Mata berkantung hitam itu menatap gundukan tanah yang sudah menelan orang yang melahirkanya kedunia dengan buliran air hangat yang tanpa dia sadari turun dengan sendiri.
Tatapan sendu, tatapan yang seolah harapanya sudah ikut terkubur dan juga semangat yang mulai kendur sangat terlihat.
Tanpa disadari rintik hujan mulai menjatuhi permukaan bumi. Membuatku membuka payung hitam yang kubawa, melindungi Delano dari gerimis yang mungkin akan menjadi lebat sebentar lagi.
"Del. pulang yuk, udah ujan nanti lo sakit." Laki laki itu masih terdiam sambil terus memegang patok bertulis nama ibu nya.
"Lo kalo mau pulang, duluan aja Lin." Suara itu terdengar serak. Ingin sekali aku memeluknya. Namun tidaklah mungkin, laki laki disampingku ini milik sahabatku yang masih terbujur lemah diranjang rumah sakit.
"Gue gak akan pulang kalo lo gak pulang. Kakak lo juga pasti nungguin dirumah." Balasku.
"Gue masih mau sama nyokap gue."
"Yaudah. Gue temenin sampe kapan pun."
Dia menatapku. Tatapan mata itu sungguh bukan Delano yang aku kenal selama ini.
"Lo jagain Nadine aja diRumah sakit. Kasian dia."
Dalam konsisi seperti ini juga yang dia ingat hanya Nadine. Aku harus belajar mengerti jika mereka saling mencintai sampai kapanpun. Walaupun yang aku tau kedua nya sama sama mempunyai masalah yang sangat besar, masalah yang gak seharusnya mereka dapat dalam usia sekarang.
"DiRumah sakit ada Nano, ada Bi Inah, dan orang tua Nadine. Dia gak sendiri, lo gausah khawatir. Yang seharusnya dikhawatirin itu elo Del. Gue tau lo sekarang merasa sendiri, merasa kesepian. Dan gue akan selalu ada disini buat lo."
Dia menatapku. Lalu tubuhnya mendekat. Dia memelukku didepan makan Ibunya dan yang jelas dibawah rintik hujan yang seperti mengerti akan apa yang dirasakan Delano. Jujur, aku senang ada dalam posisi seperti ini. Tapi semua ini Delano lakukan karena ingin mencari pundak yang bersedia dia tumpangi untuk menangis. Mungkin jika sekarang ini yang berada disampng Delano adalah Nadine, mungkin ia akan merasa lebih tenang.
"Lo janji ya sama gue Lin." Masih memelukku.
"Janji apa?."
"Jagain Nadine buat gue." Sontak saja aku mendorong tubuh Delano membuatnya sedikit kaget. Tapi tatapanya tak pernah berubah, ia menatap seolah tidak ingin hidup dalam masalah yang selalu datang tanpa jeda.
"Maksud lo? Gue gak mau! Yang harus jagain Nadine tuh elo Del! Dia butuh lo sekarang. Lo jangan putus asa gini dong! Gue yakin Nadine pasti sembuh dan kalian akan bahagia bareng." Aku sedikit berteriak saat ini karena rintik hujan berubah menjadi lebat membuat suara ku sedikit naik agar terdengar oleh Delano yang sedang kalut.
"Gue gabisa Lin. Gue gabisa jagain dia." Ucapanya lirih bahkan hampir tidak terdengar. Aku yakin dia sedang menangis sekarang namun tidak terlihat karena hujan yang semakin deras.
"Gue benci laki laki putus asa kaya lo!" Ujarku lalu pergi meninggalkan Delano begitu saja. Sungguh aku tidak ingin melakukan ini, aku mencintainya, tapi kenyataan yang membuatku harus seperti ini. Dia terlalu baik untuk mendapat semua masalah ini.
**
Saat ini aku tengah berdiri disamping satu satunya orang yang bisa membuat Delano terbangun dari keterpurukanya. Sebelum aku meneteskan kembali air mata, aku langsung menatap langit langit supaya air mata itu tidak tumpah seketika.
Masih dalam keadaan basah dan mengenakan baju yang sama saat datang dipekamanan Ibu Delano, aku langsung pergi kesini setelah meninggalkan Delano disana. Hanya satu doa nya. Delano baik baik saja.
"Nad." Seketika air mata itu tumpah, membuatku buru buru menghapusnya. "Lo harus bangun. Delano butuh lo sekarang. Cuman lo yang dia butuhin Nad." Deraian air mata itu meluncur dengan sendirinya, terus menerus, tanpa henti. "Lo harus bangun, banyak orang yang sayang sama lo dan butuh lo."
Ntah dia mendengar atau tidak namun aku melihat air kata menetes diujung mata Nadine. Aku yakin dia mendengar semua ucapanku.
"Nad. Delano sayang banget sama lo, gue tau lo juga sayang kan sama dia? Maafin gue ya." Aku memejamkan mata menahan air mata supaya terhenti sebentar. "Maafin gue, gara gara gue lo kaya gini. Gue janji kalo lo sembuh gue akan lupain Delano. Gue rela asal lo bahagia."
************************************************
2 Bulan kemudian.
"Delanooo.. Delanoooo..."
Semua orang bahkan panik saat suara Nadine mulai terdengar. Semua orang berteriak memanggil dokter agar segera memeriksa keadaan Nadine setelah hampir 3 bulan koma.
Sekitar 1 minggu yang lalu Nadine mendapatkan pendonor hati itu. Seseoarang yang masih misterius.
Aku, Nano, dan Bi Inah sudah berdiri disamping ranjang tempat Nadine berbaring. Menatap mata Itu yang sudah lama tidak terbuka. Memperhatikan dokter dan suster yang masih sibuk memeriksa Nadine. Hanya satu doa ku saat ini. Disaat Nadine membuka mata ia harus melihat Delano ada disampingnya.
Mungkin yang harus aku lakukan saat ini adalah kerumah Delano dan membawa laki laki itu kesini.
Saat ingin keluar dari rumah sakit aku melihat seseorang dengan mobil yang sudah sering ia lihat. Itu mobil Delano. Ah syukurlah dia sudah datang, jadi aku tidak usah repot repot mencari tau alamat rumahnya.
Aku tidak perlu menunggu orang itu turun dari mobilnya. Aku segera kembali keruangan Nadine, menunggu Delano datang. Yah semoga.
Saat sudah tiba diruangan Nadine dirawat sungguh aku masih belum menyangka bahwa Nadine sudah sadar. Namun kata dokter dia belum boleh diajak bicara. Namun melihatnya sudah sadar membuatku senang.
Tiba tiba saja ada seseorang yang membuka pintu kamar dan membuat semua orang yang ada didalam ruangan itu menengok kesana. Semua orang bahkan diam, masih belum percaya apa yang aku lihat sekarang. Mata yang sama namun orang yang berbeda.
**
Nadine pov'
Dunia seolah kembali berputar, fikiranku kembali berjalan dengan normal secara perlahan saat mulai ingin membuka mata yang terasa berat.
Pandangan yang masih blur saat menatap langit langit bercat putih, yang sudah kuduga itu adalah rumah sakit. Beberapa detik kemudian pandangan blur itu berangsur jernih. Saat itu juga aku melihat orang yang bediri disampingku. Ada Alin, Nano, Bi inah.
Dan yang paling mengejutkan sesaat kemudian ada seseorang masuk kedalam ruangan ini. Pandangan semua orang beralih menatap sosok itu.
Tatapan mata yang selalu ku tunggu, tatapan seseorang yang selama ini mengisi hatiku, seseorang yang selalu aku sebut namanya saat aku sebenarnya tidak sanggup bangun dari tidur panjangku.
Tapi kenyataanya, sahabatku juga mencintai orang itu, orang yang sama. Aku masih ingat akan kejadian itu, saat Alina jujur akaj perasaanya pada Delano.
Tapi hanya tatapan matanya yang kukenali, tidak dengan orangnya. Orang yang berbeda namun mata itu milik Delano.
Sebenarnya apa yang terjadi saat aku tertidur panjang? Ada apa ini? Dimana Delano? Siapa dia?
___________________________________
*ehem...
Haiiiii..... Btw palingan saya updet lagi habis lebaran yaaaa. Karena saya juga gatau dikampung ada signal atau tidak, jadi doakan ada supaya bisa updet.
Dannnnn... Tinggal beberapa part lagi Delano selesaiiiii.. Yey(:Next-
KAMU SEDANG MEMBACA
Delano
Novela Juvenil[PER-PART AKAN SAYA PERBAHARUI, SO KALO LUPA SILAHKAN DIBACA KEMBALI.] Semua berawal dari kecelakaan itu. Kecelakaan yang merubah kehidupan berwarnaku. Kecelakaan yang mampu membuat hidupku menjadi abu abu. Kecelakaan itu merenggut nyawa hero ku, t...