Lima Belas - Dika dan Bagas

1.7K 84 1
                                    

Senin pagi ini siswa kelas sepuluh dan sebelas tidak ada kegiatan belajar seperti biasa karena adanya peresmian program khusus kelas dua belas.

Namun hal itu tidak berlaku bagi murid kelas sebelas yang ekskulnya ikut partisipasi dalam kegiatan peresmian program khusus ini.

Dya dan Laras bergegas menuju lantai dua untuk memastikan persiapan anggota pecinta alam yang akan melakukan repling sebagai tanda diresmikan kegiatan tersebut.

"Dy, gue ke sebelah sana ya. Lo kesana ya." Ujar Laras buru-buru ketika keduanya tiba dilantai dua.

Dya mengangguk setuju. Baru beberapa langkah, ia terkejut ketika ia akan berhadapan dengan Dika dan Bagas.

Dya menarik nafasnya berat lalu menghembuskannya cepat.

"Gimana persiapannya???" Tanya Dya pada Duta yang turut membantu keduanya.

"Nggak ada masalah Kak." Jawab Duta singkat namun sopan.

Dya mengangguk. Matanya bertemu dengan mata Bagas yang sedari tadi sudah memperhatikannya.

"Pinjem tangannya coba Kak." Ujar Bagas sambil menunjuk tangan kanan Dya.

Dya seperti terhipnotis dengan sikap Bagas langsung mengulurkan tangan kanannya kearah Bagas.

Bagas merogoh saku celananya sambil tersenyum. Ia mengeluarkan gelang tali berwarna coklat muda lalu ia sematkan ke pergelangan tangan Dya.

Dya jelas kaget dengan sikap Bagas. Ditambah Duta yang mulai gerah dengan sikap Bagas.

"Kalo yang ini jangan ditolak. Misalnya perasaan saya kakak tolak, untuk yang ini jangan." Ujar Bagas dengan lembut sambil menalikan gelang tali itu.

Dya menarik tangannya setelah Bagas sudah selesai menalikannya.

Dya tersenyum kaku, "Kalo persiapannya nggak ada masalah. Gue tinggal ya." Ujar Dya gugup.

Bagas tersenyum hangat ketika Dya berlalu. Perasaannya jauh lebih baik ketika senior yang terkenal galaknya ini tidak menolak pemberiannya.

"Dya..." Panggil Dika lembut ketika gadis itu melewatinya begitu saja.

Dya menghentikan langkahnya lalu menoleh kearah Dika. Jantungnya kembali berdegup kencang.

Dika berjalan santai kearah Dya. Senyuman hangatnya serta tatapan mata teduhnya menyambut Dya.

"Lo nggak nanya persiapan gue gimana? Yang turun bukan Bagas aja. Gue juga turun Dy..." Ujar Dika yang kini sudah berdiri tepat dihadapannya.

Dya hanya menatap Dika sebentar lalu bergegas turun meninggalkan Dika.
Dya masih ingat kejadian hari Sabtu ketika keduanya tengah menuju hujan reda.
-
-
-
-
Dika masih membiarkan gadis itu menangis di bahunya. Ketika Dya sudah cukup tenang, Dya mengangkat kepalanya dari bahu Dika.

"Jadi lo kenapa??" Tanya Dika datar. Bukan datar, Dika hanya mencoba untuk secuek mungkin menghadapi gadis ini. Namun hatinya menolak untuk cuek kepada Dya.

Dya menatap Dika dengan mata sembabnya, "Gue nggak bisa Ka..." Ujarnya Lirih.

Dika mengerenyitkan alisnya, bingung dengan pernyataan Dya barusan, "Nggak bisa apa Dy?? Gue nggak paham." Jawab Dika hangat.

Dya susah payah menarik nafasnya untuk menjelaskan semua perasaannya.

"Gue nggak bisa kalo gue harus pura-pura Ka. Gue nggak bisa pura-pura seakan kita nggak ada apa-apa. Iya, gue tau kita emang nggak ada apa-apa. Lebih tepatnya gue nggak bisa harus pura-pura benci lo Ka...." Jawabnya pasrah sambil menunduk.

TentangDyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang