Bagian kedua

369 9 1
                                    

Bahagia setelah ku tau namanya. Kak Ain. Senyumnya membawa energi positif yang selalu ku rasakan saat ku lihat senyum itu. Bisa melihatnya setiap hari saat rapat adalah suatu hal yang sangat membahagiakan. Detak jantung yang berdebar sangat kencang ini, baru pertama kali ku rasakan. Tuhan, ini pertanda apa?

***

H-3 menuju kegiatan besar di sekolahku. Kami semakin sibuk dengan tugas kami masing-masing. Aku sebagai konsumsi. Dimana aku harus mengatur semua makan panitia. Bisa dibilang aku paling sibuk. Tapi tanggung jawab yang sudah dikasih gak boleh disia-siain. Itu menurutku.

Kala itu aku sedang sibuk mempersiapan perlengkapan yang akan dipakai untuk kegiatan lusa nanti. Kusdi tiba-tiba datang menanyakan apa yang bisa dia bantu.

'Eh dok. Ada yang perlu dibantu?' katanya melepas sepatu. Ia memanggilku kodok. Entah dari mana kata kata itu.

'Gak ada kok. Ini juga udah siap semua' ucapku.

Tak lama setelah kusdi datang. Datangalah Via. Seorang perempuan cantik dengan idung pesek tapi besar. Ia terlihat lelah. Tergeletak dekat kipas angin.

'Huhhh... Capek gue. Oiya, diluar mendung lin' ucap Via

'Ohya? Yahh' kataku melihat kearah luar

'Udah hujan kali' saut kusdi.

Mendengar bahwa di luar sedang hujan. Aku bergegas keluar. Ternyata benar hujan. Aku suka hujan. Karena saat melihat hujan hatiku tenang.

Hujan semakin lebat, bosan jika hanya melihatnya. Aku menuruni tangga. Disana ada anak futsal yang sedang berkumpul.

'eh de' panggil Andi salah satu anak futsal yang tergabung dalam panitia.

'iya kak' sautku melihat ke arahnya.

'mau kemana? hujan loh' ucap Andi

'main hujan kak. Ayo' ajakku tersenyum.
Awalnya ku kira ia akan menolak. Tetapi ternyata salah. Dia melepas sepatunya dan mulai bermain di tengah derasnya hujan.
'ayo' ajaknya menendang nendang air yang menggenang disekitarnya. Aku yang melihatnya tersenyum. Cowok itu gak Ja'im. Ia baik kelihatannya. Kami berdua bermain ditengah hujan. Tawa, canda, semua bercampur menjadi satu.

'Elo gak takut sakit? Nama lo siapa' tanya Andi dengan nada keras karena hujan lebat.

'Enggak kok. Felin. Lo gak malu diliat tementemen lo kak?' ucapku menikmati turunnya hujan yang mulai reda.
'Haha, bodo amat. Gak malu gua' kata Adin. Aku diam melihat jawabannya.
Wajahnya biasa saja, keliatan galak sih. Perutnya buncit.

Hujan hampir berhenti, hanya gerimis yang tersisa. Kami berdua berjalan menuju ruang atas. Saat sedang berjalan menuju atas. Kulihat Ain di depan kelasnya. Ia tersenyum. Aku membalasnya dengan senyuman. Bahagia sekali rasanya hariku kali ini.

***

Hari ini aku dapat nomer ponsel Ain. Senangnya aku. Malamnya kuberanikan diri untuk mengirimnya pesan. Kata kata apa yang akan ku kirim. Hai, ain, halo atau kata apa. Ketik lalu hapus. Hapus lagi lalu ketik. Terus seperti itu. Sampai ku putuskan. kata 'kak'lah yang tepat. kirim. Jantungku berdebar saat ku kirim pesan itu. Hapeku berbunyi akhirnya. Saat ku buka. Itu bukan nomer ain. Melainkan nomer orang lain. Ku biarkan saja. Mungkin salah sambung. Hampir sejam lama, akhirnya ia membalas pesanku. Waw, senyumku melebar. Jantungku berdetak kencang lagi. Mungkin hanya sebuah pesan. Tapi entah mengapa. Rasanya sangat berarti sekali. Lebay mungkin, tapi ini yang kurasakan. Malam itu adalah malam yang indah bagiku. Karena untuk pertama kalinya, kami mulai mengirim pesan satu sama lain.

kamu (cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang