17. High Anxiety Disorder

59.5K 3.6K 72
                                    

Seperti biasa, Evan sedang berada di klub malam bersama teman-temannya-Alvin, Wesley, dan Mirna-

Ponsel Evan berdering. Sedikit aneh dengan nama yang meneleponnya, tumben jam segini nelpon?

Evan pun mengangkat teleponnya "Halo Hel,"

Rachel bernapas lega begitu mendengar suara Evan "K-kak, lagi dimana?"

Evan menatap mata teman-temannya yang juga kini sedang menatapnya penuh heran "Lagi sama temen-temen nih. Kenapa?"

"Ja-jauh gak kak?"

Mendengar suara Rachel yang bergetar dan ketakutan, Evan yakin pasti ada yang tidak beres "Kenapa Hel?" suaranya berubah serius, tak peduli dengan jarak yang dekat atau jauh.

"To-tolong ke sini kak... ada laba-laba."

Evan pun tertawa lalu menggeleng "Laba-laba? Kenapa sama laba-labanya?"

"Gak lucu kak," suara Rachel terdengar lemas "please kak ke sini."

Evan pun terdiam. Ternyata Rachel fobia laba-laba, ia bisa menebaknya, "Ya udah aku ke sana ya, tunggu." Evan segera mematikan sambungan telepon nya dan dengan tergesa membereskan barang-barangnya yang ada di meja.

"Kenapa Van?" tanya Wesley bingung.

"Gue mau ke rumah Rachel, dia takut laba-laba." Evan langsung meninggalkan mereka, Alvin dan Wesley justru tertawa. Sementara Mirna memandang Evan sambil senyum-senyum, membuat tawa Alvin dan Wesley terhenti.

"Kenapa lu Mir, senyum-senyum gitu?" tanya Alvin heran.

"Kalian gak ngerasa ya, Evan sama Rachel tuh lucu?" tanya Mirna lalu kembali tersenyum. Alvin dan Wesley hanya mengangkat kedua bahunya sambil menggeleng.

--

Sambil menunggu Evan dan menenangkan dirinya, Rachel membaca novel sambil sesekali melirik ke jendela. Laba-laba itu masih di sana.

Sampai akhirnya, ia melirik sekali lagi. Matanya membulat, jantungnya berdegup kencang, laba-laba itu sudah tidak ada di sana, dimana dia?!

Rachel mulai bergerak dengan hati-hati dan kaku. Ia mencoba melihat ke sekeliling kamarnya, walau ia masih di tempat tidur. Ternyata laba-laba itu ada di tembok tempat ia bersandar, ia pun langsung berteriak sekencang mungkin "Aaaaaaaa!!!"

Tepat waktu, Evan pun datang. Ia panik begitu melihat Rachel berteriak sambil memejamkan matanya dan menutup telinga, "Rachel?!"

Rachel membuka matanya, dengan gemetar ia menunjuk laba-laba yang ada di tembok itu. Evan dapat melihatnya. Segera ia mencari buku di meja belajar Rachel. Ia pun mengambil asal buku tersebut dan memukul laba-laba itu.

Laba-laba tersebut jatuh ke tempat tidur Rachel membuat Rachel kembali berteriak. Evan langsung mengambil laba-laba itu dan membuangnya ke lantai lalu menginjaknya dengan sepatu.

Hening. Masalah selesai.

Rachel menangis hebat. Punggungnya bergetar. Evan segera memeluk gadis ini, mengusap-usap lembut punggung Rachel untuk menenangkannya, "Udah, gak usah nangis lagi... kan laba-labanya udah mati." Ucap Evan, Rachel justru semakin memeluk erat tubuh Evan, menangis dan menenggelamkan wajahnya di dada Evan.

Mereka pun berpelukan dalam waktu lama. Benar-benar sudah nyaman dengan posisi ini. Bahkan Rachel sudah berhenti menangis, tapi mereka masih berpelukan.

Kepala Rachel terasa pusing. Jantungnya masih berdegup kencang. Keringat dingin juga keluar dari kulit pelipisnya. Rasanya seperti sangat lelah, sangaaat lelah.

"K-kak, tolong di meja belajar ku ada obat untuk anxiety. Sama tolong ambilin air putih ya kak."

Mata Evan membulat "Kamu sakit apa Hel?"

"Please, kak." Ucapnya lemas, bibirnya juga pucat. Evan segera melakukan apa yang Rachel perintah. Rachel mengalami high anxiety disorder, dimana saat ia merasakan sesuatu yang membuatnya takut dan khawatir, ia akan merasakannya secara berlebihan. Sampai-sampai pusing dan lemas seperti sekarang ini.

Evan memberikan sebotol obat itu dan juga minumannya. Segera Rachel meminum obat tersebut dan menenggak air putih banyak-banyak, "Pintu kamu belom dikunci loh. Untung gak ada maling masuk."

Mata Rachel membulat, duh dasar Bi Suketi! Ia tak mengatakan apapun, sudah malas rasanya untuk mengeluarkan sepatah katapun.

Evan mengambil obat itu dan air putih lalu meletakkannya di meja belajar Rachel, "Kamu tidur gih. Aku temenin sampe tidur."

Rachel tertawa kecil "Gak ah, kakak pulang aja." Sebenarnya ia salah tingkah kalau ada Evan di sini menemaninya, namun di sisi lain, ia juga ingin Evan masih di sini untuk menemaninya.

"Gak apa-apa. Kamu tidur ya," Rachel pun membaringkan dirinya di kasur, diselimuti tubuh kecilnya itu oleh Evan "aku kunci-kunci dulu deh rumah kamu." Ucap Evan lalu berlalu dari pandangan Rachel. Senyum Rachel mengembang, ia berteriak kecil dalam hatinya. Terima kasih, laba-laba.

Evan pun kembali lalu menutup pintu kamar Rachel sambil melemparkan senyum. Ia menarik kursi belajar Rachel ke dekat ranjang, lalu duduk di sana, "Terus kak Evan ngapain?" tanya Rachel. Awas aja kalo dia sampai ikut-ikutan tidur di sebelah ku...

"Mau manggil laba-laba yang lainnya." Seketika Rachel lemas mendengar kata 'laba-laba'. Ratusan laba-laba terbesit di pikirannya dengan kaki-kaki nya yang menjijikan itu. Melihat wajah pucat Rachel, Evan langsung tertawa "Becanda."

Rachel tertawa pelan. Efek obat itu mulai bekerja, ia mulai mengantuk sekarang. Evan mengambil ponsel dari kantungnya dan mulai bermain COC di ponsel, walaupun sekarang tak ada satupun temannya yang sedang main mengingat waktu yang sudah larut malam.

Dan Rachel pun perlahan tertidur.

*

Alarm pun berbunyi, suara yang sangat Rachel benci. Dengan cepat ia matikan alarm itu. Sudah tak ada Evan di sana, namun ada secarik kertas di nakas Rachel,

Selamat pagi, peri kecil
Have a nice day :)

Rachel tersenyum lebar membaca itu. Rasanya ia ingin bertemu Evan sekarang. Tapi mana mungkin... waktu terus berjalan dan Rachel harus bergerak cepat untuk pergi ke sekolah.

--

Seperti biasa, Rachel sedang berbincang-bincang dengan temannya. Mereka membahas soal apa yang terjadi pada Rachel semalam, membuat mereka benar-benar iri dengan perlakuan Evan pada Rachel.

Seorang anak lelaki berdiri di depan pintu kelas Rachel sambil membawa bunga dan celingukan mencari seseorang. Gerak matanya terhenti begitu melihat Rachel sedang tertawa-tawa dengan temannya, "Rachel!" panggil cowok itu, Rachel dan teman-temannya pun menoleh.

Rachel menyatukan alisnya, tak kenal dengan cowok itu "Siapa sih itu?" tanya Rachel pada teman-temannya.

"Itu si Rendi, anak IPA. Buruan samperin Hel, dia nungguin tuh." Ucap Eva dan Rachel segera berdiri menghampiri Rendi, walau ia tidak kenal.

"Kenapa?" tanya Rachel hati-hati, masih heran sama cowok ini.

"Nih," ia menyodorkan setangkai bunga berwarna merah muda untuk Rachel. Dahi Rachel berkerut melihat bunga itu, maksudnya apa?

"Ini ada titipan. Katanya dari Evan." Senyum langsung terukir di wajah Rachel. Segera ia meraih bunga itu. Hatinya terasa seperti dihidupkan kembali, benar-benar membuatnya semangat sekolah hari ini.

"Makasih ya." Ucapnya pada Rendi, Rendi hanya mengangguk lalu meninggalkan Rachel. Rachel pun berjalan ke teman-temannya. Alya, Henny, dan Eva sudah mengira-ngira kalau bunga itu dari Rendi. Namun sebelum mereka bertanya, Rachel langsung menjawab, "Ini dari Kak Evan." Mereka pun ber-oh ria.

****

Meet a PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang