Bagian kesembilan

139 6 0
                                    

Semua yang menyakitiku tak ku rasakan. Bahkan aku tak mampu membenci seseorang. Aku tak punya bakat dalam hal benci membenci. Entah kenapa. Setiap yang menyakitiku, mulai dari musuh, orang iri dan sejenisnya tak pernah ku masukkan ke dalam hati. Aku tak suka cari musuh. Biarkan saja. Itu urusan mereka. Aku ingin bahagia dan tenang dengan caraku. Aku berharap, semua akan berjalan baik dan tak ada pertengkaran apapun. Iya aku berharap begitu.

Tapi...
Sepertinya tak seperti harapanku.

'Lin!' gretak Nadin di depan meja kelasku. Aku meliriknya aneh.

'Lu kenapa? Gak bisa santai?' tanyaku santai

'Lo jalan sama Andi?!' tanya Nadin dengan nada marah

'I iya. Kemarin.' kataku

'Jahat lo ya! Gua kira lo sahabat? Tapi apa?' ucap Nadin marah.

'Ya gua gak bisa nolak din. Dia gua anggep kayak abang sendiri. Udah deh lu gak perlu cemburu sama gua' kataku berusaha menjelaskan padanya.

'Basi lin! Orang yang mati rasa dan beku hatinya kayak lo! Gak bisa ngerasain sakitnya orang yang disuka jalan sama orang lain' ucap Nadin yang sudah sangat kesal padaku.

Mendengar perkataannya aku hanya bisa diam. Nadin langsung pergi begitu saja. Ia sempat menabrak Evin. Evin langsung mengahampiriku menanyakan apa yang terjadi. Apa ini salahku? Aku hanya menganggapnya abang dan gak lebih. Tapi yasudahlah nanti ia juga mengerti.

***

Hari demi hari Nadin marah padaku. Rasanya ini lebih perih dibandingkan harus melihat Ain. Berpura pura tak mengenalku, diam, bersikap dingin itu yang Nadin lakukan. Mencoba menghindariku di kelas. Entah sampai kapan harus seperti ini.

Sepulang sekolah setelah rapat OSIS tepatnya pukul 4 sore. Ku lihat anak futsal sedang berlatih. Ain, Andi, Syihab mereka ada disana. Mendekati waktu UN (ujian nasional) mereka masih saja bermain bola. Aku berjalan perlahan dengan memegang buku novel yang belum selesai ku baca. Ku lihat ke arah mereka yang sedang berlatih. Syihab yang melihatku langsung berlari menghampiriku.

'Hai' sapa syihab yang berkeringat. Keliatan keren sih

'Juge hab' balasku tersenyum. Ku lihat luka dikakinya. Sepertinya habis terjatuh

'Lo mau balik. Kaga nungguin gua dulu' ledeknya dengan gaya super tengilnya

'Dih kagalah. Males banget. Kaki lu kenapa?' kataku melihat ke arah kakinya

'Biasa jagoan' ucap syihab

'Ohh. Yaudah gua balik. Awas!' kataku mengusirnya

'Eh minta nomer' saut syihab
'Minta Andi. Byee' kataku meneruskan perjalanan menuju depan sekolah.

Sesampainya di rumah, ku baringkan badan pada kasur kamarku, lalu ku buka HP. Ada pesan dari Ain. Ia mengajakku ketemu nanti malam? Ya Tuhann. Aku mimpi apa. Senang bukan main kali ini. Ia mengajakku makan malem di luar. Oke fix gua harus cantik.
Tepat pukul 7 malam aku berangkat menuju salah satu kedai kopi. Ain sudah menunggu disana. Meja nomor 21. Yes! Tempat dimana aku bahagia kali ini.

'Ada apa kak? Tanyaku memakan kentang

'Kaka mau cerita nih' kata Ain dengan raut wajah sedih. Sepertinya aku tau sebabnya

'Cerita aja atuh kak. Aku dengerin. Tapi sambil makan yes' kataku nyengir

'Iya iya' ucap Ain. Ain menceritakan tentang hubungannya dengan Kak caca. Sudah kutebak. Aku akan sakit.

Ain bilang kalau Kak caca gak jelas perasaannya. Ain juga curiga Kak caca sudah punya gebetan yang dekat dengannya. Dan itu benar. Kak caca sudah mempunyai gebetan seoarang pendaki gunung. Ain yang semula bersemangat mendapatkan hati Caca kini ragu. Kulihat wajahnya. Terlihat jelas bahwa ia sedih.

'kak' panggilku. Ain yang bengong terkejut.

'I iya' saut ain menatapku.

YaTuhan, jantungku berdetak kencang. Tatapannya. Kalau gua es pasti meleleh liat sinar yang datang kan. Hehe

'A ayo gua ajak lu kak' ajakku tersenyum

'Gua?' saut Ain dengan raut wajah yang sulit ku jelaskan

'Eh iya. Akuu' kataku nyengir nyengir

'Dasarr' ucap Ain mengacak ngacak rambutku

'Hehe. Udahh ayoo kakak' kataku menggandeng tangannya pergiii...

kamu (cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang