Mulmed: Evan with his and Rachel's son in few years later 😍😍😍😍
****
Alhasil, Evan pun yang memenangkan pertandingan balap mobil itu. Padahal ia sudah coba untuk mengalah, namun tetap saja ia menang. Ditambah lagi, Evan juga jadi tidak sabaran kalau ia harus menjalankan mobilnya dengan lambat. Rachel memang payah dalam soal ini. Sebenarnya bukan payah, lebih ke salah tingkah. Saat ia melawan Fajar, pemainannya tidak sejelek ini ia mainkan.
Dahi Rachel berkerut, benar-benar kesal. Padahal ia ingin menunjukkan kehebatannya saat bermain balap mobil. Namun justru menghasilkan kekalahan karena ia lepas kendali.
Mereka pun sampai di kedai es krim-Haagen Dazs-dengan kesal ia mengeluarkan dompet dari tas nya untuk membayar es krim pesanan mereka karena kalah taruhan tadi. Bukan masalah keluar uang nya itu, tapi malu nya itu loh.
Tangan Evan langsung menahan tangan Rachel yang bersiap ingin mengambil uang. Rachel melongo menatap Evan "Gak usah, aku aja." Evan segera mengeluarkan kartu debitnya dari dompet.
"Loh, kok kakak yang bayar?"
Evan tersenyum sambil tertawa kecil menatap Rachel "Gak boleh emangnya?"
Rachel mengusap tengkuknya "Kan aku yang kalah taruhan."
"Kamu bayarnya pake cium aja nih." Evan menunjuk pipinya membuat Rachel tertawa, pipinya juga memanas.
"Ih Kak Evan mah." Rachel menonjok pelan bahu Evan. Struk pembayaran pun keluar dan es krim kini di tangan mereka berdua. "Makasih Kak Evan!" Rachel langsung menjilat es krimnya layaknya seorang anak kecil. Evan mengacak rambut Rachel pelan.
Handphone Evan berdering tanda telepon masuk. Nama Jessica terpampang di sana. Evan melirik sedikit ke arah Rachel yang sedang asik dengan dunianya sendiri "Hel, bentar ya." Ucap Evan yang dibalas anggukan Rachel. Mereka berhenti berjalan, Evan menjauh sedikit dari Rachel lalu mengangkat telepon.
"Halo Jes,"
"Van, aku sakit nih. Kamu ke sini dong." Evan membuang napas berat, padahal ia masih ingin bersama dengan Rachel. Tapi kalau ia tidak datang ke sana, bisa-bisa Jessica curiga atau kecewa. Ya udahlah, lain kali bisa pergi lagi sama Rachel.
"Oh ya udah aku ke sana." Evan segera mematikannya karena sedikit kesal.
Jessica melongo, Evan bahkan tidak menanyakan apa penyakit Jessica, bagaimana keadaan Jessica sekarang, atau apa yang Jessica rasakan sekarang. Jessica menghela napas panjang. Mungkin ini juga karma untuk Jessica karena ia berselingkuh juga dengan pria kaya lainnya.
"Hel," ucap Evan, membuat Rachel lupa dengan dunianya "aku pulang dulu ya?"
Rachel memanyunkan bibirnya "Kok cepet kak? Kita belom makan malem loh."
Evan merangkul Rachel "Iya, aku ada urusan. Besok aku jemput kamu deh dari sekolah, kita makan bareng lagi ya." Ucapnya tersenyum menenangkan. Rachel pun tersenyum lalu mengangguk. Ia juga tidak mau mengusik kehidupan Evan.
--
Sesampainya di rumah, Rachel mendapati Karina yang sedang menonton televisi sambil sibuk menenun. Selain menjadi wanita karir, Karina juga suka menenun kain menjadi sebuah sapu tangan, taplak meja, dan lain-lain.
"Eh anak mama udah pulang. Gimana tadi jalan sama Evan nya, hm?" tanya Karina sambil menatap tenunannya.
Rachel rasa ia harus menceritakan soal hubungannya ini pada Karina. Ia tidak mau menutupi apapun kejadian dalam hidupnya pada ibunya. Rachel pun menarik napas panjang lalu membuangnya "Ma,"
Tatapan Karina beralih pada Rachel sambil tersenyum "Ya?"
Rachel membenarkan posisi duduknya sambil memainkan jari-jarinya "Kalo aku punya pacar, gimana ma?"
Senyum Karina semakin mengembang. Ia tahu, pasti Rachel sudah jadian sama Evan "Ya gak apa-apa. Emangnya kenapa?" tanya nya pura-pura tidak tahu.
Rachel menelan ludahnya dan kembali menarik napas panjang "Aku jadian ma, sama Kak Evan, hehe."
Kedua alis Karina terangkat, ia tersenyum menunjukan gigi. Betapa senangnya ia melihat pipi merona Rachel. Evan benar-benar dapat menaklukan hati Rachel "Bagus dong! Selamat ya, anak mama. Cie... baru jadi barusan?"
Rachel menggeleng "Sebenernya udah beberapa hari yang lalu, ma, yang waktu kita pergi ke Super Indo itu. Tapi aku gak langsung bilang ke mama karena malu," Rachel tersenyum malu, lalu ia teringat sesuatu "tapi ma, jangan bilang-bilang papa dulu ya!"
Karina tertawa sambil menggelengkan kepalanya "Iya iya, mama gak bilang papa." Karina pun tersenyum, membuat Rachel ikut tersenyum.
*
01.54 AM
Rachel terbangun. Matanya mengerjap-ngerjap. Sesekali matanya kembali terpejam, namun akhirnya terbuka lagi. Ia melirik jam, masih pukul dua kurang lima dini hari. Ia mencoba untuk kembali tertidur, namun tak bisa. Alhasil ia pun duduk dan melamun sebentar untuk sekedar mengumpulkan nyawa.
Ia pun meraih novel teenlit yang masih belum selesai ia baca. Namun gerakan matanya terhenti saat ada sesuatu di jendela kamarnya.
Laba-laba.
Sial, batin Rachel. Ia sangat-sangat takut pada laba-laba. Baru saja melihat laba-laba, bulu kuduknya merinding. Terasa seperti seakan-akan banyak laba-laba di sana yang berjalan menuju Rachel.
Ia pun spontan berteriak. Jantungnya berdegup tak karuan. Ia tergesa-gesa mencari handphone nya. Ia ingin menelepon seseorang untuk membunuh laba-laba berukuran sedang yang bertengger di jendela nya. Bi Suketi pun ia telepon, karena Fajar dan Karina ada di Bandung karena pekerjaan Fajar, dan Karina diminta untuk menemaninya.
Kesialan benar-benar menimpanya kali ini, ponsel Bi Suketi tidak aktif. Ia pun menelepon Fajar. Berharap ternyata Fajar sudah ada di rumahnya.
"Halo," Rachel menghela napas lega saat mendengar suara Fajar.
"Pa, papa masih di Bandung?" tanya Rachel sambil menggigit kukunya. Sesekali melirik jendela, takut laba-laba itu bergerak. Ia benar-benar tak bisa bergerak leluasa, keringat dingin keluar dari tubuhnya. Phobia berlebih.
"Iya sayang, kan besok sore baru pulang. Kenapa?" Rachel memejamkan erat matanya, kali ini ia benar-benar dilanda kesialan. Seakan-akan laba-laba tersebut sengaja membangunkannya dan mengatakan "Hai, musuh terbesarmu ada di sini, Rachel."
Rachel menggeleng "G-gak apa-apa pa." Suaranya gemetar, ia ingin menangis rasanya. Ia benar-benar pusing dan rasanya seperti kelelahan. Satu laba-laba dapat merubah hidupnya.
"Rachel? Serius, kamu kenapa?" tanya Fajar dengan nada serius, khawatir dengan putri semata wayangnya.
"A-ada laba-laba, pa." Ucapnya gemetar, Fajar bernapas lega. Ia pikir ada maling atau penculik yang masuk ke rumahnya.
"Kamu ke dapur sekarang, terus ambil baygon, abis itu kamu semprot deh."
Rachel mengeleng cepat "Gak bisa pa, aku aja gak bisa gerak di sini."
"Telepon Bi Suketi?" tanya Fajar dengan alis terangkat sebelah.
"Handphone nya gak aktif," Rachel tiba-tiba teringat sesosok yang ia rasa bisa membantunya, Evan, "eh, gak jadi pa. Aku tau harus gimana." Ucapnya sedikit tersenyum, walau masih rada panik.
"Gimana?"
"Nanti aja aku kasih tau ya, dah papa." Rachel segera memutuskan sambungan telepon. Kalau Fajar tau Rachel akan menelpon Evan, bisa gawat.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet a Playboy
Teen Fiction[ cerita telah diterbitkan; beberapa part dihapus; untuk pemesanan chat line: liza_k ] Gadis berparas cantik dengan wajah lugu, Rachel Diandra, dipertemukan dengan sesosok raja playboy di sebuah club saat ia baru pertama kali ke sana bersama teman-t...