Enam - Dika ah!

1.6K 59 0
                                    

"Gue sayang sama lo Dy..." Gumam Dika setelah ia memilih diam ketika tangannya masih menggenggam tangan Dya.

Dya tertegun, wajahnya tidak bisa menyembunyikan lagi rona merah muda di pipinya.

Dika menatap Dya lembut, sedangkan Dya masih menatap lurus. Menatap lampu-lampu kota Bandung yang terlihat jelas dari tempatnya.

"Besok pagi, gue tunggu di deket mushola sana ya...." Bisik Dika lembut. "Lo jalan duluan gih Dy... Gue nanti nyusul." Ujar Dika dengan nada lembut dan hangat.

Perlahan Dika melepaskan genggamannya.
Dya masih terdiam, sampai Dika sudah melepaskan genggamannya Dya masih diam.
Ia berjalan menuju tenda tempat anak-anak OSIS berkumpul.

"Darimana Awindya ????" Tanya Sita ketika melihat Dya nongol didepan tenda mereka.

"Dari sana." Jawab Dya datar. Pikirannya masih belum jernih akibat ucapan Dika barusan.

"Lo nggak diapa-apain kan sama Dika???" Tanya Laras yang sedikit khawatir.

Dya menggeleng, "Nggaklah.. Gue cuma cape doang." Jawab Dya singkat.

"Yaudah yuk makan dulu aja yuk. Tyas udah nunggu disana." Ajak Hany sambil menunjuk kearah Tyas yang sedang membantu anggota pecinta alam memasak.

Fedo menahan tangan Dya ketika yang lainnya sudah berjalan terlebih dulu, "Lo kenapa???" Tanyanya dingin.

Dya menatap kedua mata Fedo, "Nggak pa-pa. Emang kenapa??" Tanya Dya bingung.

Fedo mengangkat bahunya, "Tumben aja nggak bawel." Jawab Fedo lalu berjalan duluan.

Dya mengekor Fedo. Namun pikirannya masih memikirkan kata-kata Dika.
Maksud Dika apa??. Batinnya.
-
-
-
-
Setelah makan malam, kini acara api unggun yang diselingi guyonan dari ekskul lainnya yang ikut datang. Dan Dya baru sadar, kalau Nisa juga ada. Jelas saja Nisa menjadi perwakilan dari ekskul Paskibra.

Dika menatap Dya yang berada didepannya yang terhalangi oleh api unggun.
Tidak dipungkiri, Dika ingin berada disamping Dya. Seakan tidak mau membiarkan Fedo dan Jaya yang memenangkan posisi samping Dya.
.
.
Acara api unggun tidak berlangsung lama. Yang lainnya memilih untuk pergi tidur di tenda mereka. Tidak untuk Dya.

Dya masih duduk memeluk lututnya didepan api unggun.
"Lo kenapa sih Dy?? Nggak yakin gue kalo lo nggak pa-pa." Ujar Fedo yang duduk disampingnya.

Dya menarik nafasnya, sebenarnya Dya bingung apa harus menceritakan hal tadi pada Fedo atau tidak.

"Soal Dika Do." Jawab Dya datar.
"Kenapa dia??" Tanya Fedo.
"Dia tadi bilang sayang ke gue. Tapi gue bingung." Jawab Dya.

"Gue bingung karna dia cuma bilang sayang doang. Nggak ada lanjutannya. Malah nyuruh besok ketemuan pagi-pagi." Tambah Dya lagi.

Fedo tertawa kecil, "Cowok itu selalu punya cara sendiri buat ungkapin perasaannya Dy. Lo yang harus bisa nebaknya. Seenggaknya dengan dia bilang sayang ke elo, itu udah cukup ngebantu elo kalo dia ada feel  ke lo. Sekarang ya balik lagi ke elonya Dy." Jawab Fedo panjang lebar dengan bijak yang jelas membuat Dya melongo.

"Lo sehat kan???" Tanya Dya sambil memegang kening Fedo.

Fedo menepis lengan Dya, "Sialan lo, gue udah jelasin panjang lebar malah gitu jawabannya." Gerutu Fedo.

Dya terkekeh lalu beranjak dari duduknya.

"Mau kemana lo??" Tanya Fedo.
"Jonggol." Jawab Dya datar lalu meninggalkan Fedo.

Dya duduk disalah satu bangku bambu yang sengaja dibuat diantara pepohonan. Matanya menatap lampu-lampu kota Bandung, jaket coklatnya kian eratkan ketika angin memaksa masuk kedalam tubuhnya.

Namun sesuatu yang hangat tiba-tiba menutupi punggungnya.
Dika lagi yang melakukannya.
"Lo nggak pake??" Tanya Dya sambil mengambil jaket gunung milik Dika yang masih berada dipunggungnya.

Dika menggeleng, "Lo aja yang pake. Pake yang bener jaketnya Dy." Ujar Dika lembut.

Dya nurut. Ia mengenakan jaket Dika yang berwarna hitam-abu.
"Makasih..." Gumamnya lirih.

Dika menatap mata Dya teduh, "Tidur gih Dy. Gue nggak kuat liat lo belom tidur." Suruh Dika lembut.

Dya mengerutkan alisnya bingung, "Kenapa pake nggak kuat??" Tanyanya.

Dika tertawa lalu mengacak-acak rambut Dya pelan dan membiarkan tangannya masih bersarang dipuncak kepalanya Dya.
"Bawannya pengen gue temenin." Jawab Dika sambil tertawa.

Dya memukul Dika pelan, "Dih... Apaan sih Ka..." Ujar Dya malu-malu.

Dika menarik nafasnya berat, "Gue tinggal dulu ya... Lo buruan tidur, besok jangan lupa gue tunggu ya..." Ujar Dika lalu beranjak dari duduknya.

Dya menahan tangan Dika membuat Dika menatap kedua mata sayu Dya, "Lo baik-baik aja kan??" Tanya Dya lirih.

Dika tersenyum hangat lalu menarik tangan Dya lalu ia genggam tangan Dya hangat, "Gue baik-baik aja Awindya...." Jawabnya meyakinkan gadis itu.

Dya menarik nafasnya berat dan mengangguk, "Habis kayak ada yang janggal gitu." Tambah Dya dengan lirih. Dika tersenyum sekilas lalu melenggang meninggalkan Dya yang masih tenggelam dengan pertanyaannya sendiri.

Dika aneh. Pikir Dya dalam hati. Kali ini dengan perlakuan Dika tidak membuat jantung Dya berdegup kencang atau kupu-kupu yang terbang diatas kepalanya. Dya sendiri kebingungan.

"Belum tidur Kak??" Tanya Bagas yang kebetulan lewat didepan Dya.

Dya tersenyum datar, "Belum..." Jawab Dya pendek.

Bagas tersenyum lalu berpamitan untuk keatas bergabung dengan yang lain. Dya mengangguk. Pikirannya masih terganggu dengan sikap Dika hari ini. Dika kenapa sih sebenarnya?? Gumamnya.

-

-

-

Pagi ini udara di daerah Bihbul, Bandung sangat dingin. Kabut tipis masih meyelimuti tempat mereka menginap. Dya sudah duduk di bangku bambu sembari memegang teh hangat yang ia buat tadi pagi. Tadi malam Dya tidak bisa tidur. Entah kenapa ada perasaan yang hingga sekarang masih sulit untuk ia ungkap.

Dya berjalan menuju tempat yang kemarin ditunjuk oleh Dika. Ternyata Dika sudah berdiri disana menunggu Dya. Senyuman Dika menyapa dengan hangat kearah Dya.

"Sorry, nunggu lama ya." Ujar Dya dengan gugup.

Dika tersenyum, "Nggak pa-pa kok. Yuk kesana." Ajak Dika sambil menunjuk perbukitan yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

Keduanya berjalan dengan tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Hingga sampai keduanya sampai di bukit yang Dika tunjuk tadi. Dika menyuruh Dya untuk duduk disalah satu batu besar.

"Kita udah deket dari SMP ya??" Tanya Dika tiba-tiba sembari menatap hamparan perkebunan singkong dan jagung didepannya.

"Iya..." Jawab Dya pelan.

"Engg.... Ka, soal kemaren, waktu lo habis bantuin gue naik keatas...." Dya menggantung kalimatnya ketika Dika sudah menatap lagi kearahnya.

-

-

-

Note : Next Chapter 7

TentangDyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang