Bab 10

1.9K 236 20
                                    

note: Aslinya aku pengen update kemaren tanggal 22, tapi berhubung laptop lagi ngambek, yaudah ... nahan dulu wkwkwk. Tapi, hari ini aku dan laptop telah berdamai kok :p. Selamat berimajinasi ria!

Dalam tameng transparannya dan dilindungi kacamata penahan cahaya intensitas tinggi, Lucia menyaksikan peristiwa di depannya nyaris tak berkedip. Ia bahkan sempat mencoba untuk menahan debaran jantungnya yang iramanya lebih cepat. Debaran itu menunjukan rasa takut ketika menentukan jawaban yang taruhannya adalah nyawa. Tapi untuk saat ini, debaran itu bukan rasa takut, tapi perasaan bingung yang bercampur kagum.

Seiring berjalannya waktu, cahaya menyilaukan itu perlahan-lahan meredup. Disekeliling Lucia bertebaran partikel debu, gas dan benda padat seperti bebatuan. Disinilah waktu mulai berjalan dan ruang mulai terbentuk.

Tanpa pemberitahuan yang biasanya menyadarkan Lucia. Jam hologram ditangannya telah menampilkan soal ke dua yang harus ia jawab. Ia tersadar ketika akan melirik jam untuk memastikan sudah berapa lama ia berdiri di alam mimpi ini.

Lucia ragu mengatakan situasinya sekarang adalah sebuah mimpi. Ragu adalah ketika pikiran berada di area abu-abu-tidak jelas. Kenapa ia ragu? Terlalu mustahil untuk dibilang nyata dan terlalu nyata untk disebut mimpi. Ia berdiri tegak di tengah alam semesta berlatar gelap tanpa gravitasi. Ia juga bernafas layaknya berada di bumi. Lucia hanya mengambil konklusi bahwa ia berada di bawah kendali teknologi super canggih. Disertai dengan jantung yang masih berdegub, Lucia membaca pertanyaan simulasi.

Sesuatu semu yang beku, gumpalan terluar pada sistem planet. Sebuah tempat yang menyimpan benda orbit. Benda yang mengorbit bercahaya ketika mendekati bintang. Sebuah tempat berbentuk bagaikan bola.

Seiring berjalannya waktu, alam semesta yang berada di sekitar Lucia kembali tenang. Titik-titik bersinar menghiasi kegelapan malam disekelilingnya. Lucia juga ikut menenangkan diri agar dapat berpikir jernih untuk menarik semua probabilitas yang muncul dalam pikirannya.

"Hm ... Semu? Berarti benda ini tidak nyata," gumam Lucia yang sambil melirik kiri-kanan seperti mencari sesuatu.

Beku? Keras, mungkin es atau batu, mungkin juga keduanya. Lucia berkomunikasi tanpa bersuara-hanya suara dalam pikirannya yang mengeluarkan pertanyaan dan argumen.

Lalu, kalimat yang sama mengungkapkan, terluar dari sistem pla ..., ia berhenti sejenak ketika latar di depan matanya berubah. "Sistem planet ... mungkinkah itu tata surya?" Sebuah argumen yang spontan ia tarik ketika melihat ilusi tata surya yang kecil namun jelas. Sembilan planet mengorbit matahari-sebenarnya hanya delapan, karena Pluto bukan lagi disebut planet. Ketika syarat dasar untuk planet ditetapkan, saat itu juga predikat Pluto sebagai planet dicabut. Pertama, karena gravitasinya yang terlalu kecil untuk dianggap sebagai planet dan yang kedua, orbitnya memotong orbit planet neptunus.

"Mengamati tata surya secara langsung ... mimpi terindah seumur hidup!" kata Lucia yang hanya berucap pada dirinya sendiri.

Lucia mengamati sistem di depan matanya secara perlahan. Ia mengalihkan pandangannya satu demi satu terhadap objek yang mengorbit. Sampai pada akhirnya ia berhenti di suatu terujung yang berbentuk mungkin hampir melingkar-efek melihat dari kejauhan dibawah kacamata penahan intensitas cahaya tinggi.

Semuanya terlihat berkabut, itu seperti berawan? Hm ... awan, ya? Benda semu itu mungkinkah menunjukkan awan! Sesekali juga Lucia berpikir bahwa setiap kalimat adalah petunjuk dan mungkin di depannya sebuah petunjuk yang sangat jelas.

Kemudian, sebuah objek asing melintas di dekat matahari dan memancarkan cahaya-ekor yang berkilauan. "Komet," gumam Lucia dalam kekagumannya. "Bingo! Benda mengorbit bercahaya yang mendekati bintang. Dengan kata lain, itu sebuah matahari. Kalimat ini mengungkapkan komet!" Lucia mulai senang dengan tebak-tebakan aneh dari orang-orang aneh yang menyusunnya.

COSMOS: Simulation SurviveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang