7.Third Terror

122 17 0
                                    

Tanpa kami tau bahwa kami tidak akan pernah bisa lari danbersembunyi darinya

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

*Ariana's POV*

Aku tidak tau tempat macam apa ini-tempat dimana aku sekarang berada.

Namun yang aku lihat sejauh ini adalah aku berada dalam sebuah rumah kayu tua yang dinding-dindingnya sudah lapuk dimakan waktu.

Bau anyir darah memenuhi seisi ruangan.

Baunya benar-benar membuatku mual.

Juga dengan suara berdecit yang ditimbulkan permukaan kayu tuanya saat aku melangkahkan kaki-membuat ngilu telingaku.

Aku tau aku akan menjadi gila bila tak segera keluar dari entah tempat apa ini.

Sayangnya di ruangan aku berada ini, tidak kutemukan tanda-tanda adanya pintu yang bisa kugunakan untuk keluar dari sini.

'Sialan', rutukku dalam hati meratapi nasibku yang kini terjebak di sebuah rumah kayu tua menyeramkan yang sudah lapuk hingga aku merasa bahwa langit-langit diatasku hendak roboh.

'Setidaknya aku harus berusaha menemukan jalan keluar dari tempat terkutuk ini sebelum aku benar-benar mulai gila',pikirku sebelum memutuskan keluar dari ruangan tempat aku berada tadi.

Aku tengah berjalan di sebuah lorong sempit yang terasa begitu panjang.

Apalagi dengan penerangan di tempat ini yang benar-benar minim-setiap detik yang berlalu terasa seperti berjam-jam lamanya.

Semakin aku melangkah menjauhi ruangan tadi, bau anyir darah terasa semakin menyengat menusuk hidung.

Aku merasa bahwa aku benar-benar akan muntah sebentar lagi.

Tapi kemudian, sebuah tangan menyentuh pundakku.

Tangan itu terasa begitu dingin-seperti mayat.

Bulu kudukku merinding seketika.

"Kumohon, tolong bantu aku..", rintihnya-suara seorang perempuan.

Suaranya terdengar bergetar hebat-seperti orang menahan tangis.

Sebagian dari diriku ingin membalikkan badanku, menatapnya dan bertanya padanya apa yang bisa kulakukan untuk menolongnya.

Tapi sebagiannya lagi berpikir bahwa seseorang yang sedang memegang pundakku ini-adalah sesuatu yang mungkin benar-benar tak ingin kulihat seumur hidupku.

"Kumohon, tolong bantu aku..", kini ia mulai mengguncang-guncangkan pundakku dan terisak.

Aku masih belum ingin bertatap muka dengannya.

Yang ada malah ketakutanku yang semakin menjadi.

Namun kemudian, ia berhenti mengguncang-guncang pundakku.

Pun aku juga sudah tidak mendengar suara isak tangis memohon pertolongan yang sedari tadi keluar dari mulutnya.

Atau bahkan sentuhan tangan sedingin esnya di pundakku.

Sayangnya, saat kupikir segalanya telah berakhir-tembok kayu disamping kanan dan kiriku, tiba-tiba mengeluarkan rembesan darah merah.

Baunya begitu amis. Membuatku kepalaku pusing dan aku serasa akan pingsan.

Aku ingin segera berlari dari tempat itu, tapi sesuatu menahanku hingga aku bahkan tak dapat melangkahkan kakiku.

Entah itu hanya rasa takutku, atau memang ada sesuatu yang lain yang berada disini.

The Black ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang