Chapter 17

118 8 1
                                    

Pelajaran sangat terasa membosankan bagi Ana. Apalagi tidak ada Azeela di sebelahnya. Melamun sambil menggambar di belakang buku catatannya, itulah yang bisa Ana lakukan saat ini.

Ana melirik jam tangan biru muda di lengannya, "Lima menit lagi." gumam Ana.

Tak lama kemudian, bel tanda istirahat berbunyi. Guru mulai keluar dari kelasnya. Ana melihat papan tulis yang dipenuhi berbagai tulisan, gambar, dan rumus. Ia mendengus malas dan mengambil beberapa gambar papan tulis dengan kamera handphonenya.

Merepotkan, pikirnya.

Tak berselang lama, Ana melangkahkan kakinya keluar dari kelas untuk menemui Azeela.

Di sudut lain, Alfian sedang membereskan mejanya yang berantakan. Bukan karena buku pelajaran, tapi karena bola-bola kecil dari kertas yang diremukannya saat jam pelajaran.

Alfian tidak menyangka jika Azeela telah membuatnya sekacau ini.

"Hoi, bro. Berantakan banget meja lo!" ucap seseorang mengambil salah satu remukan kertas itu.

Alfian terperangah dan menengok ke sumber suara. Di sampingnya terdapat Rifaldi yang hendak membuka remukan kertas yang tadi diambilnya.

Mata Alfian melebar saat melihat kertas itu sudah membuka sepenuhnya. Alih-alih akan merebut kertasnya, Rifaldi berlari ke depan kelas menghindari amukan Alfian.

Alfian mengejar sambil meneriakan nama tak lupa sumpah serapah untuk Rifaldi. Dengan acuh, Rifaldi kembali berlari ke belakang kelas sambil menjatuhkan beberapa kursi agar Alfian kesulitan lewat.

Sekarang, lihatlah hasil yang diperbuat mereka berdua. Kelas yang tadinya sedikit tenang-karena sebagian murid pergi ke kantin- menjadi agak ricuh karena mereka. Beberapa meja berpindah dari posisi semula. Dua-tiga kursi terjatuh di sampingnya. Sekumpulan murid perempuan menjerit karena merasa aktivitas bergosipnya terganggu. Intinya, tidak lebih baik dari kapal pecah.

Alfian berhasil melewati kursi demi kursi yang sengaja dijatuhkan Rifaldi. Hanya lima langkah lagi ia akan sampai ke Rifaldi. Mungkin ia akan memukul kepala Rifaldi memakai kursi tadi--oke itu terlalu sadis. Tapi paling tidak, ia harus menendang bokong orang kedua yang paling menyebalkan baginya itu. Yang pertama? Tentu saja David!

Saat tiga langkah terakhir Alfian mendekati Rifaldi yang masih mematung, Rifaldi membuka suara, "Eh, damai bro!" sambil mengangkat dua jarinya.

Ibarat masuk kuping kanan keluar kuping kiri, Alfian tak memperdulikan ucapan Rifaldi dan tetap melangkahkan kakinya.

Rifaldi mundur selangkah dan berkata, "Serius, nggak gue ketawain, Yan! Gue mau ngomong sama lo!"

Sekali lagi, Alfian tidak memperdulikan ucapan Rifaldi. Ia menyeringai dan kembali melangkah.

"Ini tentang Azeela," ucap Rifaldi dengan tenang dan serius, membuat seringaian diwajahnya memudar.

"Kenapa?" tanya Alfian dengan wajah datar.

Rifaldi memicingkan matanya, "Tumben muka lo datar banget."

"Nggak boleh? Masalah buat lo?"

"Biasanya lo semangat kalo ngomongin dia."

Alfian mendengus kesal.

"Serius nih? Gue mau ngomongin Azeela, Yan. Cewek yang lo suka."

"Ngomongin apaan lagi sih?" ucap Alfian sedikit kesal.

"Jadi segini doang? Gue kira lo bakal merjuangin Azeela. Seperti kata lo waktu itu. Kalo lo nggak akan lelah, walaupun nunggu dia."

"Lo ngomong gitu enak, karena lo disukain sama orang yang juga lo suka," gumam Alfian.

Stuck In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang