela dengan lembut. "Kak," panggilnya lagi.
"Dic?" ucap Azeela sambil mengerjapkan matanya. "Udah mau berangkat, ya?"
Irwindic menggeleng pelan. "Kita sarapan dulu. Ayah dan Ibu udah di bawah."
Azeela mengangguk mengerti. Ia mengambil tas sekolahnya dan berjalan keluar kamar meninggalkan Irwindic yang kebingungan.
Irwindic mengikuti kakaknya. Saat di tangga, ia memberanikan diri untuk bertanya, "Kak, lagi ada masalah?"
Azeela berhenti melangkah, membuat Irwindic sedikit kehilangan keseimbangannya mengingat mereka berada di tangga sekarang.
"Maksud kamu?" tanya Azeela.
"Hm, itu-- a-anu ... Keadaan kakak beda." Irwindic tidak tahu lagi mendeskripsikan kata 'buruk' agar lebih sopan.
Azeela tersenyum. "Kakak baik-baik aja." ucapnya seraya melanjutkan langkahnya.
Azeela memang tersenyum, tapi Irwindic tahu kalau senyum itu terpaksa yang dibuat-buat.
Azeela sampai di meja makan. Tapi, bukannya langsung mengambil sarapannya, ia malah terdiam. Bahkan, ketika dipanggil ibunya ia tetap bergeming.
Irwindic datang ke ruang makan dan langsung mengambil sandwich kesukaannya. Saat sadar dengan keadaan sunyi di meja makan, ia memandang sekelilingnya dengan bingung.
"Ada apa?" tanya Irwindic ke ibunya.
Ibunya memberi isyarat dengan melirik Azeela yang berhadapan dengan Irwindic. Irwindic melirik ke depan, melihat kakaknya melamun lagi. Sungguh, ini bukan Azeela, sang kakak, yang ia kenal.
"Kakak!" teriakan Irwindic membuat Azeela tersentak.
"Apaan sih, Dek?" tanya Azeela sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Bisa nggak sih, jangan ngelamun terus? Dikit lagi mau berangkat, cepet sarapan! Aku nggak mau telat, jam pertama ulangan!"
Percayalah, itu bukan alasan Irwindic yang sebenarnya. Ia hanya tidak ingin melihat kakaknya seperti ini. Entah kenapa, hatinya sakit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck In Love
Ficção Adolescente[DISCONTINUED] Pulang sekolah adalah saat yang dinantikan setiap murid, tapi tidak bagi Azeela. Penyebabnya adalah latihan band dan seniornya. Tapi saat latihan sudah tidak dilakukan lagi, ia malah ingin mengulangnya. Apa yang terjadi pada Azeela? A...