12 - Garden.

133 14 2
                                    


Nadine pov'

Alin : Nad aku balik duluan yak, sorry banget nih ada urusan penting! Selamat berdua dua an hahahaha:D

Aku mengernyitkan dahi saat melihat pesan singkat itu masuk. Sepertinya sengaja banget ini mah Alin pura pura pulang biar aku berdua doang sama monster ini.

Aku : Sumpah! Kamu ngeselin banget hari ini Lin! Awas besok disekolah.

Harapan ku yang terakhir adalah bi Inah.

"Dimanapun dan lagi ngapain juga plis banget kesini bi" Batinku.

Aku melirik sekilas melihat Delano sedang duduk disofa dekat ranjangku, dia sedang mengotak ngatik hanphone nya. Dan mukanya seperti orang kesal, lalu dia bangkit dari kursi, aku yang sedang memperhatikan nya diam diam langsung tersentak kanget, membuang muka adalah jalan yang langsung aku tempuh.

"Gue balik." Ujarnya sekilas lalu mengacak ujung rambutku pelan. Oh sikapnya yang dingin membuat bulu kuduk ku merinding dan sikap sweet nya membuat jantungku ingin melompat keluar.

"I-iya makasih udah kesini. Hati hati" dia mengangguk sekilas dan jalan keluar. Aku menatap punggungnya dengan tanda tanya, lalu dia menghilang terhalang pintu. Sikap dan perilaku nya bisa berubah dalam hitungan menit. Dan itu membuat seluruh tubuhku gemetar.

**

Delano pov'

Saya mengendarai motor Ninja hitam yang sudah dimodif sedemikian rupa dengan kecepatan sedang. Fikiran saya sama sekali tidak fokus, selalu tertuju pada perempuan yang sekarang sedah terbujur lemah di Rumah sakit.

Jujur saja saya masih ingin tetap disana, menjaganya. Namun kecangungan yang selalu tercipta antara saya dan dia membuat antara kami sedikit tidak nyaman. Dia juga diam tanpa saya tau apa yang sedang dia fikirkan.

Saya memarkirkan motor di depan rumah.

Perlahan saya membuka pintu berusaha tanpa ada suara sedikit pun.

"Udah balik del?" Tanya laki laki yang berjalan sambil membawa tongkat dan meraba sekeliling agar tidak menabrak. Umurnya dia tidak berbeda jauh dengan saya. Dia Dikta, kakak saya. Dia buta. Gara gara kecelakaan itu.

"Ngapain lo nanya nanya! Bukan urusan lo gue pulang apa enggak!." Bentak saya.

"Gue nanya soalnya mama dari semalem mikirin lo gak pulang pulang. Sampe dia sakit" ujarnya yang masih berdiri di pintu kamarnya.

"Bilang ke mama gue gak papa. Gue capek mau tidur!"Ucap saya lalu berlari menaikki anak tangga yang mengantarkan ke kamar.

Semenjak kehilangan Papa dan Raisa membuat saya malas pulang kerumah. Kehangatan yang dulu hanya saya dapatkan dirumah sekarang lenyap tertelan bumi.

Kakak? Dia harapan mama satu satunya. Dia yang cerdas yang selalu juara kelas dari SD, dia yang dibanggakan oleh keluarga Pradana. Dia yang tampan yang selalu membuat saya sakit hati karena setiap perempuan yang saya suka lebih tertarik terhadapnya. Namun sekarang? Apa yang bisa saya perbuat? Dia sudah kehilangan kedua mata nya membuat semua kehidupannya menjadi gelap. Bahkan dia masih bisa tersenyum.

Semalam saya menginap di Vila keluarga di Bogor. Itu sebab nya kemarin saya tidak masuk sekolah. Sengaja saya pergi sendiri, setidaknya saya mempunyai tempat yang nyaman saat fikiran saya sedang kacau.

Saat sudah membaringkan tubuh dikasur saya merogoh hanphone yang berada di saku celana.

Ada beberapa pesan masuk dari nomor yang tidak saya kenal dan panggilan masuk dari mama dari kemarin malam. Tapi saya menghiraukanya, sebab saya sedang tidak ingin diganggu.

DelanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang