"Jadi gitu ceritanya." Ucap Evan sambil mengaduk-aduk asal minuman nya, kepala nya terlalu pusing memikirkan keinginan papa nya. Terakhir Hansen mengatakan "Terlalu banyak permintaan papa yang gak kamu turutin, tolong yang kali ini kamu turutin ya."
Evan merasa gagal. Gagal menjadi segalanya; menjadi yang terbaik, mengambil perhatian dari orang tua, tidak menyakiti siapapun. Semua tujuan hidupnya gagal. I end up hurting everyone, itulah yang akan Evan jawab setiap orang mempertanyakan tentang satu kalimat yang mendeskripsikan kehidupannya.
"Ya udah turutin aja. Pacar lo kan ada tujuh, apa susahnya? Tinggal cap cip cup." Jawab Wesley santai lalu menghisap kembali rokok nya.
Evan menggeleng "Gak segampang itu, cewek kriteria bokap gue gak ada di ketujuh pacar gue."
Mirna mengangguk "Cewek baik-baik yang telaten ya? Kenapa gak cewe ber-sweater itu, si Rachel?"
"Nah, setuju gue." Celetuk Alvin lalu memetikkan jarinya.
"Kata lo gue gak boleh bikin itu anak baper, tapi kalo kayak gini mah, pasti dia baper."
"Abis mau gimana lagi? Yang penting lo udah turutin apa kata bokap, biar dia gak bawel lagi dan percaya sama lo, ya kan?" tanya Alvin menatap Evan intens, Evan tersenyum miring dan mengangguk, bener juga.
Sementara Rachel memanyunkan bibir nya dan menopang dagu dengan telapak tangan di meja kelas. Sudah dua hari Evan tidak membalas chat nya. Padahal Rachel memiliki sedikit harapan pada Evan. Ah, lagipula ngapain sih suka sama orang yang baru dikenal.
"Kenapa nih cemberut?" tanya Eva dengan cengirannya, bermaksud menghibur Rachel, namun nyatanya tak membantu sama sekali.
"Evan gak bales chat gue udah dua hari."
Alya, Henny, dan Eva terdiam, saling bertatapan satu sama lain menahan tawa. Tak kuat, tawa mereka pun lepas. Rachel mengernyitkan dahinya menatap sahabat-sahabatnya ini yang tertawa tanpa ada lelucon sedikit pun.
"Apanya yang lucu?" tanya Rachel sok galak namun malah justru menambah kesan lucu.
"Cieee baper nih sama Evan?" tanya Alya lalu tertawa. Rachel semakin memanyunkan bibirnya, lagi sedih kok malah diketawain!
"Gak! Gue gak baper sama Evan!" Rachel melipat kedua tangannya di dada dengan bibir manyun, membuat siapa pun yang melihatnya ingin mencubit kedua pipinya. Tadinya Alya sudah ingin melakukan itu, namun tangannya terlalu malas untuk maju hanya 5 cm.
"Emang terakhir lo chat dia apa?" tanya Henny, Rachel membuang napas berat.
"Gak ada, terakhir ya pas di kantin, yang pertama kali dia chat gue. Setelah itu gak ada balesan lagi, padahal dia udah ganti DP." Perasaan jengkel muncul lagi di benak Rachel.
Rasanya ia malu kalau seperti ini. Kesannya Evan hanya menganggap Rachel sebutir kisah di hidupnya, sementara Rachel sudah setengah berharap padanya. Walaupun perasaan gengsi pada diri Rachel masih belum mau mengakuinya, ditambah lagi bayang-bayang Dikta yang masih sulit pergi dari hidupnya, walau bayang-bayang itu tak hadir sesering dulu.
"Uuuu kasian anak cimit yang udah ngebuka hatinya lagi... udah tungguin aja, nanti dia juga bakal chat lo kok." Ucap Alya memberi sedikit hiburan pada Rachel.
Rachel menatap ponsel nya yang tiba-tiba menyala karena notifikasi Line yang masuk, dan nama Evan tertera di sana, membuat senyumnya mengembang. Ada dua chat dari Evan, namun belum ia buka, terakhir bertuliskan,
Evan: blh minta nomor hp lu?
Rachel menahan teriakannya sekuat tenaga "Kak Evan chat gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet a Playboy
Teen Fiction[ cerita telah diterbitkan; beberapa part dihapus; untuk pemesanan chat line: liza_k ] Gadis berparas cantik dengan wajah lugu, Rachel Diandra, dipertemukan dengan sesosok raja playboy di sebuah club saat ia baru pertama kali ke sana bersama teman-t...