Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar 1 jam yang lalu. Sekarang aku sedang menunggu angkot yang gak muncul batang hidungnya sama sekali. Udah sore gini lagih. Tadi sepulang sekolah aku mampir dulu ke perpus biasa lah 1 minggu lagi ulangan tengah semester jadi ya persiapan materi harus benar benar lengkap.
Kaki ku bergerak gerak tanda cemas. Jika 10 menit lagi angkot tidak kunjung datang dengan terpaksa naik taxi. Yaudahlah relain uang jajan sedikit. Padahal mau irit buat beli novel terbaru hihi.
3 menit lagi. Ayolah pliss datang. Disaat sedang dikejar oleh detik jam yang terus bergerak ada sebuah motor yang berhenti tepat didepannya. Sontak membuat ku kaget, Motor Delano. Ntah kenapa sekarang ini jika dekat dengan nya jantungku berdegup lebih cepat. Ah jangan bilang ini pertanda..
"Naik." Singkat, jelas, padat. Aku masih belum mencerna ucapannya barusan, dia mengajaku pulang bareng? Oh aku berimajinasi sepertinya.
"Nad, ayo naik aku anterin pulang."
Aku? Oh Tuhan jangan biarkan detak jantungku terdengar olehnya.
Aku menurutinya tanpa bergeming sama sekali. Mulai menaiki motor tinggi berwarna hitam itu. Motor itu berjalan dengan santai. Sesekali aku meliriknya lewat spion. Ntah aku yang salah atau dia kenapa dia jadi baik gini? Kemarin jutek sekarang kebalikannya. Kesambet setan apa ya?
Eh- ini bukan jalan arah kerumahku. Terlalu jauh, bokongku sampai pegal duduk terus. Mau ngajak kemana dia? Motor yang kutumpangi tiba tiba menepi disebuah rumah. Rumah besar tapi terkesan tak berpenghuni.
Aku sama sekali tidak berani berkata. Ntah takut atau apa tapi setiap melihat mata elang dan gaya nya yang berantakan seperti ini membuatku ngeri.
"Ini rumah gue, gausah takut. Didepan ada pos satpam kalo gue macem macem lo bisa teriak pasti mereka denger dan dateng kesini." Ucapnya datar, sepertinya dia bisa baca pikiran orang. Pasti sekarang wajahku memucat.
Aku mengangguk mengerti. Mencoba percaya tapi ya gitu sedikit ragu, masalahnya ini rumah sepi banget.
Delano mulai membuka pintu dan aku mulai memasuki rumah itu mengikuti Delano. Kesan pertama saat aku memasuki rumah ini adalah sepi tapi nyaman.
"Udah pulang Dek?" Aku mengernyit kaget saat muncul laki laki yang sepertinya seumuran dengan aku dan delano. Siapa dia? Aku memperhatikannya dari atas hingga bawah dia memegang tongkat dan merayap memegangi tembok. Dia buta.
"Udah." Jawabnya dingin. Lalu dia menatapku seolah mengisyaratkan ku untuk mengikutinya. Aku nurut aja setidaknya dirumah ini masih ada orang lain selain kami.
Sepertinya orang itu tidak menyadari kehadiranku.
Tunggu sebentar. Dia bukannya kak dikta? Anak kelas 12. Dek? Jadi Delano itu adeknya? Dia buta? Pantesan dia gak pernah liat lagi pas disekolah aku kira dia pindah.
Siapa yang yang tidak mengenal dikta cowo super duper paket lengkap. Ganteng, tinggi, putih, pinter, populer, jago main piano kurang apa dia? Ah jujur saja dulu aku sempat mengangumi nya. Catat. Kagum bukan suka.
Delano membawaku keteras belakang yang sangat asri. Terdapat taman berukuran sedang yang dipenuhi bungan mawar berbagai warna, cantik sekaliiiiiiii!!!!!! Mauu bawa pulang semuanya, ini taman yang aku dambakan.
Aku menyusuri taman bunga rumahan ini, aroma yang sangat menenangkan. Tanganku dengan leluasa merayap diatas puluhan bunga cantik ini. Berjalan tanpa perduli Delano yang duduk di ayunan panjang didekat kolam ikan. Ah indah sekali..
Setelah lelah menyusuri seluruh bagian aku menghampiri Delano dan duduk disampingnya. Saat melihat kearah kiri ada minuman dingin yang mengoda. Tapi aku belum ditawarin min..
"Minum aja kalo aus." Ujanya. Eh- kayanya emang bener dia bisa baca pikiran orang de. Aku langsung nyengir dan mengambil gelas berisi orange jus dan meneguknya tanpa sisa.
Dia tampak mengelengkan kepala heran. Ih maklumin aja apa orang aus abis lari lari. Aku mendengus kesal.
"Ini taman adek gue." Ujarnya
Aku langsung menengok kearahnya, sepertinya aku akan mendapatkan info yang lebih dalam soal dia.
"Adek gue suka banget sama bunga Mawar. Hampir semua jenis bunga mawar ada ditaman ini makanya papa sengaja bikinin taman ini buat kado ultahnya ke-10 tapi takdir berkata lain. Belum sempat Raisa liat taman ini dia udah meninggal." Terlihat sekali dia menahan rasa sakit dalam hatinya, aku bisa merasakan. Dia sedang menatap kosong kearah taman bunga ini, sesekali mengusap hidungnya yang mungkin gatal.
Aku belum berucap. Menunggu dia selesai.
"Papa gue juga meninggal gara gara kecelakaan itu, padahal hari itu kita sengaja bikin surprise untuk Raisa ya ini taman bunga ini." Delano terlihat memejamkan mata, aku tau dia menyimpan rasa sakit dan sedih. Kehilangan sekaligus dua orang yang sangat ia cintai. Aku bisa merasakan.
Ingin sekali aku mengusap bahunya agar dia lebih tenang. Tapi mana berani aku.
"Dan sekarang cuman tersisa gue, kakak gue yang buta, dan mama gue yang sekarang banting tulang buat kami." Terdengar suara penyesalan dinada itu.
"Andai aja aku gak ngajak ngobrol papa saat dia nyetir mobil pasti gak gini kejadiannya, gue emng bodoh gak guna!!" Dia hampir berteriak, tangannya mengacak ngacak rambutnya kasar. Terlihat seperti orang frustasi. Ya tuhan ternyata dia tidak sekuat yang ku kira.
Refleks. Ingat refleks aku tidak sengaja mengenggam tanganya berusaha agar dia tidak menyakiti dirinya seperti ini. Lalu dia menatapku tajam saat menyadari aku mengenggam tanganya lembut, sontak membuat ku manarik tanganku takut dia gamuk tapi dia menahan tanganku agar tetap disitu. Kami saling bertatap jantungku, kaki ku, perutku sakit seketika. Mata setajam elang yang biasa aku liat sekarang berganti dengan mata merah manahan air mata yang sepertinya siap akan turun.
Dia menarik tubuhku agar mendekap kepadanya. Dia memelukku menciptakan sensasi yang membuat jantungku mau copot. Rasanya aku tidak sanggup menolak, rasanya aku ingin sekali membalas pelukannya, dan anehnya aku nyaman dengan posisi seperti ini.
Dia menangis dipelukanku menumpahkan semua rasa sesak yang selama ini ia pendam dari orang lain. Bibirku masih terkunci rapat, bahkan bicara saja aku tidak sanggup. Sumpah ini orang efeknya bikin badanku beku seketika.
"Emm- kenapa kamu mau cerita semuanya ke aku?" Tanyaku gugup, hati hati salah ucap dia yang lagi kaya gini bukan tidak mungkin dia kembali dingin dan marah padaku.
Dia sama sekali tidak mengendurkan pelukannya malah semakin erat membuatku sesak, tapi nyaman dan aku sama sekali tidak menolak.
"Kalo gue cinta sama lo gimana?"
Deg.
Nadine bangun nadine bangun jangan tidur terus nanti mimpinya tambah ngawur. Aku mencubit lenganku dan awwwww sakitt. Ini nyata.
Delano melepaskan pelukannya sambil terkekeh pelan melihat ku yang salah tingkah seperti sekarang, ah jangan blushing gini dong, malu nih.
"Kenapa ketawa?" Tanyaku sewot.
"Muka lo aneh. Mirip kepiting baru direbus." Tawanya meledak bersamaan dengan berubahnya raut wajahku, ah menyebalkan.
Saat aku meliriknya dia sedang menatap langit yang mulai berubah menjadi orange. Sunset yang terlihat disebelah kirinya membuat wajahnya dari samping terlihat tampan. Aku menampilkan senyum. Ternyata laki laki yang sekarang berada disampingku adalah orang yang mampu dan berhasil masuk dihatiku. Dia tidak memerlukan jawaban dariku biar waktu yang akan menjawab.
Kami berdua menatap indahnya langit jakarta di sore hari menjelang malam ini. Menikmati semerbak harumnya bunga mawar dan sesekali saling bersitatap sambil tersenyum. Ah hari yang indah.
___________________________________
*Berhubung buanyak yang protes karna saya updet nya kecepetan jadi maafkan.
Karena sudah pernah saya bilang sebelumnya, saya ingin ngepublis cerita cerita lama saya yang sudah ada dihistory, jadi saya tidak mau terlalu lama di Delano:)Next-
KAMU SEDANG MEMBACA
Delano
Teen Fiction[PER-PART AKAN SAYA PERBAHARUI, SO KALO LUPA SILAHKAN DIBACA KEMBALI.] Semua berawal dari kecelakaan itu. Kecelakaan yang merubah kehidupan berwarnaku. Kecelakaan yang mampu membuat hidupku menjadi abu abu. Kecelakaan itu merenggut nyawa hero ku, t...