03. Puzzle

97 4 0
                                    

Untuk beberapa detik, aku merasa bahwa seolah-olah waktu terhenti. Melihatnya lagi setelah hampir lima tahun aku tidak bertemu dengannya, tanpa ada komunikasi sedikitpun. Sekarang dia berdiri di hadapanku, lebih tinggi dan lebih besar dari terakhir kali aku melihatnya. Dia, dia tampan.

Dia kemudian tersenyum "Hi... Merpati" oh suaranya lebih berat, sangat cocok denganya.

Oh ya, dia tadi menyapaku "Hujan, kau" tiba di titik ini, mataku mulai berkaca-kaca. Aku tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi setelah lama tidak berjumpa dan tidak ada kabar sedikitpun darinya, aku akhirnya dapat bertemu dengannya lagi.

Dia harus menunduk untuk melihat wajahku "Merpati, kamu menangis?" tanyanya sambil menatapku lamat-lamat.

"A... aku hanya menangis karena aku bahagia" jawabku, ya itu memang keadaan yang sebenarnya.

Dia kemudian menggenggam tanganku "Aku juga senang, karena akhirnya kita dapat bertemu. Diluar dingin, sebaiknya kita kedalam. Hapus air mata mu itu, aku tidak suka melihatmu menangis".

Kami akhirnya masuk kedalam, Dia membawakan kue brownies yang aku buat tadi sementara aku merapikan kerudungku dan membersihkan wajahku yang sempat hampir dibanjiri oleh air mata. Setelah selesai merapikan diri, aku segera menyusul keruang makan, disana sudah ada Aldo, Merlin, Hujan, Orangtua Merlin dan Ibunya Aldo.

Aku duduk bersebrangan dengan Hujan. Makan malam dimulai dengan doa, kemudian makanan mulai disajikan. Sebenarnya ini acara makan malam yang hampir semi formal.

"Shaira, kau masih tidak mengenalnya?" tanya Aldo menggoda.

"Eh... aku sekarang mengingatnya" jawabku pendek, aku melihat Hujan hanya tesenyum sambil mengunyah makanannya.

Merlin kemudian berinisiatif untuk ikut bertanya "Terus kenapa kamu bilang kamu gak kenal dan gak punya teman seorang dokter tadi, hah?" dia bertanya seolah-olah seperti preman yang sedang menodong untuk mencuri, mencuri informasi.

"Dia mengenalku, hanya saja dengan panggilan yang berbeda" Hujan akhirnya menjawab pertanyaan Merlin.

Merlin melirik Aldo "Panggilan yang berbeda seperti apa? Ah, biar aku tebak cara/habibi/liebe/my love ?" Yup, jawaban Aldo memang sangat menjengkelkan.

"Ayolah, makan malam ini bukan untuk membahas aku dan dia, tapi makan malam ini bukannya akan membahas acara pernikahan kalian nanti" semoga mereka terpancing untuk meninggalkan topik ini dan sepertinya rencanaku berhasil.

Satu jam kemudian kami sibuk membahas bagaimana acara pernikahan mereka nanti. Setelah acara jamuan makan malam selesai, kami pamit untuk pulang. Hanya orangtua Merlin dan Merlin yang tetap berada dirumah itu. Sebelum pulang, dia mengajakku untuk pergi minum kopi. Ya, dia tidak lupa akan rasa cintaku pada kopi.

Kami akhirnya pergi menuju coffee shop. Setelah memesan kopi, akhirnya kami memilih untuk duduk di dekat jendela. Malam itu, tempat ini tidak terlalu ramai seperti saat malam minggu jadi tempat ini dapat menjadi tempat yang nyaman untuk berbicara.

Setelah menyisip kopinya akhirnya dia berbicara. "Apa kabar, Shaira?"

"Aku baik-baik saja Mr. Fredrichson" jawabku tersenyum "Bagaimana keadaan Bunda dan Naizar?".

"Alhamdulillah mereka baik" jawabnya singkat.

"Issaiah? Aku tidak tahu itu namamu"

Dia kembali terdiam untuk kemudia menatap keluar jendela dan kemudian menatapku sambil tersenyum "kau ingat, dulu saat aku mengatakan bahwa aku akan pergi ke Jerman untuk melanjutkan studiku lebih awal?" aku mengangguk "Sebenarnya aku tidak hanya pergi untuk melanjutkan studiku lebih awal, tetapi juga aku harus kembali kesana karena keluarga ayahku".

Janji Akan EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang