Chapter III : Each Person's Pain

215 24 0
                                    


"Aku pulang.."

Hana berjalan lemas memasuki rumah bernuansa kayu miliknya yang sederhana dan penuh dengan pepohonan rindang. Seperti biasa rumah itu selalu gelap dan sunyi, seakan-akan tidak ada tanda-tanda penghuni lain selain dirinya disana.

Tidak, Hana tidaklah sendiri.

"Appa? Appa sudah makan malam? Mau aku yang masak?" Hana mengetuk pelan pintu kamar di sudut rumahnya yang terkunci rapat. Di luar pintu tertera papan kecil bertuliskan peringatan yang sudah sangat gadis itu hafal.

'Sedang menulis. Dilarang masuk.'

"Tidak perlu." sebuah jawaban singkat dari ayahnya membuat Hana tertegun lama.

"Appa..... hari ini...-"

"Appa sudah berkunjung." potong suara itu lagi.

Hana mengernyit bingung, "Mengapa kita tidak pergi bersama? Aku selalu menantikan hari ini, appa." protesnya sedikit kalut.

Hari ini.. adalah peringatan kematian ibunya. Setiap tahun dia dan ayahnya selalu berkunjung kesana. Tentu saja Hana heran kenapa tahun ini mereka tidak pergi bersama seperti biasanya.

"Hana, jangan ganggu appa bekerja."

Hana yang masih ingin protes terpaksa menelan bulat-bulat perasaanya. Ia tahu, dia tidak akan mungkin bisa mengubah apapun keputusan ayahnya. Ia tahu itu.

Baru selangkah Hana menjauh dari kamar ayahnya, ia dikejutkan oleh suara dentuman keras dari dalam.

"Appa?!"

.

.

.

"Dia kelelahan. Kau tidak perlu khawatir, Hana. Istirahat yang cukup selama seminggu akan memulihkan kondisinya."

"Nde,, gamsahamnida.."

"Tapi... mungkinkah ayahmu belakangan ini terlalu banyak menggunakan energinya?"

Perkataan dokter Jung -yang juga gumiho sepertiku- terus saja terngiang di pikiranku sedari tadi malam. Aku memejamkan mata, memijit pelipisku yang berdenyut kuat akibat kurang tidur.

Rasanya aneh. Ada yang aneh. Firasatku mengatakan, ada sesuatu yang disembunyikan appa dariku.

Kenapa appa menggunakan kekuatannya? Untuk apa? Bukannya dia hanya mengurung diri di kamar selama ini?

Kubenturkan kepalaku ke meja beberapa kali berharap rasa pusingku segera lenyap. Bekal makan siangku terabaikan begitu saja. Selera makanku mendadak hilang tak bersisa.

"Chooo~ Haa~ naaaaaa~"

Ya tuhan, jangan sekarang.. -.-

"Hana hana hana hana.. aku punya hadiah untukmu~~"

Aku mengangkat kepala, memancarkan aura tidak senang agar gadis ini cepat-cepat menyingkir dariku. Namun sayang, bukan Sera namanya jika pergi dengan mudah

"Apa?" ujarku malas. Dia memamerkan dua buah gantungan hp berhiaskan sembilan bulu warna-warni.

Cantik... Mengingatkanku pada bulu-bulu milikku.

"Yeppeuji? Geutji?" Sera sengaja mengusiliku yang mencoba menyentuh bulu-bulu itu, "Kau suka?"

"Eoh.." anggukku tanpa sadar, "eh ah?"

Bodoh, aku tergoda olehnya. -.-

Kulihat ia tersenyum puas, "Akan kuberikan untukmu... asalkan-"

My Little Princess, Hana [SLOWUPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang