Satu - Cheer Up!

4.6K 147 3
                                    

Langkah kaki Dya melangkah dengan cepat setelah ia baru saja keluar dari ruangan wakasek.
Tangan kirinya menenteng beberapa proposal program kerja OSIS angkatannya.
Tangan kanannya ia gunakan untuk memberikan senam jempol untuk menekan layar touchscreen ponselnya.
.
Dya merasa pegal, ia memutuskan untuk duduk sejenak disalah satu tempat duduk di sepanjang koridor sekolahnya. Kakinya ia luruskan. Matanya kosong menatap semu sepatu All Star  hitamnya, nafasnya masih memburu. Peluh didahinya menetes di rok abu-abunya.
Ia merasakan sesuatu yang dingin dan basah membuatnya terkejut menyentuh di pipi kanannya.

Dya mendongak, melihat siapa yang melakukannya.
Matanya panas ketika melihat siswa dengan postur tingginya dengan mengenakan celana PDL hitam dipadukan dengan kaos angkatan ekskul pecinta alamnya membuat siswa ini sempurna.

Dika.

Dika tersenyum geli mendapati ekspresi wajah Dya yang masih terkejut, "Gue ngagetin lo?" Tanya Dika yang sudah menjauhkan minuman dingin itu dari pipi Dya.

Dya mengedipkan matanya berulang kali. Lalu tersenyum datar, "Kaget sama dinginnya doang..." Jawab Dya gugup.

Gimana nggak gugup, senyuman hangat Dika jelas membuatnya pipinya bersemu merah, belum lagi tatapan teduh dari mata cokelat milik Dika sudah dipastikan siswi-siswi yang ditatap Dika seperti ini akan mimisan atau bahkan sesak nafas.

"Dya...." Panggil Dika lembut sambil menepuk pundak Dya pelan.

Dya menggeleng pelan, membangunkan lamunannya sendiri.
Dya nyengir, "He-eh. Sorry Ka, sorry. Lo tadi nanya apa ??" Tanyanya gugup.

Dika semakin geli melihat tingkah laku Dya, "Gue belom nanya apa-apa. Dari tadi gue cuma ngeliatin lo doang." Jawab Dika yang sudah pasti membuat hati, jantung, paru-paru dan penghuni lain ditubuh Dya mengadakan pesta kembang api didalam tubuhnya.

Dya lagi-lagi hanya nyengir kuda, "Udah kucel. Jangan diliatin." Jawab Dya dengan nada rendah.

Dika membukakan botol air mineral dingin yang ia bawa sejak tadi lalu menyodorkan pada Dya.

"Minum dulu gih." Ujarnya penuh dengan perhatian.

Ah, Dika nih. Batin Dya malu.

Dya mengambil botol minum itu dari Dika dengan tersenyum kecil.
Belum sempat ia meneguk air mineral tadi, terdengar suara koor kompak dari tengah lapangan sekolahnya yang sudah pasti suara koor itu hasil persatuan dari beberapa Ekskul lainnya yang tengah melihat keduanya.

"Ciiieee... jadi udah jadian nih??" Celetuk Gito anak ekskul PMR yang semakin membuat suara koor  sorakan itu makin nyaring.

Pipi Dya bersemu merah. Ditambah lagi beberapa adik kelas sepuluh yang melihatnya dengan Dika dengan tatapan iri. Iri karena bisa dekat dengan kakak kelas mereka yang menurut mereka Dika super duper keren nggak boleh dibantah.

"Pajak jadian bisa kali Dy!!!" Teriak Fedo anak pecinta alam yang juga anggota OSIS.

Dya mendelik. Fedo hanya cengengesan.

"Udah diterima belom?? Yaelah, lama bener !!! Perlu pake musik nggak nih??!" Tambah Opik sambil mengangkat gitarnya menatap keduanya.

"Belom dijawab nyet !!!" Jawab Dika dengan kencang yang membuat Dya melotot menatap Dika yang masih cengengesan melihat tingkah laku Opik yang sedang menyanyikan lagu dengan gaya sok asiknya.

Jelas saja jawaban Dika membuat suara koor di lapangan sekolah semakin ramai. Bahkan Dya memastikan sudah membayangkan dirinya sedang berada di sekitar kawanan orang utan yang kelaparan lalu menjadi semangat ketika melihat dirinya membawakan makanan untuk mereka.

"Udah diminum??" Tanya Dika yang sudah kembali menatap Dya yang masih melamun.

Dya terkisap lalu menggeleng. Ia segera meneguk air mineralnya cepat-cepat.

"Ka, gue duluan ya ke ruang OSIS. Udah ditunggu sama Tyas proposalnya." Pamit Dya karena sudah gerah menjadi tontonan gratis bagi siswa dan siswi lainnya.

Dika mengangguk, "Nggak usah didengerin omongan anak-anak tadi. Omongan gue juga." Ujar Dika lembut.

"He-eh" jawab Dya singkat.

"Ntar dulu Dy.." Tahan Dika sambil menahan siku Dya pelan.

"Hah?" Tanya Dya bingung.

Dika mengambil botol minumnya yang sudah berpindah tangan ke tangan Dya,
"Gue mau lanjut kumpul. Ngeliat lo minum  tadi kayaknya seger banget." Ujar Dika lalu meneguk air mineral Dya menyisakan setengah botol lagi.

Dya bengong.

Gimana bisa Dika nggak ngerasa jijik buat minum satu botol bekasnya tadi. Jantung Dya kembali ber-deg-deg-an-ria.

Dika mengembalikannya botol itu ke tangan Dya, "Thank's ya..." Ujarnya dengan suara seraknya yang khas.

Dya tersenyum, "Gue yang thank's Ka." Jawab Dya tenang, padahal sebenarnya ia mati-matian mengontrol kembang apinya yang akan meledak.

Dika tersenyum lagi dengan hangat lalu mengacak-acak puncak rambut Dya yang jelas saja membuat koor  sorakan terhadap dirinya dan Dika kembali nyaring.

"Semangat Awindya..." Ujar Dika menyemangati Dya dan lagi memberikan senyuman hangatnya yang meluluh lantahkan urat sarafnya.

Dya mengangguk lalu meninggalkan Dika. Sedangkan Dika masih menatap Dya yang kian menjauh lalu tidak terlihat ketika tertutupi ruang perpustakaan.

"Jadian aja kenapa sih??!" Tanya Awan sambil menepuk pundak Dika sedikit keras.

Dika tertawa kecil, "Mendua dong gue." Jawab Dika seadanya lalu meninggalkan Awan.

"Ya daripada diem-diem begini?? Emang enak??" Tanya Awan yang sedang menyamakan langkah kakinya dengan Dika.

"Kalo perhatian gue dibagi dua yang lain emang ikhlas??" Tanya Dika dengan nada dingin.

"Yaelah, gitu aja lemah lo. Daripada kayak gini. Ibaratnya ya, lo mules, lo pengen boker, lo udah nemu toiletnya tapi lo mending milih buat nahan mules lo. Sembelit lo !!" Cecar Awan panjang lebar.

Dika menepuk dada Awan dengan cepat, "Sialan lo pake bawa-bawa boker sama sembelit segala." Protes Dika lalu mempercepat langkahnya tidak mempedulikan Awan yang terus memanggil namanya, menawarkan analisisnya antara Dika dan Dya.

-
-
-

Tidak ada yang tau, Dika dan Dya sudah saling kenal sejak keduanya duduk di bangku SMP ketika mereka duduk di kelas tiga.

Keduanya juga dekat ketika mereka mengikuti teater drama musikal di Bandung.
Sempat muncul gosip jika keduanya saling menyukai, namun Dika dan Dya malah memilih menjauh. Mereka kemudian bertemu lagi di SMA mereka sekarang.

Walau keduanya berbeda kelas tetapi Dika kerap mengajak Dya untuk sekedar istirahat bareng atau pulang bareng.

Kedekatannya kembali renggang karena keduanya mulai disibukan dengan kegiatannya. Dya dengan OSIS dan ekskul yang ia ikuti lainnya. Sedangkan Dika sibuk dengan ekskul pecinta alamnya, apalagi ia dipilih menjadi ketua angkatan.

Menurut kasak kusuk dari kakak kelas dua belas dan juga alumni yang masih aktif di ekskul, jika anggota pecinta alam yang sedang menjadi dewan pengurus jarang yang berpacaran karena tidak mau perhatiannya menjadi terbagi dua.

Alasan itulah yang membuat Dika dan Dya memenangkan penghargaan sebagai pasangan HTS-an ter-awet di SMA Bina Nusa Bangsa dari teman-teman mereka.

-
-
-

Note : See u di chapter 2 yaa. Jangan lupa kasih vote nya :))

TentangDyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang