8. Takut Fajar

67.7K 4.2K 258
                                    

"Mama mu?" tanya Evan dengan raut wajah panik. Sebenarnya tidak perlu panik sih, dia kan tidak melakukan apa-apa, namun ia tak biasa hanya berdua di rumah dengan seorang cewek, lalu orang tua dari cewek itu datang. Takut dikira yang engga-engga.

"Rachel," ucapan Karina terpotong saat melihat anaknya yang kini tengah dengan seorang pria bertubuh tegap dan wajah tampan "siapa ini?"

"Hm... ke-kenalin ma, ini temen ku namanya Evan." Rachel tersenyum pada Karina lalu menatap Evan. Evan tersenyum dan menjabat tangan Karina "Evan, tante." Karina kembali menjabat tangannya sambil tersenyum.

Karina memberikan sebuah kantong plastik berisikan roti-roti dan satu kotak panjang berisi kue mocha kesukaan Rachel pada putrinya "Nih, titipan kamu. Makan gih sama Evan." Rachel meraih plastik itu dengan mata berbinar. Akhrinya kue mocha!

"Makasih ma!"

Seorang lelaki bertubuh kekar dengan wajah sangar dan tak ada ramahnya sedikitpun memasuki rumah. Tatapan lelaki itu bertabrakan dengan tatapan Evan. Evan menelan ludahnya melihat wajah sangar lelaki paruh baya itu, sementara lelaki itu-Fajar-menatap Evan dengan wajah senga, lalu pandangannya beralih pada Rachel.

"Siapa tuh?" tanya Fajar sambil menunjuk Evan dengan dagunya, tanpa melihat Evan sedikitpun.

"Di-dia temen ku, pa, namanya Evan."

Pa? Mampus gue, itu bapaknya? Batin Evan.

"Evan, om." Evan pun melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya pada Karina tadi. Fajar menjabat tangan itu dengan wajah datar. Berani-beraninya ni cowok deketin anak gue, pikir Fajar.

Karina menatap jam, sudah pukul 6.36 malam, ia langsung menatap Evan "Udah jam setengah 7, mending kita makan sekarang. Evan ikut ya?"

Evan cengengesan sambil mengusap tengkuknya "Eh? Hehe, gak usah lah tante, nanti ngerepotin."

Karina memiringkan kepalanya sambil melipat kedua tangan di depan dada "Ya enggak lah, Van. Gak apa-apa kok makan di sini, sekalian ngeramein rumah." Karina tersenyum dengan tulusnya, membuat Evan sedikit terpanah. Bukan, bukan karena suka, karena senyum tulus dari seorang ibu dapat ia rasakan getarannya.

"Kenapa kamu gak mau makan di sini hah?" suara dingin dan berat itu menghancurkan lamunan Evan akan seorang ibu, ia kini cengengesan menatap Fajar.

"Takut ngerepotin aja om, tapi gak apa-apa deh saya makan di sini aja."

"Bagus." Fajar pun meninggalkan mereka menuju kamar nya dengan acuh tak acuh. Rachel dan Evan pun senggol-senggolan tangan.

--

Suara ketukan jari-jari Fajar terdengar jelas di meja makan kayu di ruangan yang sepi itu. Jantung Evan berdegup kencang, takut kalau ia akan disiksa oleh Fajar.

"Jadi, kamu gak sengaja ketemu sama anak saya waktu itu?" tanya Fajar, seakan-akan lontaran dari mulutnya mengeluarkan es seperti sihir dari tangan Elsa di film kartun Frozen, benar-benar dingin dan mencekat bagi Evan. Sebenarnya, pertanyaannya biasa saja, namun cara ia bicara dan wajahnya yang benar-benar tak bersahabat membuat Evan rasanya ingin keluar rumah Rachel untuk bernapas lega.

Evan pun mengangguk kecil "I-iya om."

"Kamu udah kuliah kan? Ambil jurusan apa?"

"Management, om."

Fajar mengangguk berkali-kali "Bagus, bagus. Terus mau kerja apa nanti?" Fajar menginterogasi Evan seakan-akan Evan adalah calon menantunya.

"Maunya sih... kerja di logistik gitu, om." Jawab Evan yang ia sendiri tidak yakin dengan ucapannya.

Meet a PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang