12.First Kiss

107 17 0
                                    

*Ariana's POV*

I didn't even know what to think as his lips crashed down onto mine.

But I kissed him back, tho.

Aku mencintainya, dan tentu saja aku tak akan melakukan apapun selain menikmati ini.

Waktu terasa berhenti, dan dunia terasa seperti menjadi milik kami—hingga aku mendengar sebuah teriakan.

"GET A ROOM YOU TWO!!", Niall screamed from the door.

Dari tempatku berada, aku dapat melihatnya berdiri di depan pintu—dengan kedua tangannya masing-masing menutupi kedua matanya.

Kami berdua saling menjauh, selagi aku merasakan sensasi kedua pipiku terbakar menjadi merah karena malu.

"Damn it, Ni", rutukku dalam hati.

Seharusnya aku bisa merasakan sensasi bibir indahnya itu lebih lama lagi.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

*Harry's POV*

Saat aku menatap ke dalam mata coklatnya yang menghanyutkan, aku merasakan sebuah getaran aneh yang seperti menyengat tubuhku.

Aku tak tau kenapa. Pun aku tak tau bagaimana itu bisa terjadi.

Semuanya terjadi begitu cepat dan aku seperti kehilangan kendali atas tubuh dan pikiranku.

Saat aku menyadari apa yang terjadi, bibirku sudah berada di atas miliknya

Aku benar-benar tidak percaya apa yang telah kulakukan.

Astaga, aku baru saja menciumnya, aku baru saja mencium Ariana—tepat di bibirnya.

Apa yang telah kulakukan?

Apa yang akan ia pikirkan tentangku setelah ini?

Namun dalam sekejap—semua rasa cemas itu hilang, ketika kemudian aku dapat merasakan Ariana,mencium balik bibirku.

Saat aku membuka mataku, aku dapat melihat gadis itu menutup mata coklat indahnya.

Kata orang, hal terinddah tidak dapat kau lihat dengan mata terbuka. Oleh karena itu orang menutup mata mereka saat tertawa, pun juga saat berciuman.

Dan aku  dapat merasakan ia tersenyum di tengah ciuman kami.

Masih tidak mengerti, tiba-tiba saja aku mendengar suara teriakan Niall dari pintu yang mengatakan

"GET A ROOM YOU TWO!!"

Dengan sigap kami langsung menghentikan ciuman kami. Sementara itu, aku dapat melihat pipi Ariana yang memerah.

Ia bergegas masuk ke kamarnya. Pasti untuk menghindari suasana awkward yang kemungkinan besar terjadi.

Dalam keadaan hening, aku dapat merasakan rasa tercengang yang begitu pekat memenuhi rongga otakku.

Astaga, apakah benar Ariana membalas ciumanku?

Apakah benar ia menikmatinya?

Apakah..

Tapi kalau semua itu memang benar, kenapa?

Begitu banyak pertanyaan berputar-putar di dalam kepalaku—selagi aku elihat punggung gadis itu yang sedang berjalan menjauhiku—

Masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu itu—seakan menutup pintu pembatas antara diriku dan dirinya—

Dengan segala hal tak kuketahui yang hingga kini hanya menjadi sebuah misteri bagiku.

The Black ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang