19.She Knows (Part 2)

111 15 2
                                    

*Lily's POV*

Aku membelalakkan mataku. Ariana—ia menapat ciuman dari Niall. Dan kini aku dapat merasakan api cemburu menyelimutiku.

Ya, tentu saja aku cemburu. Niall mencium Ariana dan aku tau apa artinya. Itu artinya Niall mencintainya.

Aku melirik kearahnya yang hanya menatap kosong ke depan.

"Aku.. aku kecewa padanya", bisiknya lirih.

Dan entah kenapa aku seperti mendapat perdebatan dalam diriku sendiri.

Satu sisi dari diriku ingin untuk membiarkan saja pertengakaran antara Ariana dan Niall. Karena dengan begitu sainganku akan berkurang.

Namun sisi lain dari diriku merasa bahwa aku adalah teman dari Niall, pun Ariana. Dan dengan begitu, aku merasa membuat mereka berbaikan adalah tanggung jawabku juga.

Aku tau konsekuensi dari keduanya.

Apabila aku memilih pilihan pertama, maka aku tak perlu mengkhawatirkan kedekatan Niall dan Ariana lagi. Namun dengan begitu, aku merasa seperti menjadi seorang pengkhianat.

Sedangkan, apabila aku memilih pilihan kedua setidaknya aku tau telah melakukan tindakan yang benar. Walaupun dibalik itu semua, aku sudah harus siap untuk menanggung rasa sakit yang mungkin akan timbul nantinya.

Dalam beberapa saat aku berpikir, aku tak tau malaikat jenis apa yang merasukiku hingga kemudian aku memutuskan memilih opsi kedua.

"Hey, aku sudah sangat mengenal Niall. Ia pasti punya alasan untuk melakukan semua itu", dan kata-kata itu pun meluncur begitu saja dari mulutku.

*Ariana's POV*

"Hey, aku sudah sangat mengenal Niall. Ia pasti punya alasan untuk melakukan semua itu", ucap Lily beberapa saat setelah aku menceritakan permasalahanku.

Aku menggelengkan kepalaku. "Kau tidak mengerti"

Lily hanya tersenyum. Dan kemudian gilirannya untuk menggelengkan kepala.

"Justru kamu yang nggak ngerti", katanya—yang hanya kurespon dengan hening.

Aku dapat mendengar Lily mengehmbuskan nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Sebenarnya kamu itu justru termasuk orang yang beruntung. Niall bukan tipe laki-laki yang akan mencium seorang peempuan untuk memenuhi nafsunya, ia hanya akan melakukan hal itu jika ia sudah benar-benar yakin terhadap perasaannya dengan perempuan tersebut—

Menurutku ciuman itu hanya sebagai bentuk cintanya. Itu saja."

"Tapi", kataku tetap berusaha menyangkal, "Seharusnya ia tak menyembunyikan hal itu. Seharusnya ia tak melakukannya secara diam-diam. Maksudku, ini adalah ciuman pertamaku.. aku hanya.. ingin membuatnya berkesan. Itu saja"

Ia terdiam. Mungkin ia terkejut mengetahui bahwa ini adalah ciuman pertamaki.

Pun begitu ia tetap menjawab sanggahanku. Responnya diawali dengan sebuah anggukan.

"Aku mengerti, setiap gadis menginginkan ciuman pertamanya berkesan. Dan aku tak dapat menyalahkanmu tentang yang satu itu. Namun sekali lagi, kurasa itu hanya bentuk cintanya.."

"Masalah kenapa ia melakukannya diam-diam, mungkin karena ia tau bahwa ia tak dapat mendapatkannya saat kau sadar. Mungkin kau mencintai orang lain atau apapun itu, aku pun tak tau. Kau sendiri yang dapat menjawabnya", sambungnya sebelum memilih mengunci mulutnya

Hening. Hanya itu satu kata yang dapat menggambarkan suasana yang meliputiku dan Lily.

Namun keheningan kali ini bukan jenis keheningan yang membuat suasana berubah menjadi awkward.

The Black ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang